✏️✏️✏️"Woi lo mau bawa gue kemana?" Pekik gadis yang kini rambutnya tengah di permainkan oleh angin.
"Mau bawa ke pelaminan. Yah mau ke rumah elo lah." Balas pria yang tengah mengemudikan sepada motor merah itu.
"Apaan lo orang ini bukan jalan ke rumah gue" katanya sedikit meninggikan volume suaranya.
"Itu dia masalahnya. Gue gak tau rumah lo dimana. Lo gak kasih tau gue juga." Kata anak lelaki remaja itu sedikit sewot. Gimana ngak sewot coba, hampir setengah jam ia mengendarai kuda besi itu, namun si penumpang tak juga memberi alamat asli. Bahkan alamat palsu sekalipun. Eh?. Bisa saja sih dia meminta. Namun menggunakan kesempatan dalam kesempitan sesekali ngak papa juga ya kan? Kapan lagi seorang Gilbert membawa seorang Vaneshya di atas jok motornya?
"Lo kenapa gak nanya bebek Kanada?" Kata Vaneshya sambil memukul punggung atas Gilbert sedikit kuat.
"Males" Alasan yang seketika muncul di dalam pikiran Gilbert Aldianto.
Setelah mengucap alamat rumah Vaneshya, Gilbert langsung mengendalikan laju motornya menuju alamat bukan palsu itu. Gilbert tentunya dengan sengaja mengurangi kecepatan laju sepeda motornya, hitung-hitung supaya bisa lebih lama berdua dengan Vaneshya.
"Mendadak asam lambung motor lo ya? Jalannya kok kayak om tukang jualan cendol sih?" Baru saja terbesit rencana modus, eh, yang dimodusin langsung peka.
"Lo udah gue antar juga masih ngatain gue lo ya. Bilang makasih kek lewat pelukan." Jawab Gilbert menambah kekesalan si penumpang.
"Dih, bukan elo yang maksa gue? Mending turunin gue di gang depan." Kata Vaneshya.
"Eh, jangan ngambek dong. Masa iya gue tega nurunin bidadari di tengah jalan. Di grebek warga lho nanti terus di buat pajangan jadi patung." Masa iya bidadari di grebek warga sih, emang maling sempak apa. Ada-ada aja si Gilbert.
"Ngomong apaan sih lo? Orang rumah gue di sana kok" Lah udah nyampe ternyata kirain berhenti karena mau beli es mama muda.
Jadi pengen nyanyi, aku suka bodi goyang mama muda.."Oh gue kira masih jauh lagi. Udah ni berhenti" kata Gilbert seraya menepikan sepeda motornya sambil meneliti lingkungan sekitar yang mana sedang sepi-sepinya. Ditambah kanan kiri gang di penuhi rumput rumput bergoyang sambil nyanyi lagu racoon, tenenoneng racoon, racoon milik The Cangcuters.
"Rumah lo yang mana?" Tanya Gilbert heran.
"Masih ke dalam lagi" jawab Vaneshya.
"Lah terus ngapain lo turun di sini?"
"Terserah gue. Sini hp gue." Ucap Vaneshya seraya menengadahkan telapak tangan kanannya ke hadapan Gilbert.
Gilbert merogoh kantung celana abu-abu miliknya. Mengeluarkan sebuah ponsel pintar. "Nih" diserahkannya benda itu pada si empunya.
"Gue duluan" ucap Vaneshya kemudian berbalik dan berlalu. Sedangkan Gilbert masih mematung di tempat.
"Bilang makasih kek, thanks kek, atau apa kek." Gerutunya kemudian menjalankan sepeda motor besar itu membelah aspal hitam.
Sesampainya Gilbert di kediaman kakek dan neneknya ia langsung menuju kamarnya berhubung kakek dan neneknya sedang tidak berada di rumah.
Dilepasnya kancing seragam putih satu-persatu hingga memperlihatkan kaos putih polos membalut tubuhnya. Kemudian di gantungkan di balik pintu kamarnya.
Drrrrt drrrt
Handphone nya berdering di atas nakas. Segera ia raih kemudian melihat si pemanggil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bundar
Teen FictionGilbert, seorang remaja yang sering berbuat onar di sekolahnya. Karena tingkah lakunya yang sering membuat ibu dan ayah nya pusing tak terhingga keliling membuat ia di pindahkan ke rumah kakek dan neneknya di sebuah kota yang jauh dari kota kelahira...