Berdua

2 2 0
                                    



✏️✏️✏️

"Gue maunya dia yang ngobatin luka gue" telunjuk Gilbert terulur menunjuk seseorang. Seketika semua orang yang mendengar ucapan Gilbert mengikuti arah telunjuk itu terarah.

Sedang yang di tunjuk masih asik dengan kegiatannya. Untuk mempersingkat waktu, salah seorang dengan sigap memanggil gadis itu seraya sedikit mengguncang tubuhnya.

"Apa?" Tanyanya heran. Temannya itu lalu  menunjuk takut-takut dengan dagu ke arah Gilbert.

Gadis itu adalah Vaneshya. Ia memutar lehernya diikuti badannya untuk mengikuti arah pandang temannya itu.
Pemandangan pertama yang di tangkap inderanya adalah, Gilbert mengarahkan telunjuk padanya. Dahi Vaneshya mengerut. Apa maksudnya ini pikirnya. Di tambah semua teman sekelasnya memandang dirinya membuat Vaneshya di liputi ribuan tanya.

"Lo yang harus ngobatin gue." Ucap Gilbert kini pada Vaneshya.

"Kenapa gue?" Tanya Vaneshya dengan nada sewot. Tak terima.

Gilbert yang memang baru kali ini mendengar Vaneshya berbicara sedikit kaget. Apalagi gadis itu menggunakan kata 'lo, gue', namun raut kebingungan itu berhasil ia kubur dengan mimik seriusnya.

"Udah Nes, ikutin aja." Yogi, si ketua kelas, mengangkat suara.

"Apa hubungannya sama gue? Yang berantem dia kok gue yang ngobatin? Lagian gue bukan anak PMR, dan cita-cita gue ngak jadi dokter" Vaneshya tetap pada pendiriannya.

"Udah ah Nes, ikutin aja. Kalo dia kenapa-kenapa gimana? Lagian pasti sakit tuh mukanya kena tonjok." Kini teman Vaneshya memberi saran.

Vaneshya menatap seluruh teman-temannya yang juga menatap dia penuh harap. Perlahan ia hembuskan nafasnya berat. Kemudian bangkit berdiri dari kursinya.

"Yaudah ayok. Bisa jalan kan? Kalo ngak bisa biar gue seret." Vaneshya melirik Gilbert yang tengah menyeringai padanya. Dengan langkah yang gontai Vaneshya berjalan mendahului. Sedangkan Gilbert sudah menyusul.

"Awas di terkam bro" bisik Ari pelan pada Gilbert sebelum berlalu.

Sementara keduanya sudah melewati pintu, kelas kembali bernafas lega, aura mencekam beberapa detik lalu di gantikan dengan percakapan-percakapan dari beberapa kelompok. Istirahat kedua kali ini berbeda, di mana biasanya mereka menghabiskan waktu istirahatnya di luar kelas kini mereka tak berniat melakukannya. Mereka asik menceritakan  kejadian yang terjadi beberapa menit lalu walau nyatanya mereka semua ikut menyaksikan.

Sementara Vaneshya dan Gilbert berjalan menuju UKS, dengan Vaneshya berjalan sedikit lebih depan dari Gilbert. Mereka seketika berhasil mendapatkan atensi para murid yang mereka lalui. Tak jarang mereka menjadi bahan pembicaraan orang-orang yang menyaksikan perjalanan keduanya.

"Lo jalan cepat amat deh, udah tau kaki gue sakit. Lo mau bunuh gue ya?" Gerutu Gilbert menatap rambut Vaneshya yang bergerak ke kanan dan ke kiri seirama dengan langkah kakinya.

Sementara Vaneshya menghiraukan laki-laki di belakangnya itu. Masih untung Vaneshya mau membawanya ke UKS.

Setiba sampai di pintu ruangan yang terdapat lambang plus berwarna merah di depan, Vaneshya lantas mendorongnya setelah mengetuk pintu kayu itu.

BundarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang