✏️✏️✏️"Kamu kemana aja sih? Udah gitu ngak jawab panggilan aku lagi." Ucap seorang gadis saat Venshyia menemuinya dengan tergesa-gesa.
"Aduh maaf, tadi gue di panggil sama Bu Ana. Tas sama handphone gue di kelas." Bohongnya.
"Yaudah sini kunci motor kamu." Gadis itu mengarahkan telapak tangan kanannya pada Vaneshya.
"Untuk apa?" Tanyanya.
"Bawel banget sih, siniin deh. Aku mau pergi sama teman-teman aku. Jadi nanti kalo nenek atau siapa pun yang nanya aku kemana bilang aja aku lagi kerja kelompok. Sini kuncinya" gadis itu mengangkat tangannya sedikit lebih tinggi.
"Tapi kan lo ngak di bolehin naik motor. Kalo gue kasih yang ada gue kena semprot sama nenek." Vaneshya berusaha menolak. Bagaimanapun ini demi kesejahteraan hidupnya.
"Ngak bakalan, sini cepat" Paksanya.
"Terus gue pulang pake apa dong?" Tanya Vaneshya.
"Ya terserah. Mau pake kaki, ondel-ondel, delman, itu sih urusan kamu." Vaneshya menghela nafas sebelum menyerahkan kunci motor putih kesayangannya.
Tak butuh waktu lama ia sudah di tinggalkan. Vaneshya pun berniat melangkahkan kaki untuk mencari angkutan umum. Sebelum sebuah tangan menarik lengan kanannya. Membuat ia melangkah terhuyung mengikuti langkah si pemilik tangan.
"Woi lepasin! Gila lo ya" ucapnya berhasil mengetahui siapa dalangnya.
"Banyak sih yang bilang begitu" balas pria itu santai namun tak berniat menghentikan langkah hingga sampai di samping sebuah motor besar berwarna merah bercampur hitam pada bagian-bagian tertentu.
"Karena lo udah ngobatin gue. Jadi dengan segenap keterpaksaan gue bakal antar lo pulang. Okey?" Gilbert menjelaskan niatnya.
"Karena lo emang terpaksa, mendingan gak usah. Yang ada gue kena apes kalo lihat muka lo" Vaneshya berkacak pinggang dengan bola matanya yang berputar pertanda ia kesal.
"Alah se.." ucapan Gilbert terpotong saat handphone milik Vaneshya bergetar pertanda sebuah panggilan masuk. Vaneshya merogoh mengintip layar sebelum mengangkat panggilan.
"Halo Ma?" Sapa Vaneshya. Sementara Gilbert tengah mengangguk-angguk. Seolah ia berkata pada dirinya oh ternyata ibunya.
"..."
"Ini baru bel pulang" jawab gadis itu. Sedangkan Gilbert yang tidak tahu apa yang sedang di katakan oleh seseorang di seberang sana hanya dapat menebak-nebak, jika orang tersebut sedang menanyakan tentang pulang sekolah.
"Iya Ma, ini udah mau pulang tapi ada orang gila di parkiran sekolah menghalangi jalan" ucap Vaneshya lagi. Gilbert yang mendengarnya lantas melirik sekitar parkiran untuk membenarkan ucapan Vaneshya. Namun nihil, tidak ada orang gila di sekitarnya. Sejenak ia langsung tersadar jika gadis itu tengah mengatainya orang gila. Gilbert lantas menatap tajam pada Vaneshya. Namun orang yang di tatap malah tidak peduli.
"..."
"Iya Ma. Yaudah ya Ma, orang gilanya lihatin aku dari tadi, jadi merinding" katanya sambil mengelus-elus tengkuknya seolah ia benar-benar seperti pengakuannya.
Setelah percakapannya berakhir, Vaneshya memasukkan benda pipih itu ke saku rok abu-abunya.
"Mana orang gila?" Tanya Gilbert sambil melipat tangan di dada. Menatap Vaneshya seolah menuntut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bundar
Teen FictionGilbert, seorang remaja yang sering berbuat onar di sekolahnya. Karena tingkah lakunya yang sering membuat ibu dan ayah nya pusing tak terhingga keliling membuat ia di pindahkan ke rumah kakek dan neneknya di sebuah kota yang jauh dari kota kelahira...