Serangan Tiba-tiba

3 2 0
                                    


✏️✏️✏️

Suasana hening mengelabuhi kelas Xl IPA 2 siang itu. Papan tulis, meja, kursi, jam dinding, serta seorang guru berkumis tebal dengan penggaris kayu panjang di tangan tengah di ketuk-ketukkan ujungnya ke permukaan lantai menjadi saksi kalau seluruh murid yang berada di ruangan tersebut tengah melaksanakan ujian dadakan.

Terdengar decak lidah beberapa kali oleh para murid akibat tingkah guru berbadan pendek dengan lemak yang bergumpal di sekeliling tubuh itu. Tak, tak, tak, tak, tak. Suara penggaris itu begitu mengganggu. Membuyarkan konsentrasi menghayal sebagian murid, mengacuhkan secarik kertas yang berisi sederetan angka-angka yang menjadi soal. Membiarkan kekosongan di bawah tulisan 'penyelesaian' di kertas itu. Tak berniat menjawab, ada yang berminat malah tidak tahu menjawab.

"Ssst Bet?" Panggil Niko dari arah belakang sepelan mungkin."Bet? Bagi-bagi dong" lanjutnya.

"Kau gitu kau yah" ucapnya lagi dengan nada kesal yang di sengaja.

"Apa Nik jawaban nomor dua?" Seseorang menyahut dari arah belakang paling sudut ruangan dengan suara yang bisa di katakan kuat. Terlihat di sengaja. Kala ia melihat Niko meminta-minta jawaban dari Gilbert yang mengacuhkannya, gadis itu berinisiatif menjahili Niko.

"Apaan sih kau monyet" Niko melotot geram pada Mona. Teman sekelasnya.

Niko perlahan melirik guru yang berada di depan. Ia harap-harap cemas. Namun sepertinya...

"Niko, sudah siap? Sini letakkan di meja saya." Guru itu berucap dengan tenang namun terkesan menusuk.

"Eh, itu pak, aduh saya belum selesai pak, masa udah di kumpul pak. Nanti nilai sa.."

"Letakkan di atas meja saya!" Guru itu tidak membiarkan Niko beralasan.

Mengerti situasi telah berubah buruk, Niko lantas maju dan meletakkan kertas itu seperti yang di perintahkan. Dengan wajah di tekuk dan kaki yang diseret ia kembali ke tempat duduknya. Sebelum ia melemparkan tatapan tajamnya pada Mona. Sedangkan yang ditatap membalas pandangan itu dengan cengiran lebar dengan dua jari kanan membentuk huruf V di sisi wajah kanannya.

Sebelum benar-benar duduk, Niko sempat mendengar kekehan pelan dari ketiga temannya. Gilbert, Ari dan Simon.
Ia pun mencebik kesal sambil melipat tangan di dada.

Hingga bel istirahat kedua berbunyi, penghuni kelas itu nampak bernafas lega. Disusul dengan suara-suara ribut khas selesai ujian sejak guru yang bersangkutan telah berpaling.

Suara itu seketika lenyap saat seseorang membuka pintu dengan cara membanting hingga menghasilkan bunyi keras. Seluruh penghuni terpanjat kaget. Begitu juga Vaneshya, langsung mengalihkan tatapannya dari novel yang baru saja ia buka saat mendengar suara bantingan pintu.

Seluruh murid itu kompak memandang si pelaku. Menatap heran pada seorang pria yang sangat mudah di tebak kalau ia sedang tersulut emosi. Kilatan emosi di matanya nampak kentara dengan wajah yang memerah hingga ke ujung telinga.

Gilbert sedikit merasa risih kala tatapan pria itu berhenti tepat padanya, tanpa berpaling pria itu perlahan berjalan mendekat kearahnya.

"Oh jadi ini dalangnya. Cowok sok kegantengan yang berani ngerayu pacar orang?" Ucapnya penuh emosi. Pandangannya masih berlabuh pada Gilbert.

BundarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang