17 | Semuanya percuma

511K 30.3K 1.9K
                                    

Maaf aku tidak bisa merelakanmu, karena bagiku jika sudah milikku ya milikku. Tidak bisa dilepas begitu saja.

***

Rumpang-Nadin Amizah

Lagunya enak, dengerin ya!

***

Semalaman Anara tidak tidur, menyebabkan pagi ini kantung matanya menghitam, untung saja dia memiliki concealer jadi dapat ditutupi oleh itu. Karena obat tidur yang tidak ia minum dan ada beberapa hal yang ia pikirkan. Salah satunya; Kembalinya Pram dan Galang yang semalam mengantar nasi goreng ntah untuk siapa.

Gadis itu menatap dirinya dipantulan kaca, badannya sedikit gemuk, mungkin karena usia kehamilannya terus meningkat. Rok yang ia pakai sudah mulai sempit sehingga menjiplak lekukan tubuhnya.

Karena tidak memiliki lagi seragam yang cukup besar, Anara terpaksa memakai roknya meski tanpa ikat pinggang. Bila saja guru kedisiplinan melihatnya Anara akan kena hukuman karena tidak lengkap memakai atribut.

Anara segera turun ke bawah, dia terlambat dan belum memasak untuk sarapan. Gadis itu tersentak karena melihat Galang sudah bangun dan sedang mengolesi selai pada roti. Anara ingin merutuki dirinya sendiri, seharusnya dia yang lebih awal bangun dan melayani suaminya, bodoh.

"Tumben," ucap Galang tanpa menoleh pada Anara, fokusnya masih pada roti yang dipegangnya.

Anara segera menghampiri Galang, dan mengambil alih pekerjaannya mengolesi roti. "Gue aja."

"Lo makin gendut, ya," Galang memandangi tubuh Anara dari atas sampai bawah, "jangan banyak makan, nanti perut lo terlihat makin jelas."

Anara menaikan alisnya sebelah. "Perut gue akan semakin membesar, mau makan atau pun nggak."

Galang tak lagi bersuara, dia mengambil roti yang baru saja Anara olesi oleh selai coklat.

"Lo nggak usah anterin gue, udah siang nanti lo kesiangan." Kata Anara.

"Gak papa, gue mau bolos hari ini." Galang berniat bolos karena sudah lama dia tidak bolos, dan menongkrong di Warung Abah semenjak menikah dengan Anara. Padahal dulu hal itu tidak pernah absen dari kamusnya.

"Lo bolos, gue bilangin Mami." Ancam Anara, dan Galang tak bisa berbuat apa-apa. Ternyata pilihannya untuk keluar dari rumah tidak semenyenangkan yang dia kira, terlebih hidup bersama Anara membuatnya seperti memiliki CCTV berjalan untuk Maminya.

"Oke." Galang menyampirkan tasnya di bahu kanannya, lalu berjalan meninggalkan Anara. Lelaki itu menoleh dengan tatapan datar. "Ternyata lo nyebelin dari yang gue kira."

***

Anara sampai di sekolah pukul 7.15. Dia telat lima belas menit, tentu gadis itu mendapat teguran dari guru kedisiplinan di depan gerbang tadi, apesnya lagi guru menyadari Anara tidak memakai ikat pinggang. Kalo saja grab yang ia naiki tidak lama, mungkin dia akan tiba sepuluh menit lebih awal.

Ini kali pertamanya Anara dapat catatan dari guru kedisiplinan, untungnya dia tidak sampai di hukum karena berkat gelarnya sebagai murid kesayangan guru-guru Anara bebas hukuman, ya hanya saja namanya ada dalam catatan Bu Ilma-guru kedisiplinan.

Kecuali sweater over size yang Anara pakai, tidak ada satu guru pun yang menegurnya. Itu karena koneksi Gina sangat kuat di SMA Kencana, entahlah ibu mertuanya beralibi seperti apa sampai dia diperbolehkan memakai sweater setiap hari bahkan saat jam pelajaran.

Gadis itu masuk ke dalam kelasnya, sudah ada Bu Regita di sana sedang mengabsen murid 11 IPA 1. Anara mengetuk pintu dan diperbolehkan masuk, untung saja gelarnya bisa ia manfaatkan, bila yang telat ada murid yang lain mungkin Bu Regita akan membiarkannya diam diluar dan tidak bisa mengikuti pelajarannya.

"Ara tumben kamu telat?" tanya Bu Regita saat gadis itu menjatuhkan badannya di bangku.

"Maaf, Bu. Tadi macet." Bila saja seperti itu, Anara tidak sepenuhnya berbohong.

Bu Regita mengangguk. "Baik, fokus ya, Ra."

"Iya, Bu."

"Bu nilai ulangan belum ibu umumin," Seorang siswa mengacungkan tangannya, jelas semua anak yang sudah tau nilainya akan jelek menatap mata Fandi tajam.

"Oh iya ibu lupa," Bu Regita segera mengambil setumpuk kertas di dalam tasnya.

Bu Regita menatap Anara kecewa, biasanya dia bangga bila ulangan dan yang mendapatkan nilai sempurna adalah Anara, murid favoritnya.

Mata Bu Regita menatap Zona, gadis yang selalu mendapatkan rengking dua di kelas. "Nilai kamu paling besar, 90."

Lalu pandangannya beralih pada Anara, dia menggeleng kepala. "Ra kenapa? Nilai kamu yang paling kecil, 20."

Semua murid di kelas terkejut, bagaimana bisa Anara yang bisa dibilang siswi terpintar di SMA Kencana mendapatkan nilai serendah itu.

Anara hanya diam dan menunduk, Anara selalu tidak fokus dalam hal pelajaran akhir-akhir ini. Banyak masalah yang mengganggu fikirannya. Bahkan seumur hidup nilai Anara tidak pernah serendah itu, 100 adalah nilai mati untuk Anara.

"Ra, fokus. Kamu udah banyak berubah, kamu boleh ngerelain mimpi kamu buat dapet beasiswa, Ra. Tapi ibu mohon jangan relain prestasi kamu."

"Bu saya permisi ke toilet," Anara segera berdiri keluar dari kelas, dadanya sesak. Masa depannya hancur karena kebodohannya, Anara tidak akan menyalahkan Galang akan ini, dia juga terlibat. Ini bukan pemerkosaan, karena Anara menikmati malam itu walau tidak ia ucapkan.

Anara berlari di koridor, di lapangan ada anak IPS 3 sedang berolahraga. Jay yang ada dilapangan itu sempat memanggil Anara karena tidak biasanya gadis itu berlari di koridor sendirian, apalagi ini jam pelajaran. Tidak mungkin untuk gadis pintar seperti Anara membuang waktu belajarnya hanya untuk berlari di koridor sendiri.

Anara berlari menuju taman belakang, tempat yang luas dengan tumbuhan hijau dan danau kecil. Tempat itu sering dipakai oleh siswa-siswi sebagai tempat menenangkan fikiran dan bila untuk anak-anak yang tidak tau ahlak dipakai untuk berpacaran.

Gadis itu duduk di bangku besi panjang depan danau, matanya lurus menatap air danau yang tenang. Sampai pandangannya beralih pada seseorang yang duduk di sampingnya, membelai surai rambut gadis itu. Lalu di selipkan sebagian rambutnya ke danau telinga.

"Bidadari gak pantes buat sedih."

***


Ini part terpendek yang aku tulis sumpah, sengaja aku gantungin haha kesel kan:v

Komen yang banyak kalo kalian penasaran.

Galang : Musuh Jadi Suami? [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang