vāyu-

955 67 1
                                    

gimana? masih penasaran sama INDIGO gasih?

🚨 🚨 🚨


Derak lemari kayu terdengar begitu nyaring menggema di seluruh ruangan. Puan Sastro berdiri untuk membuka salah satu dari dua pintu lemari itu.

Tanganya meraba ke dalam, mencari cari sesuatu sejak terakhir kali dia bilang akan menceritakan sebuah kisah.

Puan Sastro kemudian berjalan ke arahku dan memberikan selembar foto lamanya dengan seorang gadis yang sepertinya tidak asing lagi di mataku. Aku mengamatinya. Siapa dia? Detik itu juga aku sadar, dia pasti adalah madam Caterina.

"Dulu.. berpuluh-puluh tahun yang lalu ketika sekte pemuja setan telah menjamur di kalangan masyarakat. Kakekmu, Bagaspati adalah orang dengan ilmu yang paling kuat diantara orang pintar lainya, sehingga banyak ingin berguru padanya tetapi bukan sembarang orang, hanya orang tertentu-

Saya dan Caterina termasuk dari orang tertentu itu, kami juga dekat dengan beliau. Selang beberapa tahun ilmu kami semua semakin berkembang, Bagaspati selalu mengingatkan pada kami bahwa ilmu itu hanya digunakan disaat saat tertentu, seperti menolong orang dengan tujuan baik-

Tapi Caterina selalu egois dan ingin menjadi yang terbaik diantara kami semua, membuat kami perlahan membenci sifat busuknya. Suatu hari karena keserakahan Caterina mencuri salah satu buku pusaka Bagaspati, kami yang mengetahui hal tersebut mencoba menghentikannya, namun dia malah menyerang kami dengan ilmu santet yang sudah dipersiapkanya tanpa kami ketahui-

Namun Bagaspati bukan orang bodoh, dia tau dan dia menyimpan buku yang asli. Caterina hanya pergi membawa buku duplikat. Mengetahui hal tersebut Bagaspati menyembuhkan kami semua dari pengaruh santet Caterina. Sejak saat itu beliau memutuskan untuk menutup pengajarannya dan fokus ke perjalanan ilmu terakhir."

Aku perlahan mencerna semua yang dikatakan puan Sastro dalam dalam.
"Perjalanan ilmu terakhir? Maksud puan?" Tanyanya kemudian.

"Iya Queena. Ilmu itu merupakan bagian terakhir pelengkap buku pusaka Bagaspati"

"Buku pusaka? Buku pusaka yang mana?"

Puan Sastro menunjukan buku pusaka itu dan aku pun tertegun mengetahui bahwa buku pusaka yang dimaksud adalah buku yang kutemukan di loteng waktu itu.

"Kau belum membacanya?"

"Hanya halaman pertama. Sebenarnya buku apa itu puan? Saya tidak berkenan sama sekali dengan buku semacam itu, saya tidak ingin keluarga saya ikut menanggung resikonya nanti"

"Buku ini berisi catatan kakekmu mengenai penelitianya tentang mahluk ganas yang tak terlihat dan tak mau dilihat"

"Bisa jelaskan mengenai lambang yang ada ditengah itu?"

"Lambang itu dulu dipercaya untuk mengunci segala mata jahat yang bersifat mengancam, lambang itu terkutuk. Pada zaman kuno simbol ini digunakan oleh para leluhur untuk menghukum mereka yang melakukan kesalahan"

"Tapi menurut saya ini hanya sebuah buku" Aku mengernyit

"Akan ada petaka" Puan Sastro menatapku serius.

"Apa maksud puan?"

"Kau tau jelas maksud saya, buku ini bisa membawa petaka"

"Bagaimana kalau saya tidak percaya puan?"

"Cepat atau lambat penglihatanmu lah yang akan memberi jawaban. Percayalah kepada apa yang kau lihat, sesungguhnya penglihatan yang dianugerahkan Tuhan kepadamu adalah nyata"

Aku masih terdiam kaku mengingat apa yang diucapkan puan Sastro. Rahangku menegang, tanganku menahan getar.

Puan Sastro lalu menggenggam erat tanganku.
"Kembalilah jika ucapanku sudah terbukti" Aku hanya mentapnya datar.

Tanganku meraih buku itu dan kembali memasukannya dalam ransel. Aku mulai mengatur nafas agar semuanya kembali normal, kami pun berpamitan, puan Sastro memberikanku nomor ponselnya.

Sesaat kemudian aku keluar dari ruangannya, udara segar mulai masuk dan memperbaiki rasa tegang dalam diriku.
Pikiranku mulai jernih, aku harus melupakan semua ini.

Tapi dering telepon kemudian membuyarkan lamunanku. Dari Kio,
"QUEEN! KAU DIMANA!?KAU BAIK BAIK SAJA!?KENAPA TIDAK ADA!?AKU DIRUMAHMU DAN---" Aku memotong bicaranya yang tanpa titik koma itu.

"Kau ini kenapa!? Aku baik baik saja. Kau sudah pulang dari bandung? Cepat sekali"

"Tidak tidak bukan waktunya membahas itu, apa yang terjadi dengan rumah kakek? Banyak sulur tumbuhan dan kotor"

"Jangan bercanda! Itu tidak lucu"

"Siapa yang bercanda! Aku sungguhan.. aku takut, tadi aku coba masuk dan yang kulihat adalah---" Kio berhenti bicara.

"Apa yang kau lihat? Jangan coba membodohiku"

"Aku melihat banyak darah"

"Apa!? Tidak mungkin, kami semua baru meninggalkan rumah dan semuanya baik baik saja, rumah kakek bersih tidak ada masalah"

"Aku tidak tau, aku akan mengirimkan fotonya kalau bisa. Ck bahkan sudah kucoba berkali kali tapi gambarnya tetap saja tidak bisa kuambil"

"Daripada kau banyak bicara seperti itu, lebih baik sekarang kau menjemputku"

Setelah aku mengirimkan lokasi pada Kio, akhirnya tidak sampai 10 menit dia sudah sampai dengan mengendarai mobilnya.

Kio diam mengikuti apa yang ingin aku lakukan, kurasa dia tau kalau mood ku sedang tidak baik. Sesampainya di halaman rumah, aku segera celingak-celinguk mencari satu kebenaran saja dari apa yang dikatakan oleh Kio tadi.

Tapi apa yang kutemukan? Tidak ada.

Kio membelalakkan mata seperti tak percaya. Kami masih didekat pintu mobil mencoba menyimpulkan apa yang terjadi. Hingga langkah kaki Kio mulai mendekat ke rumah pelan pelan, setibanya di pintu jemari tanganya meraba ke permukaan pintu kayu yang tengah renyot itu. Dia kehabisan kata kata menatapku, aku hanya diam sembari menghela nafas panjang.

"Sudahlah Ki, ayo masuk"

T B C

Sampai ketemu lagi di chapter selanjutnya!!
Pastinya ga akan kalah seru dong

"Awas dia ada di belakang..."

IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang