"Kita punya kepedulian besar pada orang lain, sebuah tindakan tanpa mengharap balas" -ENFJ
Mark POV
Pukul 05.00 P.M. Sudah setengah jam aku berada di IGD klinik dekat sekolah setelah kejadian di gymnasium tadi. Dengan perasaan cemas aku tatap gadis yang sedang terbaring tak sadarkan diri di atas bed klinik.
"Hey, tenanglah. Dia hanya cedera ringan. Aku sudah memeriksanya dan sudah memberikan obat di kepalanya. Sebentar lagi dia akan sadar," sahut dokter muda yang bekerja di klinik tersebut.
Baiklah aku akan sedikit tenang walaupun masih khawatir. Dia terbentur bola lumayan keras tadi. Walaupun kejadian itu bukan salahku namun entah kenapa aku sangat khawatir.
Sekarang seharusnya sudah jam pulang sekolah. Orangtuanya pasti akan khawatir kalau anaknya belum pulang kerumah. Mungkin ibu bisa membantuku.
Kukeluarkan smartphoneku dari dalam saku jaket dan aku pun mulai menghubungi ibuku dengan harapan ibu bisa menyampaikannya kepada orangtua Ashley mengenai kejadian ini.
"Hello, mom? Aku sepertinya akan pulang telat. Apakah ibu kenal tetangga kita Mr. Jeff? Aku tak begitu yakin apartemennya nomor berapa tapi anaknya, Ashley, sedang berada di klinik dekat sekolah karena kepalanya terbentur bola basket dan sekarang sedang tak sadarkan diri. Ya, Aku sedang menemaninya sekarang. Aku takut orangtuanya khawatir. Apa? ibu kenal dengan Mrs. Jeff? Syukurlah. Sampaikan kepada mereka jangan khawatir. Kata dokter sebentar lagi dia akan bangun dan aku akan mengantarnya pulang. Bye mom,"
Tak lama setelah aku menutup sambungan telephone, Ashley mulai sadarkan diri dan perlahan membuka matanya.
"Eungh ... dimana ini?" tanyanya sedikit heran.
"Kita berada di klinik dekat sekolah. Kepalamu terbentur bola cukup keras tadi sampai tak sadarkan diri," jawabku.
"Hey nak, kau sudah sadar? Kepalamu ku periksa lagi ya," sahut dokter muda tadi.
Ashley hanya mengangguk dan membiarkan dokter muda itu memeriksa kepalanya.
"Kau menderita geger kepala ringan tadi dan sekarang sepertinya sudah tidak apa-apa. Aku akan memberikan resep obat untukmu agar kau cepat pulih. Pacarmu dari tadi khawatir soalnya," jelasnya panjang lebar.
Wait, aku bukan pacarnya. Sepertinya dokter ini salah sangka.
"i'm not her boyfr-"
"Sorry, he's not my boyfriend,"
Dengan cepat dia juga menyangkalnya. Dokter ini mau buat keadaan kami makin canggung ya? Sial.
"Oops, i'm sorry. My bad," jawab dokter muda itu santai.
Aku hanya bisa menghela napas karena keadaan kami berdua jadi semakin canggung.
"Aku sudah menelfon ibuku untuk memberitahu Mr. dan Mrs. Jeff kalau kau sedang berada di klinik sekarang. Kuharap orang tuamu tidak khawatir karna aku sudah janji untuk mengantarmu pulang setelah ini," jelasku padanya.
"What?? Seharusnya kau tidak melakukan itu. Argh, Sial. Ini akan jadi masalah yang panjang," jawabnya frustasi.
"Huh? Why?"
"Kau tak akan mengerti," balasnya lagi.
Okay, dia sungguh rumit.
"Darimana kau tahu nama keluargaku?" tanyanya lagi kepadaku.
"Dari pak Dennis tadi saat sedang mendaftarkan namamu di klinik," jawabku santai.
"Ashley Jeff, kau anak dari Dr. Adam Jeff ya?" tanya dokter itu tiba-tiba ke Ashley.
"Yeah, dokter kenal ayahku darimana?"
"Ayahmu pernah jadi narasumber dalam salah satu kuliah umum yang diselenggarakan kampusku saat aku jadi mahasiswa dulu. Dia dokter gigi yang sangat paham mengenai susunan saraf dan susunan pembuluh darah. Aku sangat kagum. Aku yakin kau akan mewarisi bakatnya sebagai dokter kelak," jawab dokter itu panjang lebar.
Wow, Aku baru tau ayahnya Ashley seorang dokter. Ini hebat, cita-citaku sekarang adalah menjadi seorang dokter yang bisa merawat ibuku. Mungkin aku bisa berguru dengan ayahnya. Tapi apakah ini hanya firasatku saja? sekarang dia terlihat sangat tidak senang. Yup, sangat-sangat tidak senang.
"Kuharap itu hanya pemikiran dokter saja," jawab Ashley yang tiba-tiba tersenyum kepada dokter muda tadi.
Oh Wait, perubahan ekspresi macam apa ini. Aku jadi merinding. Dia memang gadis yang sangat misterius.
"ASHLEEEEY ARE YOU ALRIGHT???" pekik salah satu teman wanitanya yang baru saja masuk kedalam ruangan IGD klinik.
"Nona, tolong jangan berisik di depan orang sakit," tegur dokter itu kepada temannya Ashley.
"O-Oh ... I'm sorry," jawab gadis itu malu.
"I told you, Jean. Don't be noisy." Balas teman prianya yang tadi ikut bertanding Basket dengan ku.
"I'm alright Jean. Hanya saja aku masih terasa sedikit pusing," jawab Ashley lembut.
"Kami bawa barang-barangmu kesini. Jadi kau tinggal langsung pulang saja setelah dari sini. And Mark, this is your bag and your basket ball right?" tanya teman pria Ashley kepadaku.
"Yes, thanks ee ...,"
"Leon, my Name is Leon Gerald. "
"Oh okay, thanks Leon. "
"No problem. "
"Aaand my Name is Jean Lexa. You can call me Jean," sambung gadis bernama Jean sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman denganku.
"Mark Steven. You can call me Mark." Jawabku sembari menyambut tangannya yang ingin bersalaman.
"Kau bermain basket dengan sangat keren tadi, Mark," puji Jean kepadaku.
"Thanks, but Leon not bad too," balasku sambil memuji Leon.
"Thanks, bro. I hope we can play basketball together again," jawab Leon antusias.
"Of course we can, bro," balasku lagi yang tak kalah antusias.
"Aku rasa aku harus pulang sekarang," sahut Ashley tiba-tiba memotong pembicaraan kami. Dia kemudian mulai bangkit dari atas bednya.
"Perlu kubantu?" tanyaku padanya.
"Tidak, tidak usah. Aku bisa," jawabnya.
Dia berusaha untuk turun dari atas bed namun kakinya masih belum terlalu kuat untuk berdiri.
"Ashley, jangan paksakan dirimu kalau masih belum bisa berdiri," tegur Jean.
Dengan sigap aku langsung memegang tangan kanan Ashley dan mengalungkan nya di bahuku. Kemudian tangan kiriku memegang pinggang mungilnya untuk menahan agar dia tidak roboh kembali.
"Akan kuantar kau pulang. Aku sudah janji dengan orangtuamu dan pak Dennis untuk mengantarmu pulang," sahutku padanya.
"Tidak perlu, aku-"
"Yes please, Mark. Antar dia pulang dengan selamat. Dia ini gadis yang sangat keras kepala," celetuk Jean.
"Jeaaan.. Haaah," dengus Ashley yang sedikit kesal kepada Jean.
"Okay, ayo pulang. Tapi kau tak perlu membopohku seperti ini. Aku bisa berjalan sendiri," balasnya sembari melepaskan tangannya dari bahuku.
"Ok, personal space. I get it," sahutku pelan.
"Ashley, ini obatmu ya. Jangan lupa yang ini diminum 3 kali sehari dan yang ini rutin di oles tiap malam di kepala mu. Sampaikan salamku kepada Mr. Jeff dari dokter Hans, demisioner presiden mahasiswa kedokteran Vancouver university. Get well soon," sahut dokter muda bernama Hans tersebut sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
"Okay, thanks doctor," jawab Ashley singkat.
• • • •
KAMU SEDANG MEMBACA
MBTI Series : Mr. Sunshine (INFP girl & ENFJ boy) ✔
Teen FictionPernahkah kamu merasa di dunia ini tidak ada yang bisa mengerti kamu? bahkan kamu merasa orangtuamu pun tidak pernah mengerti kamu. Gelap, sunyi, itulah gambaran hatimu. Pernahkah? Ya seperti itulah diriku. Aku bahkan tak punya banyak teman karna k...