"Sulit bagi kita untuk memutuskan pertemanan yang terlanjur terbentuk walaupun kita tau bahwa kita hanya dimanfaatkan. Semua terjadi karena kita sangat menghindari konflik dan pertengkaran" -INFP
Jean POV
Pagi yang cerah. Angin semilir berhembus meniup rambut pirangku pelan menandakan musim gugur akan segera tiba. Suara riuh siswa siswi yang berdatangan ke sekolah mulai terdengar di segala sisi.
"Morning Leon!" sapaku pada Leon.
Aku kalungkan lengan kananku ke lehernya dengan bersemangat.
"Akh, Jean leherku hampir putus," balasnya kesal.
"Hehe, udaranya mulai sejuk ya. Kurasa sebentar lagi musim gugur akan tiba," lanjutku lagi.
"Bicara tentang sejuk, aku rasa pemandangan di depan kita akan membuatmu merasa kurang sejuk," ucap Leon sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah Ashley dan Elena.
Mereka tampak berjalan bersama menuju pintu masuk sekolah sambil berbincang akrab. Seketika moodku langsung berubah.
"Leon, kau merasa ada yang aneh dengan Elena tidak? Aku merasa dia sedang mendekati Ashley karena suatu hal. Dia tidak segampang itu membuat pertemanan. Dia selalu memikirkan benefit yang bisa dia dapatkan dari temannya." Sahutku panjang lebar.
"Yeah, aku juga berfikir begitu. Tapi kau tau kan kalau Ashley itu terkadang keras kepala? Sulit untuk memberitahunya jika ada seseorang yang sedang memanfaatkannya. Dia hanya melihat kebaikan orang lain jadi dia sangat gampang untuk dimanfaatkan," lanjut Leon.
"Benar! Itulah satu-satunya sifat yang aku tidak suka dari Ashley. Terlalu baik sampai dia terlihat bodoh karena bersikap baik pada orang yang salah. Tapi karena itu juga aku mau berteman dengannya. Dia orang yang tulus."
"So? What will you do?" tanya Leon.
"Aku harus bicara mengenai hal ini dengannya nanti. Kuharap kali ini dia mau mendengarkan"
• • •
"Ashley, morning!" sapaku pada Ashley sembari meletakkan buku di atas mejaku.
"Morning too, Je." Balasnya sembari tersenyum.
"Kulihat kau makin akrab ya dengan Elena. Kuharap kau sadar kalau gelagat Elena yang mulai mengakrabkan diri padamu itu ada maksud tertentu," sindirku halus.
"Maksudmu?"
"Maksudku, Elena itu licik dan hanya berteman karena sedang membutuhkan apa yang dia mau. Jika dia tidak mendapatkan apa yang dia mau, dia akan berusaha membuat orang lain membenci orang tersebut. Itulah alasan kenapa aku langsung keluar dari tim cheerleader setelah berlatih selama 2 bulan," jelasku padanya.
"Apakah itu pengalaman pribadimu?" tanyanya kembali.
"Tidak, tapi hal itu terjadi pada Helen anak kelas 2-6 dan aku saksinya"
"Dan apakah kau sudah bertanya pada Helen apa yang sudah dia perbuat pada Elena sehingga Elena berbuat demikian? Bisa jadi saat itu memang Helen yang salah, kan? Atau kau sudah tanya Elena mengapa dia berbuat seperti itu pada Helen?" tanya Ashley panjang lebar dan seolah sedang memojokkanku.
"WTF, Ash? Jadi kau lebih percaya dengan Elena yang baru menjadi temanmu daripada aku yang sudah lama kau kenal?" sahutku tidak percaya.
"No, not like that Jean. I mean, jangan menilai sesuatu dari satu persepsi saja. Aku bukannya tidak percaya denganmu tapi bisa jadi pendapatmu itu salah," lanjutnya lagi.
"Ash, berhentilah menjadi orang yang naif seperti ini dan sadarlah kalau kau sedang dimanfaatkan," ucapku sedikit meninggikan suara.
"Aku tidak merasa sedang dimanfaatkan kok. Kami sedang saling tolong menolong sekarang. Elena bilang dia akan menolongku agar aku bisa ikut audisi menjadi penyanyi dan aku sedang menolongnya agar dia bisa pacaran dengan Mark. That's it," balas Ashley.
"And then, apakah sekarang kau sudah mendapatkan yang kau mau? Apakah kau yakin Mark suka pada Elena?"
"Elena bilang mereka saling menyukai namun Mark belum mengungkapkan perasaannya karena aku selalu berada di dekat Mark. Maka dari itu dia minta pertolonganku. Elena juga bilang dia akan membantuku ke New York City untuk ikut audisi disana dalam waktu dekat," jawabnya.
Dugaanku benar. Semuanya hanya permainan Elena. Dia pasti tidak suka Ashley semakin dekat dengan Mark. Audisi itupun akan menjadi keuntungan bagi Elena karena Ashley harus ke New York dan menjadi jauh dari Mark.
"Apakah Mark yang bilang langsung kepadamu kalau dia jatuh cinta dengan Elena? Bagaimana jika kau gagal membuat mereka pacaran? Kau sudah tau apa yang akan terjadi setelahnya?" tanyaku kembali.
Ashley terdiam. Dia tidak menjawab pertanyaanku.
"Ok, lets make this simple, Ashley. Believe my word and leave Elena or ignore me and keep going with that shit. Choose it," tegasku memperjelas segala yang sudah kami perdebatkan daritadi.
"I ... I believe you but I have to keep going with that." Jawabnya ragu-ragu.
Haaah, Ashley kenapa kau sekeras kepala ini sih?
"Ok, up to you. You just such a stubborn girl. Jika kau percaya kata-kataku kau tidak akan melanjutkannya. Sekarang semua terserah padamu. Aku tidak akan peduli lagi," ucapku kesal.
"Hey, Jake. Bisa bertukar tempat duduk? Aku sedang tidak mood duduk disini," sahutku pada salah satu teman sekelas kami yang duduk di kursi paling depan.
"Umm, yeah. Sure." Balasnya tanpa basa basi.
"Je, i'm sorry. You don't have to do this," ucap Ashley yang sedang merasa bersalah padaku.
Aku tak memperdulikan ucapannya barusan. Akupun dengan segera membereskan barang-barangku yang ada di atas meja dan duduk menjauh dari meja Ashley. Perasaanku campur aduk antara marah, kesal dan kecewa dengan Ashley. Jadi, lebih baik aku menjauh dulu darinya sampai marahku reda.
• • •
Ashley POV
Aku berjalan dengan tatapan kosong menuju toilet sekolah. Sejak dua jam yang lalu aku tidak fokus mendengarkan pelajaran di kelas. Tentu saja karena aku kepikiran Jean.
"Apa yang sudah kulakukan?" gumamku lirih.
Kenapa sekarang semuanya menjadi semakin complicated.
"Haaah...." Aku mendesah cukup keras.
Rasanya ingin sekali semua beban pikiranku ikut keluar dari desahan tadi.
Aku masuk ke dalam toilet paling ujung dan terduduk di atas kloset yang sudah kututup. Yang kulakukan disini hanyalah menenangkan pikiran sejenak dan mencuci wajahku agar kembali segar.
Kreeek
Tiba-tiba suara pintu terbuka.
"Hahaha, bodoh sekali. Hahaha."
"Iya, hahaha."
Terdengar suara wanita sedang tertawa bersama teman-temannya. Mungkin ada sekitar 4 atau 5 orang. Setelah nya terdengar suara air keluar dari kran wastafel dan suara pouch make up yang di letak di atas wastafel. Sepertinya mereka ke sini hanya untuk memperbaiki make up.
"So, Elena, apakah rencanamu berjalan lancar?" tanya salah seorang wanita.
Elena?
Aku terdiam dan mengangkat kakiku perlahan agar mereka tidak sadar dengan kehadiranku disini.
"Of course, dia sangat bodoh, you know. Dan ini juga menguntungkanku untuk bisa semakin dekat dengan Mark," sahutnya.
Apakah yang dia maksud aku?
"Wah, kalau kau berhasil jangan lupa ajak kami makan-makan ya. Kita rayakan kesuksesanmu itu. Oh iya, siapa nama gadis itu?" tanya salah seorang wanita lainnya.
"Ashley, dia dari kelas 2-1."
• • •
KAMU SEDANG MEMBACA
MBTI Series : Mr. Sunshine (INFP girl & ENFJ boy) ✔
Fiksi RemajaPernahkah kamu merasa di dunia ini tidak ada yang bisa mengerti kamu? bahkan kamu merasa orangtuamu pun tidak pernah mengerti kamu. Gelap, sunyi, itulah gambaran hatimu. Pernahkah? Ya seperti itulah diriku. Aku bahkan tak punya banyak teman karna k...