"Ketertarikan kita terhadap orang lain adalah murni" -ENFJ
"ASHLEY MORNIIIING!!" pekik salah satu temanku yang sangat hyperaktif, Jean.
Dia berlari menuju posisiku yang sedang membuka loker dan dengan ganas memelukku.
"Jean, please. Kita jadi bahan tontonan satu sekolahan gara-gara suara cemprengmu," balasku.
"I don't care. Babe," jawabnya centil.
Perkenalkan dia Jean Lexa. Satu-satunya wanita yang menjadi teman dekat ku di kelas setelah,
"Jean, you're so noisy," celetuk Leon.
Ya, setelah Leon Gerald. Satu-satunya pria yang menjadi teman dekatku di kelas dan juga merupakan teman debat Jean sehari-hari.
"What's your problem boy?" tanya Jean sinis.
"Your voice is my biggest problem," jawab Leon singkat.
"How dare you!!"
"Aww, Jean stop. Badanku bisa biru kalau kau cubit teru- akh!!"
Yep, pemandangan yang biasa kulihat setiap hari. Perkelahian antar dua insan yang seperti anak-anak.
"Guys, aku duluan ke kelas," sahutku yang kemudian menghentikan perkelahian mereka.
"Ashley wait!!!!" seru Jean sebelum meninggalkan Leon.
"So, did you know di kelas sebelah bakal kedatangan siswa pindahan dari Miami? Miami lho, he must be so hot," cerita Jean panjang lebar.
"Yes i know. Namanya Mark. Dan aku tidak tertarik membicarakan tentang cowok," balasku datar.
"What?? Kok bisa tau?" tanyanya keheranan.
"He's my new Neighbour," jawabku.
"Jean kau ini haus lelaki ya??" ejek Leon, lagi.
"Iiih Leon, STFU!!" balas Jean kesal.
Haaah, batinku lelah melihat mereka. Aku tak tau kenapa bisa dekat dengan mereka berdua. Awal mula aku berteman dengan Jean karna memang dia yang ingin mengajakku berteman duluan. Tanpa basa basi dia selalu berada di dekatku dan selalu menghiburku. Lama-lama aku jadi senang berteman dengannya. Dan Leon, aku bisa akrab dengannya karna kami selalu duduk berdekatan dan entah kenapa kami berdua selalu memiliki isi pikiran yang sama. Semacam sudah ditakdirkan untuk berteman, maybe?
"Come on, guys. Nanti kita telat masuk kelas," sahutku dan mulai berjalan dengan langkah cepat.
• • • •
Mark POV
30 menit sebelumnya
"Bu, aku pergi," sahutku.
"Ya hati-hati di jalan Mark. Kuharap kau mendapat banyak teman di sekolah barumu," jawab ibuku yang masih berkutat dengan piring kotor di dapur.
Aku tersenyum kearahnya. "Bye mom," balasku lagi.
Aku keluar dari apartemenku sambil membawa ransel dan bola basket pemberian almarhum ayahku. Ya, ayahku lah yang menjadi alasan kenapa kami pindah ke Vancouver, Canada. Walaupun awalnya aku tidak berharap untuk pindah, tapi kalau dilihat-lihat Vancouver yang sekarang bagus juga. Not bad. Menurutku apartemen di sini juga bagus dan nyaman. Asalkan ibuku bahagia akupun bahagia.
Aku berjalan menelusuri lorong apartemen sambil sedikit memainkan bola basket di tanganku dan setelah hampir sampai ke dekat lift aku mendapati pintu lift yang hampir tertutup.
"Wait!!" seruku sambil berlari kearah lift.
Aku bersyukur gadis di dalam lift masih mau membukakan pintu liftnya untukku.
"Oh god, thank you," sahutku.
"No problem," jawabnya singkat.
"Kau tinggal di lantai 7 juga ya?" tanyaku.
"Ya," jawabnya yang lagi-lagi sangat singkat.
Oke biar kutebak, gadis ini pasti sedang datang bulan atau dia memang orang yang kaku. Tapi kalau di perhatikan lagi sepertinya dia sebaya denganku dan entah kenapa aku tertarik untuk berkenalan dengannya.
"Namaku Mark. Aku baru pindah dari Miami ke apartemen nomor 271 bersama ibuku. Salam kenal," sahutku tiba-tiba sambil menjulurkan tangan dengan harapan dia mau membalas salamanku.
"Ashley," jawabnya singkat setelah sekilas melihat wajahku dan tanpa membalas salamanku.
Okay, she is both. Dia adalah gadis kaku yang sepertinya sedang datang bulan. Great. Aku sampai malu di buatnya. What an awkward conversation. Aku langsung menarik tanganku perlahan.
"Okay ...," sahutku pelan.
Tak lama kemudian pintu lift terbuka dan dia keluar dengan sangat terburu-buru.
Setelah keluar dari gedung apartemen, aku berjalan di belakangnya and guess what? sepertinya kami searah kah? Apakah kami menuju halte yang sama? Setauku halte pemberhentian bus disini hanya membawa ke Middle Highschool of Vancouver dan Senior Highschool of Vancouver. Jadi apakah dia satu sekolah denganku? Damn, kenapa sosok kaku dan misteriusnya malah membuatku jadi semakin tertarik untuk bisa berkenalan dengannya?
Dan dugaanku benar. Kami sekarang berada di pemberhentian yang sama, berdua dan tanpa ada percakapan yang keluar sedikitpun dari mulut kami. Aku bahkan masih ingat caranya mengabaikanku saat di dalam lift tadi. But, it's okay. Mungkin memang sikapnya sehari-hari seperti itu.
Tak lama bus pun datang. Dia masuk terlebih dahulu kedalam bus tersebut lalu aku masuk setelahnya. Kulihat bangku yang kosong hanya tinggal dua dan berada paling belakang. Sepertinya kami akan duduk bersebelahan. And yeah, keadaan kembali kaku setelah kami duduk berdua seperti saat di dalam lift tadi. Awkward moment part two?
Dia tiba-tiba mengeluarkan airpod, mulai memutar musik dan memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ok fine, dia tidak mau diganggu. Jadi aku sekarang hanya duduk santai sambil menikmati pemandangan di luar jendela yang berada di sebelah tempat duduknya. Ya, kami memandang ke arah pemandangan yang sama saat ini.
Kalau dilihat-lihat, kota kelahiranku sudah banyak berubah. Dulu aku sempat tinggal di Vancouver selama 5 tahun karena ibuku berasal dari tempat ini. Setelahnya aku pindah ke Miami karena tuntutan pekerjaan almarhum ayahku.
Aku sangat menikmati kehidupanku saat di Miami sebelumnya. Surfing dan bermain basket bersama teman-temanku adalah rutinitas yang tak bisa kulepaskan dari dalam diriku. Surfing di pantai Miami saat sore hari bersama teman temanku merupakan hal yang paling tak bisa kulupakan.
Terlebih lagi saat setelah berselancar kami akan makan seafood segar di buffet yang ada di sekitar pantai sambil menikmati matahari senja. Aku suka bermain di pantai. Aku bahkan pernah bercita-cita menjadi penjaga pantai. Bekerja untuk banyak orang sambil melakukan hobi. Nice. Tak heran kenapa kulitku lumayan kecoklatan. Ah tidak, lebih tepatnya golden skin dan gadis-gadis disana selalu memanggilku sexy Mark. Haha funny.
Ckiiiit!!
Tiba-tiba supir bus mengerem bus secara mendadak. Aku dengan reflek menangkap Ashley yang kepalanya hampir terbentur dengan kursi yang ada di depannya. Nice catch bruh.
"Are you alright?" tanyaku khawatir.
"Yes I'm fine. Thanks," jawabnya lembut dan sedikit syok.
Lalu bus berjalan kembali dan keheningan diantara kami berdua dimulai kembali. Yeah setidaknya kali ini aku mendengar kalimat yang dia ucapkan cukup panjang dari sebelumnya. Aku cukup tersenyum bangga setelah kejadian tadi.
• • • •
KAMU SEDANG MEMBACA
MBTI Series : Mr. Sunshine (INFP girl & ENFJ boy) ✔
Teen FictionPernahkah kamu merasa di dunia ini tidak ada yang bisa mengerti kamu? bahkan kamu merasa orangtuamu pun tidak pernah mengerti kamu. Gelap, sunyi, itulah gambaran hatimu. Pernahkah? Ya seperti itulah diriku. Aku bahkan tak punya banyak teman karna k...