3. Makan Malam

32 4 0
                                    

🌷🌷🌷

"Assalamualaikum ibu"
aku berlari menghampiri ibu yang berada didapur.

"Waalaikumsalam putri ibu" ibu mencium kedua pipiku.

"Wah makan besar ya"

"Iya sayang, bantuin ibu menyiapkan ini semua ya"

"Siap boss"

Kami berdua menyiapkan beberapa makanan dari mulai nasi, sayur, lauk, minuman, dan banyak lagi. Kulihat ibu begitu cekatan dalam melakukan adegan ini.

'Apa aku nanti bisa menjadi seperti ibu, apa aku bisa atau aku akan pergi terlebih dahulu'

"Kenapa putri ibu malah melamun" ucap ibu menangkup kedua pipiku.

"Ahh ibu, aku begitu senang melihat ibu lihai dalam memasak"

"Kamu juga pinter masak kok sayang. Yaudah kamu bersihin diri sana"

"Aku kekamar dulu bu"

Aku memasuki kamar dan membaringkan tubuhku diranjang kemudian meraih buku diary berwarna putih. Aku menuliskan untaian kata mengungkapkan kerinduanku pada ayah. Aku sangat rindu ingin bercerita pada beliau. Aku memejamkan mata sejenak tapi yang ada dalam fikiranku malah ucapan davin dikedai tadi.

Kata-kata itu secara ajaib memenuhi fikirankau. Apa maksud pria yang baru saja dia kenal pagi tadi. Sunggu aku tak pernah memikirkan omongan seorang laki-laki sampai seperti ini. Kata-kata itu...

'Ya, tapi aku suka'

Aduh maryam gag boleh gini ingat itu dosa maryam. Mungkin yang dimaksud suka disitu adalah sikapku saja, atau dia suka. Aku langsung mengelengkan kepalaku sambil mencoba menghilangkan fikiran yang tidak-tidak itu.

Aku buru-buru mandi agar semua fikiranku tentang davin hilang. Kenapa aku jadi lemah dalam menjaga pikiran sih. Padahal bertemu pria itu tak lebih dari dua jam, ditoko bunga dan dikedai. Tapi kenapa aku begitu peduli dengan hingga memikirkan kata-katanya.

Setelah mandi beberapa menit aku keluar dengan malas menuju ranjang. Kenapa setelah mandi tiba-tiba suasana hatiku menjadi sedikit mendung. Kenapa perasaanku menjadi tidak enak.

"Adekkkkk buru turun, abang udah laper nih"

"Berisik bang, biasanya juga gag makan bareng gitu"

"Abang lagi kangen ini makan bareng"

"Ya ya, pergi sana aku akan menyusul"

Kenapa sih Abang ini, biasanya juga gag pernah kaya gitu, pakek teriak-teriak segala.

Aku buru-buru meraih jilbab instan dan berlari menuruni anak tangga. Langkahku terhenti saat melihat dimeja makan ada tiga orang yang aku yakini salah satunya teman Bang amir. Aku berjalan kembali dengan pelan menaiki anak tangga, hingga langkahku terhenti saat pria itu memanggilku.

"Maryam"

Aku hanya diam mematung tak bereaksi apa-apa sampai bang amir mengintrupsi ku dan menyueuh ber gabung.

.........

Hari ini fadil ingin mengutarakan niatnya untuk bertaaruf dengan Maryam. Aku begitu senang, meskipun fadil mengetahui penyakit maryam namun dia mau dengan tulus menerima maryam.

Malam ini kami mengadakan makan malam bersama. Namun yang ditunggu tak kunjung turun. Aku mengalihkan pembicaraan saat melihat fadil tampak agag grogi.

Pembicaraan kami seputar pekerjaan kantor karna memang fadil ini sekertarisku dikantor. Aku tak akan meragukan lagi kualitas fadil seperti apa. Namun semua tetap kembali pada Maryam, karena dialah yang akan menjalani semuanya.

Saat pembicaraan berlangsung fadil memanggil nama maryam. Sontak aku mengikuti arah pandangan fadil. Kulihat di tangga raut muka maryam sedikit suram malam ini, apa dia sedih.

"Ayo dek kita makan bersama"

Maryam tampak begitu berat untuk melangkah kemeja makan. Dia duduk disebelah ibu dengan muka tertunduk dalam. Makan malam kami lalui dengan penuh keheningan. Hanya terdengar dentingan sendok yang saling beradu dengan piring.

Suasana tiba-tiba begitu mencekap layaknya filem aksi yang kehilangan aktor utamanya. Ditambah lagi maryam begitu muram dan lesu. Setelah menyelesaikan makan maryam langsung beranjak dari duduknya.

"Tunggu dek  "

Maryam mendudukkan kembali tubuhnya. Aku memberi kode kepada fadil agar memulai membicarakan niatnya.

"Ehemm sebelumnya saya meminta izin kepada ibu dan Amir dan juga Maryam"

Fadil tampak terlihat begitu gugup ditambahlagi sikap maryam sangat terlihat menolak keberadaan fadil. Aku menguatkan fadil dengan terus meyakinkanya kalau akan baik-baik saja.

"Saya meminta izin untuk bertaaruf dengan maryam"

Ucap fadil dengan lancar. Seketika sendok yang ada digenggaman maryam terjatuh diatas piring. Semua begitu terkejut dan menatap maryam, namun maryam buru-buru berlari menuju kamarnya.

"Fadil, aku meminta maaf atas sikap maryam. Aku tidak tau kalau akan berahir seperti ini"

"Tak apa mir, mungkin maryam belum siap karna memang ini terlalu terburu-buru"

"Nak fadil, jangan tersinggung atas sikap maryam ya"

"Iya bu, saya memakluminya"

.........

Aku menangis sejadi-jadinya didalam kamar. Aku melempar semua boneka pemberian bang amir kelantai.

"Kenapa bang amir begitu jahat pada maryam"

"Abang tidak bisa menghargai keputusan maryam"

Aku meneggelamkan wajahku dibantal dengan sesenggukan aku mencoba mengurangi isakanku.

'Tok tok tok'

"Dek, abang minta maaf"

"Abang benar-benar minta maaf"

Teriakan demi teriakan terus dilakukan bang amir saat tak mendapat responku. Hingga terdengar suara ibu menyuruh bang amir untuk membiarkanku terlebih dahulu.

Aku masih terisak pelan saat langkah kaki ibu dan bang amir menjauhi kamarku. Aku mengambil kembali buku diaryku dan menuliskan kekecewaanku pada bang amir. Beberapa kali hp ku bergetar memperlihatkan pesan masuk dari beberapa whatsapp.

Jari ku berhenti mengusap layar hp saat kulihat pesan dari nomir tidak dikenal.

08574691xxxx

Assalamualaikum nona pelit😏

Seketika senyum dibibirku mengembang begitu saja. Apa ini pesan dari davin. Batinku menerka nerka.












Tak selamanya kehendak kita berjalan dengan mulus. Ada kalanya Allah mendatangkan ujian agar kita dapa percaya bahwa setiap kemudahan adalah datang dari-nya.

Jangan lupa tinggalkan suara.
Terimakasih😊

Mahar Seribu TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang