🌷🌷🌷
Pagi ini aku sudah siap pergi ketoko bunga. Dengan setelan baju berwarna cream aku menuruni anak tangga menuju ruang tengah. Disana sudah ada ibu dan bang amir.
"Adek, maafin abang ya"
"Aku gag mau bahas itu bang"
"Tapi cobalah sedikit membuka hati kamu"
Aku tidak menjawab perkataan bang amir dan memilih pamit dengan ibu untuk bergegas ketoko bunga.
"Coba fikirkan lagi maryam. Kamu juga berhak bahagia jangan menghalangi kebahagiaanmu dengan sikapmu yang egois itu"
Kata-kata bang amir sangat menusuk hati. Aku berdiri dibalik pintu garasi dengan menhan tangis saat mendengar kalimat itu.
...........
"Sudah lah amir, kamu juga harus menghargai keputusan maryam"
"Tapi bu, jika tetap seperti itu apa maryam bisa bahagia. Maksud amir, maryam pasti hanya memikirkan tentang sakitnya bukan kebahagiaannya"
Ucapku dengan penuh rasa sedih. Dia terlalu khawatir pada adiknya itu.
"Nak, kamu harus tau jodoh itu sudah ada yang mengatur. Meskipun maryam memutuskan untuk tak menikah tapi jika Allah menghendaki jodohnya didunia dia tak bisa mengelak. Tapi jika Allah tak memberi kesempatan, pasti maryam akan bersama pasangannya diahirat"
"Ibu, amir hanya ingin melihat maryam bahagia bu. Amir ingin menepati janji pada ayah"
"Turuti kemauan adikmu selama itu untuk kebaikan"
Aku memeluk ibu. Benar apa kata beliau, yang aku lihat sebagai kebahagiaan belum tentu menyenagkan dimata orang lain dan begitupun sebaliknya.
'Ayah, akan aku tepati janji membahagiakan maryam tanpa harus membuatnya menagis'
..........
Maryam mengendarai motornya dengan kecepatan tinghi. Setelah mendengar perbincangan antara ibu dan abangnya dia merasa sedikit kecewa pada dirinya sendiri. Maryam mengarahkan kendaraannya kejalan menuju taman kota.
'Taman kota'
tulisan dari papan kayu itu terlihat masih sangat kokoh meski sudah termakan usia.
Disinilah dulu ayahnya sering mengajak dia, meakipun hanya sekedar duduk ditepi danau atau berjalan-jalan saja.
Dia mempercepat langkahnya menuju kursi kayu yang terlihat usang itu.
Tangisnya pecah saat dia kembali mengingat beberapa ucapan-ucapan abangnya tadi. Dia merasa menjadi beban ditengah keluarganya. Selama ini tak banyak yang dapat diberikan maryam kecuali rasa cemas yang menghiasai wajah para orang yang dicintainya. Dia bersusah payah menahan tangisan agar tak didengar beberapa orang yang berlalu lalang disekitarnya."Menangislah, kenapa harus ditahan"
Ucap seseorang yang tiba-tiba duduk disampingnya.
Maryam berusaha menghilangkan bekas air matanya dan menegakkan duduk."Kenapa, apa kau malau karena ketahuan menangis?"
"Aku tak menagis, aku hanya terkena debu"
Pria disampingnya menghembuskan nafas begitu berat.
"Saat aku punya masalah aku tak malu untuk menagis, meskipun aku seorang laki-laki"
Pria itu menjeda ucapannya
"Allah tak pernah menertawakan kesedihan hambanya saat hamba itu datang kepadanya dengan penuh masalah. Jadi kalau kamu gag bisa nahan masalahmu sendiri mending kamu curhat sama Allah"
'Benar juga ucpan pria ini, aku masih punya Allah yang akan mendengarkan keluh kesahku dan memberikan jalan keluar'
"Terimakasih davin"
Ya pria dengan kata-kata bijak tadi adalah davin yang tiba-tiba menjadi begitu meneduhkam.
"Nah gitu dong senyum"
Aku menunjukkan senyumku seadanya. Kami sama-sama memandang kearah danau.
"Knapa kau bisa disini?" Tanyaku pada davin
"Aku dari rumah sakit"
Mendengar kata itu aku memilih diam tak menanggapi lagi.
"mau coklat" tawar davin
Aku bergidik melihat setumpukan coklat dikardus yang begitu banyak. Maryam memang tak suka dengan coklat.
"Tidak terimakasih, apa kau berjualan coklat?"
"Tidak, ini dari ruang rawat adikku setiap minggu sekali aku mengumpulkannya dari laci"
"Kenapa adikmu?"
"Dua bulan yang lalu adikku kecelakaan sehingga mengalami kelumpuhan pada otaknya, dan hingga sekarang dia koma"
Aku terdiam mendengarkan ucapan davin. Aku merasa begitu trauma mendengar penyakit tentang otak. Menjadikanku iba terhadap kondisi adik davin. Pasti dia sangat membutuhkan banyak dukungan agar lekas pulih.
"Kau jangan memasang muka iba, meskipun dia sedang terbaring tak berdaya tapi masih banyak orang yang menyayanginya. Buktinya teman-temannya masih sempat mengunjungi dan membawakan coklat kesukaannya"
"Boleh aku menemui adikmu?"
"Tentu saja, ayo"
"Tapi ketoko bunga terlebih dahulu, aku mau mengabari stevia"
"Aku juga harus mengambil pesananku"
Merekapun pergi ketoko dengan kendaraan masing-masing. Davin merasa senang saat ada banyak orang yang masih mau perduli dengan adiknya.
Disatu sisi maryam merasa deg-degan untuk kembali kerumasakit dan melihat pasien dengan bantuan alat penyelamatam dimana-mana. Sepanjang jalan menuju toko dia berkomat-kamit berdoa agara tak tetlihat cemas. Entah mengapa mendengar cerita davin tadi hati maryam tergerak untuk menjenguk adik davin itu dirumasakit. Yang padahal demi apapun maryam sangat tidak suka tentang rumasakit.
🌷🌷🌷🌷
Selamat membaca, semoga ceritanya tidak membosankan
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahar Seribu Tulip
Teen FictionTak selamanya jodoh yang menjemput kita terlebih dahulu. Adakalanya maut tengah menanti disatu waktu tanpa kita ketahui. Rencana manusia memang begitu indah namun rencana Allah yang berkuasa diatasnya 🌷🌷 #Ly_daniaa