9. Apa aku bisa?

20 3 0
                                        


🌷🌷🌷🌷

Aku sebenarnya masih ragu untuk mencoba membuka perasaanku kembali.  Apa nanti jika seseorang tau tentang kekuranganku dia akan tetap menerimakau. Selama ini sedikitpun aku belum pernah memendam rasa atau bahkan mencintai seseorang.

Ya tuhan kenapa aku begitu lemah sekali. Hanya karena suatu hal aku sampai kefikiran berhari-hari. Ucapan bang amir tempo lalu ada benarnya, aku tak mungkin terus-terusan mengandalkan dia. Bang amir juga punya kehidupannya sendiri.

"Hai nona pelit"

Aku terbangun dari lamunanku saat tiba-tiba davin sudah duduk didepanku dan mengagetkannku.

"Davin"

"Kenapa kau murung nona?"

"Entahlah sedang banyak fikiran"

"Jangan terlalu difikirkan nanti rambutmu akan cepat memutih dan mucul kriput diwajahmu"

Aku sepontan memukul lengan davin saat dia dengan santaynya mengataiku akan cepat tua.

"Teori darimana juga itu?"

"Teoriku sendiri"

Ucap davin sembari tersenyum menampakkan gigi gingsulnya.

"Nanti skore mau ikuta ku gag?"

"Kemana?"

"Kita jalan kedanau, disana kalo sore menjelang malam suasananya sangat bagus dan ramai, aku juga punya kejutan"

Aku berfikir sejenak tentang tawaran pria didepanku ini.

"Aku gag maksa" ucap davin singkat.

"Yaudah" jawabku sembari memalingkan muka.

"Ayolah nona, sesekali kau butuh refresing biar otakmu tidak penuh dengan masalah"

Ucapnya dengan raut muka memelas.

"Katamu tadi tidak memaksa" ucapku sembari mengangkat sebelah alis

"Ini juga demi kebaikanmu agar kamu tidak terus-terusan hanya bekerja"

"Bener tuh kata davin, mending kamu jaln-jalan sambil nenagin diri, beberapa hari ini kau begitu murung"

Kata stevia yang secara tiba-tiba sudah duduk disampingku.

'Kenapa sih aku tidak pandai menyembunyikan suasana hatiku. Sampai-sampai orang tau kalau aku sedang tak baik-baik saja'

Aku meandangi davin dan stevia bergantian. Mereka sama-sama memasang muka melas membuatku sedikit jijik.

"Iya iya aku ikut"

"Nah gitu dong nona"

Aku hanya tersenyum kecil saat melihat ekspresi mereka begitu bahagia. Semoga saja aku bisa tertawa lepas seperti mereka. Tanpa memikirkan ketakutanku.

.......

Sore ini davin menjemputku ditoko bunga. Sebelumnya aku sudah memberi tau bang amir dan ibu kalau aku akan pulang malam. Entahlah apa yang dimaksud kejutan oleh davin sampai-sampai dia hanya mengajakku dan meninggalkan stevia sendiri ditoko.

"Jahat lu" ucap stevia dengan muka ditekuk

"Biarin, orang pengennya cuma ngajak maryam doang"

"Padahal udah gue bantuin buat bujuk maryam malah gag diajak"

"Gue gag minta bantuan, lu aja yang tiba-tiba ikut bantui"

"Gag ada trimakasihnya, dasar"

"Bodo amat wleee" ucap davin sembari berlari kearah mobil.

"Aku pergi dulu gag papa papa kam vi?"

"Iya udah tenang aja, pergi sono bu bos jangan pusing-pusing nanti sakit lagi"

"Makasih stevia yang cantik paripurnan atas perhatiannya"

"Ihh lu gag pantes jadi cewek lebay maryam"

"Masa sih yaudah lah, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Davin melajukan mobilnya menjauhi pelataran toko bunga. Aku memang sering pergi kedanau tapi tidak pernah sampai sore ataupun sampai malam. Setelah beberapa menit melewati jalannan yang cukup ramai ahirnya kamipun sampai diparkiran taman.

Suasana sore itu tidak terlalu ramai dan juga tidak terlalu sepi. Beberapa kendaraan roda empat yang terparkir dan dua barisan kendaraan bermotor yang berjajar dengan rapi.

"Aku mau kemushola dulu ya, belum sholat ashar"

"Baik nona"

Setelah sekitar 20 menit aku keluar dari mushola aku mencari-cari dimana keberadaan davin. Karna tak kunjung kutemui aku mencoba menghubunginya melalui telefon. Belum sampai aku menemukan nomor davin aku dikejutkan dengan seseorang yang menepuk bahuku dari belakang. Sontak aku menoleh kearah orang itu.

"Ternyata kau sudah selesai nona, aku mencarimu tadi"

"Astagfirullah davin, aku terkejut sekali"

"Maafkan aku, ayo kita kedanau"

Aku mengikuti langkah davin menuju danau ditengah taman ini. Begitu mendekat diarah danau aku begitu takjup dengan pemandangan yang ada. Bagai mana tidak, langit berwarna jingga memantulkan cahayanya kearah danau sehingga air danau tampak berkilauan.

"Cantik sekali"

"Tentu saja nona. Ayo aku sudah menyediakan tempat duduk untuk kita"

Disana sudah ada satu meja dan dua kursi yang saling berhadapan. Dan juga sudah adah kotak kado berwarna putih. Kotak itu sangat besar dengan hiasan pita berwarna marun yang menambah kesan berkelas diatasnya.

Davin menyodorkan kotak itu kepadaku dengan raut muka penuh senyuman. Aku menerima kotak itu dengan satu alis terangkat mencoba mempertanyakan apa kiranya isi kotak kado itu.

"Bukalah nona"

"Hari ini hukan ulang tahunku, mengapa aku diberi kado?"

"Ini sebagai ucapan terimakasihku kepadamu karena dengan senang hati mau merangkai bunga untuk adikku"

Aku masih dengan raut muka bingung dan tak mengerti arah pembicaraan davin.

"Jadi hari ini aku menerima kabar dari dokter bahwa adikku ada kemajuan meskipun tidak banyak, setidaknya ini kabar bahagia yang tetap patut aku syukuri"

"Benarkah, syukur lah aku ikut bahagia"

"Makadari itu aku mentraktirmu sebagai bukti rasa shukurku karna selama ini pula kamu juga yang menyemangati adikku"

Aku tak hentinya menampakkan senyumku mendengar semua cerita davin dengan mata penub binaran kebahagiaan. Setelah bercerita panjang tentang kemajuan adiknya ahirnya davin berhenti bercerita dan menampakkan senyum manisnya.

"Aku berbicara dan bercerita terlalu panjang" ucapnya sembari menggarur-garuk kepalanya.

"Ayo bukalah"

Aku kembali fokus pada kotak berwarna putih tadi. Aku membuka kotak itu dengan perlahan. Aku begitu terkejut dan merasa haru dengan isi kotak itu.





















🌷🌷🌷🌷🌷

Yuk yuk pantengin terus ceritanya. Maaf ya kalau banyak typo.
Jangan lupa tinggalkan jejak.
Terimakasih

Mahar Seribu TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang