8. Harapan

18 2 0
                                    

.......

"Astagfirulah maryam"

Aku terus mengulangi kata kata itu setelah kepergian kak fadil. Pasti orang sesaleh dia merasa ternodai dengan sikapku tadi. Buktinya dia menjawab permintak maafanku dengan singkat.

🌷🌷🌷🌷

Sebelum keruangan bang amir aku berbelok kekamar mandi terlebih dahulu untuk merapikan jilbab dan bekas tangisanku. Setelah beberapa menit kulihat semua tampak baik-baik saja aku keluar menuju ruangan abangku itu.

Niat hati memberikan kejutan kepada bang amir eh taunya malah aku yang terkejut sendiri. Bagai mana tidak saat membuka pintu ruang kerja itu yang kulihat pertama kali adalah kak fadil yang sedang berdiri terkejut karena kedatanganku. Aku yang sama terkejutnya juga ikut berdiri berhadapan dengannya. Hingga suara deheman dari bang amir mengembalikan kesadaran kita.

Kak fadil memiringkan tubuhnya mempersilahkan aku masuk. Aku tertunduk sembari berjalan cepat dan menghampiri bang amir. Terdengar bunyi pintu ditutup tanda bahwa kak fadil telah keluar. Aku reflek menoleh kearah sumber suara.

"Ehem, Abang disini dek" ucap bang amir diiringi dengan tawa.

"Aku juga tau" jawabku singkat

"Udah gag marah sama abang?"

Aku menggelengkan kepala dengan penuh senyum. Aku berhambur kepelukan bang amir dan tak terasa air mata menetes dikedua piliku.

"Hai dek, jangan nangis"

"Aku minta maaf bang, aku harusnya ngerti apa yang abang lakukan demi kebahagiaanku"

"Udah jangan nagis, abang juga minta maaf karena telah mencoba melanggar janjimu"

Kami saling berpandangan dan tersenyum. Aku mengusap air mataku dan kemudian menyodorkan bungkusan yang telah kubeli tadi kepada bang amir.

"Bolu pisang tidak sepesial"

Bang amir terlihat menaikkan sebelah alisnya, dia tampak begitu bingung dengan ucapanku tadi.

"Kenapa tidak sepesial?"

"Karna bukan buatanku" ucapku dengan senyum lebar"

Bang amir lantas tertawa mendengar ucapaku tadi dan mengusap kepalaku gemas. Kamipun menikmati bolu itu dikursi.

"Aku sekarang tau, setangguh apapun lelaki akan merasa sakit bila melihat saudara perempuannya terluka"

"Dari mana kamu belajar kata kata itu?"

"Benar kan bang, meskipun abang terlihat kuat dan tegas dimata para karyawan abang, tapi abang akan bersikap lembut dan sangat sayang pada adikmu ini" ucapku dengan sedikit menggoda.

"Jika kamu tau itu, abang harap kamu bisa menghargai diri kamu sendiri"

"Maksudnya?"

"Setiap hari umur manusia semakin berkurang. Tidak selamanya orang disekitarmu akan tetap ada saat putaran waktu akan mengubah keadaan. Meskipun itu orang yang kita sayangi"

"Abang bicaranya gag jelas"

"Dek, abang gag selamanya bisa nemenin dan menjaga kamu terus seperti janji abang pada almarhum ayah"

"Emang abang mau kemana?"

"Tolong serius maryam"

Jika bang amir udah manggil dengan nama berarti dia sedang tidak dapat diajak bercanda.

"Abang ingin kau bahagia dengan seseorang yang dapat menemani hidupmu, menjagamu, dan selalu ada buat kamu. Abang gag maksa, abang tau dan masih ingat janji konyol yang kamu ucapkan dulu. Tapi kodrat Allah yang akan menentukan semuanya. Kamu gag bisa terus terusan mengelak saat yang ditakdirkan untukmu akan datang"

Aku mendengarkan setiap kata yang diucapkan bang amir dengan seksama.

"Itu semua kodratullah, kamu gag akan bisa menghindarinya"

Lanjutnya lagi dengan nada yang melembut.

"Jadi abang mohon cobalah buka hatimu kepada siapapun, abang tidak akan menentukan siapa yang berhak mendampingi hidupmu"

"Akan kucoba"

Ucapku sangat lirih, bahkan aku tak tau bang amir dapat mendengarnya atau tidak.

"Aku permisi ya bang, Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Aku keluar dan menutup kembali pintu ruangan bang amir. Lagi-lagi aku dikejutkan oleh kak fadil yang tiba-tiba sudah didepanku.

"Kak"

Aku menyapa orang didepanku dengan sedikit senyuman  dan kemudian berlalu pergi.

............

"Kenapa bro?"

"Eh, lu kebiasaan dil gag ketuk pintu atau salam dulu"

"Udah kali, kamu aja yang gag denger"

"Gue nglamun ya?"

Tanya Bos sekaligus sahabatnya itu

"Lah mana sini tau"

Aku menjeda kalimatku dan duduk disebelah amir.

"Kenapa sih, ada masalah?"

"Aku tadi sudah mengatakan keinginanku kepada maryam agar dia mau membuka hatinya kepada orang lain. Memang sih kesannya sedikit makasa, tapi aku gag pengen liat maryam terus-terusan kaya gitu"

"Usahamu udah berhasil kok"

Amir terlihat begitu terkejut dengan ucapanku.

"Iya udah berhasil"

Yakinku sekalilagi pada sahabatku ini yang masih memasang muka tak percaya.

"Darimana lu tau?"

"Tadi maryam udah mau nyapa, gag kaya biasanya yang berlalu begitu saja"

"Alhamdulillah, semoga akan menjadi awal yang baik"

"Ammiin"

"Kalo maryam udah buka hati lu masih mau tetep maju buat lamar dia kan?"

"Mungkin karna cinta pandangan pertama itu sulit dilupakan jadi akan tetap aku perjuangkan"

"Alah malah pakek kata-kata ngebucin"

"Gag papa, sesekali bisa lah sambil bercanda sama bos"  Alhasil kamipun tertawa bersamaan.

"Bro, tolong bantu aku memberi kebahagiaan padanya. Aku yakin kamu orang yang tepat"

Aku tersenyum pada sahabatku ini. Mungkin tanpa kau pinta aku akan tetap mengusahakannya.









Mungkin dalam hatimu belum dapat terisi oleh sepenggal nama. Maka izinkan namaku memenuhi tiap ruang yang kosong didalamnya. Agar aku dapat membagi sebuah rasa bahagia yang telah tuhan takdirkan untuk kita..... maryam.
-fadil adrian-

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Jangan lupa tinggalkan jejak.
Terimakasih

Mahar Seribu TulipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang