04

1.1K 261 12
                                    

awan hitam sedang berkumpul sore ini. kupikir sebentar lagi akan turun hujan. ku beritahu, hujan salah satu hal yang ku suka selain dia, hujan yang datang tanpa petir atau pun angin, hanya guyuran air saja. meski suka hujan, aku tidak begitu suka hujan-hujanan.

saat ini aku masih di sekolah, duduk sendirian di depan kelas. semua orang sudah pulang sejak pukul tiga lebih lima belas menit yang lalu, tinggal siswa yang mengikuti ekstrakurikuler saja yang masih di sini bersamaku, tentunya di tempat lain.

aku sudah terbiasa melakukan ini dari kelas sepuluh, bahkan panjaga sekolah pun sampai sangat mengenalku. aku tidak akan terlalu lama di sini, pukul lima kurang sepuluh menit, aku akan turun dan pulang; karena gerbang sekolah akan ditutup pukul lima, maksimal pukul setengah enam jika ada ekskul lain yang masih berlatih.

hari ini dia tidak ada jadwal berlatih dengan timnya, jadi pasti sekarang dia sudah istirahat di rumah. jika dia ada jadwal berlatih, maka aku akan menatapnya dari atas sini.

aku yang sedang asyik menatap lapangan sepakbola yang kosong, dikejutkan oleh suara langkah kaki. ketika aku menengok, maka aku lebih terkejut lagi. dia masih ada di sekolah, dan sekarang berjalan ke arahku.

"kamu melihat trisno?" tanya nya.

padahal aku berharap dia akan bertanya seperti, belum pulang?

aku mengalihkan pandangan. "itu, di lapangan volley." beritahu ku padanya.

dia mengikuti arah pandang ku. dan menemukan keberadaan sahabatnya yang ia cari.

kemudian kembali menatap ku. aku merasa sebentar lagi dia akan pamit untuk menghampiri trisno, dan mengajak laki-laki itu pulang. tapi salah.

"kamu kenapa belum pulang?" tanya nya.

tahu bagaimana perasaan ku? wah, rasanya aku ingin jungkir balik. "sebentar lagi." jawab ku yang setelahnya menggigit bibir dalam agar tidak tersenyum.

dia mengangguk. "mau turun bersama?" tawarnya.

dan demi apa?! aku hanya bisa mengiyakan dengan langsung berdiri, enggan berucap, aku tak mau dia mendengar jika suara ku bergetar saking senangnya.

"ayo." ucapnya dan mulai berjalan.

aku mengikutinya dari belakang, ini pertama kalinya aku berjalan sedekat ini dengannya.

dulu ketika tak sengaja bertemu, aku selalu menjaga jarak yang cukup jauh darinya, tidak berani mendekat atau bahkan mensejajari langkahnya, karena dulu rasa ku padanya masih menggebu-gebu,  aku tidak mau mati muda karena keberadaannya yang tidak baik untuk kesehatan jantung ku.

aku masih berada di belakangnya, dengan melangkah tepat pada bekas langkahnya. paham maksud ku? terserah, intinya seperti itu.

karena terlalu fokus menyimak bekas langkahnya; aku tidak sadar jika dia menatap ku melalui pantulan kaca dari setiap kelas.

"kenapa gak pulang dari tadi?" dia bertanya, sembari bergeser ke kanan, melambatkan laju langkahnya, dan sekarang aku sejajar dengannya.

"a-anu, itu, sudah kebiasaan." jawab ku gugup. dasar lemah.

"tidak takut dicari orang rumah?"

aku menggeleng. "ayah, ibu, abang baru pulang habis maghrib. biasanya aku ke rumah kakek."

"kalau kakek mencari?"

aku tersenyum mengingat kakek. "kakek lebih suka kalau aku pulang bawa minuman jahe, dan penjualnya baru buka pukul lima." jelas ku. baiklah, aku terlalu banyak bicara.

dia mengangguk, mendengarkan dengan baik apa yang baru saja aku ceritakan. "pulang naik apa?"

mendengar itu, aku sedikit melengos. ingin aku menjawab : kenapa bertanya? memangnya kamu mau mengantar aku pulang?

tapi itu tidak mungkin.

"jalan kaki." jawab ku.

setelahnya, ada hening cukup lama.  dan aku memutuskan untuk bertanya. "kamu sendiri, kenapa masih di sekolah?"

"bertemu dengan pelatih, sebenarnya bersama trisno. tadi dia pamit ke kelas, tahunya sudah di lapangan volley."

sampai sudah di lapangan volley, kami berhenti di pintu masuk, diantara jaring-jaring yang membatasi setiap lapangan.

"trisno!!" teriaknya memanggil trisno yang kulihat sedang berbincang dengan widya, siswi seangkatan jurusan ips. salah satu anggota inti tim volley, yang sekarang mengajar karena sudah kelas dua belas. berbeda dengan dia dan trisno yang masih diberi kepercayaan untuk menjadi pemain di tim.

kupikir dia dekat dengan trisno, tapi aku belum mendengar kabar jika mereka berpacaran. biarlah, bukan urusan ku juga.

ketika trisno berjalan menghampiri, setelah meminta izin pada widya; maka aku memutuskan untuk segera pamit.

"aku duluan ya?"

"eh? tapi—"

"assalamualaikum." sela ku, lantas langsung melangkah pergi, belum sempat ku dengar jawaban salam darinya.

hingga ku dengar teriakan trisno menginterupsi. "kirara!!"

aku melambatkan laju langkahku, sembari menatap ke arah trisno yang sekarang tengah melambaikan tangan ke arah ku dari dalam lapangan volley.

"take care! sebentar lagi hujan. tomorrow, kalau aku bawa motorcycle, aku antar go home ya?!"

aku tertawa kecil mendengar itu, anggukan ku jadikan jawaban. dan melanjutkan langkah sampai keluar gerbang sekolah.

ya, aku sudah terlalu banyak berbicara dengannya hari ini. menurut ku akan sangat muluk, jika aku berharap bahwa trisno tiba-tiba akan mengalah pada ku, dan membiarkan sahabatnya mengantar ku pulang.

jadi, aku memilih pergi dahulu saja. lagipula, kakek pasti sudah menunggu ku pulang, seperti yang ia katakan tadi; kalau kakek mencari?

bagaimana ini? ku pikir rasa ku semakin besar dan habis untuknya.

bagaimana ini? ku pikir rasa ku semakin besar dan habis untuknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

____________________________________

hayo, siapa yang ngarep ditawarin tebengan sama doi?

cie, kita sama. hehe.

vote !!!

°secret admirer : kth [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang