9. Berpetualang ke Negeri Jelata

34 9 1
                                    

Someone said, "yang membuat hidup mahal itu adalah gengsi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Someone said, "yang membuat hidup mahal itu adalah gengsi."

- Achilles Lanara Agfira -
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Bintang sekarang lagi di markas Galaksi. Hari ini mereka terima gaji dari restoran yang kemarin memakai jasa mereka. Bintang sangat senang, ini artinya uangnya sudah pas untuk membeli hadiah untuk kedua adiknnya, dan membelikan mamanya ember baru yang bolong. Kemarin setelah ikut kerja bakti di kompleksnya, ember mamanya gak sengaja kena cangkulnya pak RT hingga bolong pinggirnya. Meskipun sudah diganti, Bintang berinisiatif untuk membelikan satu ember tambahan biar mamanya punya cadangan ember.

"Asiikk, akhirnya saya bisa beli makanan enak lagi," ucap Arka bersemangat dengan logat daerahnya. Arka ini anak rantau dari Palu, Sulawesi tengah, untuk berkuliah di Jogja. Dia mengambil jurusan berbeda dengan Bintang, Ilham, dan Tito, tapi masih dalam satu fakultas yang sama.

"Yoi, nanti kita abis ini cari makan, ya gak?" Tito langsung tos bareng Arka. Kalau untuk urusan perut, Arka dan Tito harus memanjakan perut mereka dengan makanan enak di restoran. Sekali-kali mereka memperbaiki gizi dengan makanan sehat dan enak, bukanya dengan indomie mulu. Tapi begitulah, indomie tidak bisa lepas dari anak kos seperti mereka. Udah mendarah daging kalo kata Tito.

"Mau ikut gak, Kak?" Kini Tito beralih menatap Jofi yang sibuk dengan laptopnya mengerjakan sesuatu. Bintang, Ilham, dan Arka juga ikut-ikutan menatap Jofi.

"Hmmm...." Jofi berpikir sejenak. "Boleh deh, tapi kalian yang bayar, gimana?"

"Yaelah, Kak, kamu 'kan bapak direktur, masa disuruh traktir sih?"
Ini bukannya Ilham gak mau traktir, dia bahkan dengan senang hati membayar apa yang diminta Jofi--- meskipun kita tau jika Jof itu lebih kaya dari mereka berempat--- tapi posisinya sekarang, Jofi itu baru saja diangkat jadi direktur di perusahaan papanya, yang otomatis mereka harus meminta pajak pada Jofi.

Jofi tertawa. "Becanda doang. Lagipula aku tau kalo kalian masih punya tanggungan biaya hidup yang lainnya," ucap lelaki 3 tahun lebih tua dari empat orang ini.

"Gak papa kok kalo kita traktir kak Jof. Kan kak Jof sering traktir kita makan di warung mbok Sari," ucap Bintang. Dia juga gak keberatan jika mentraktir Jofi karena Jofi lebih sering mentraktir mereka makan di warung depan sana milik mbok Sari, janda anak dua.

"Yooo, Bintang, ini baru my brother."

Jofi sudah menduga jika Bintang akan begini, karena memang setiap gajian Bintang orang pertama yang akan mentraktirnya. Sekedar mentraktir nasi goreng atau gorengan dan kopi joss di dekat kampus mereka. Gak sering juga, karena ujung-ujungnya kadang malah Jofi yang ngulurin uang buat bayar.

"Ohya, Bin. Udah nemuin hadiah ultah buat Caca sama Rion?" Tanya Ilham yang baru saja tiba setelah tadi habis mengambil air putih.

Bintang yang masih ngelap lensa kameranya beralih. Dia belum sempat kasih hadiah untuk kedua adiknya karena pulang telat.

Caffe Del LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang