Chapter 5 : Friendzone

27 2 0
                                    

Matahari mulai naik, cahayanya menyapa lewat jendela ruang kelas, temanku berdatangan. Mulai ramai, mereka satu-persatu masuk sembari meletakkan tas di bangkunya masing - masing.

Mulai terdengar suara percakapan, perihal tugas, games online, dan bekal makan yang mereka bawa. Satu dua diantaranya ada yang bermain bola, ada pula yang langsung sarapan ketika sampai dikelas, yang lainnya ada yang membuka buku pelajaran, entah untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar me-review pelajaran yang lalu, sisanya memilih untuk mengobrol bersama. Apa saja memenuhi pagi ini dan seperti biasa Galang datang tepat sebelum Mrs. Tari masuk kelas. 

"Assalamualaikum." Sapa Galang yang berjalan masuk ke kelas dan sekarang berjalan menuju bangkunya. Aku memerhatikan dia lamat-lamat, berantakan, rambut seperti lupa untuk disisir, seragam gak dimasukkin pula, tau deh itu pake kaus kaki apa enggak. 

Bisa-bisanya aku suka sama dia, gumamku.

Lalu aku kembali sibuk dengan tugas Pak Aan, walaupun semalam tugasnya telah aku kerjakan bersama Ayah tapi aku masih mau mengingat cara mengerjakannya.

Kerena pasti Pak Aan akan menyuruh kami maju dari absen paling awal sampai paling akhir, maju ke depan untuk mengisi soal Matematika di papan tulis dan hari ini aku mau melakukannya.

"Woy, Fir!" teriak Galang dari bangkunya.

Aku menengok ke sumber suara dan melirik "Apaan sihh?"

"Ajarin aku dongg, pinter Matematika masa pelit untuk ngajarin." Ujarnya lagi sambil berjalan ke mejaku di paling depan dekat pintu.

Aku menghela napas panjang "Mau diajarin yang mana? aku juga belum paham semua."

"Yang mana aja, yang udah kamu pahamin, kasih tau sedikit bisa kali." Katanya lagi yang kini duduk di sebelahku sambil membawa buku catatan Matematika dan pulpen hitamnya.

"Iyaudah iyaaa" jawabku malas karena sikapnya yang slalu saja menggangguku dikelas. Beberapa menit, setelah menjelaskan Matematika tentang transformasi kepada Galang, aku terdiam untuk mengambil minum.

Ketika aku menutup botol minum "Gimana, udah ngerti?"

"Gimana mau ngerti kalau kamu neranginnya buru-buru gitu kayak di kejar setan."

 Aku mendengus sebal, "Ish, nyebelin deh! Yaudah sekali lagi, kalau belum paham-paham juga mending tanya ke Rizal atau Fawas aja sana!" Jawabku jengkel dan langsung mengikuti cara Ayah untuk menjelaskan ini ke Galang.

"Nah, udah dua kali nih ya. Gimana paham gak?" tanyaku sekali lagi.

Galang, menggeleng, "Sedikiiiiiit lagii, sedikittt lagi," sambil memberi kode sedikit dengan ibu jari dan telunjuk. 

Aku menggeleng tegas dan akhirnya dia pergi ke bangkunya sendiri, "Zhafira pelittt, Zhafira peliiit!" teriak Galang di kelas sambil berjalan membawa buku catatan Matematikanya.

"Berisik Galang!" teriakku yang mulai emosi karena tingkahnya.

"Zhafira peliiiitt, Zhafira galak, Zhafi--" 

"Hiiiih Galang, stop!!!"

"Ajarin lagi dulu baru di stop."

Aku lagi, lagi menghela napas panjang. Aku mengangguk, tanpa menunggu lama dia pun duduk lagi di bangku Farah alias di sebelahku seperti tadi, "Nahh gitu dong, anak pintar tuh harus bagi-bagi ilmunya supaya tambah pintar." 

Galang emang nyebelin pake banget, gumamku. Lantas kenapa aku bisa sesuka itu? 

Aku terus bertanya-tanya dalam hati. Bahkan moment disaat ngajarin pelajaran yang dia belum paham, duduk sebangku walau hanya beberapa saat, ngobrol berdua perihal tugas, adalah moment yang paling aku suka.

Lang, seandainya kamu tau perihal ini. Kita emang teman, tapi aku menganggap kita bisa lebih dari sekedar teman.

🌸 🌸 🌸 🌸

Let's Try To Be ShalihahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang