9. Without You

591 75 34
                                    

2020

JACKSON POV

________________

Ketika Mommy bilang dia memahamiku, aku tahu itu tak serius. Dia memang wanita paling hebat dalam urusan menyayangiku. Membuatku merasa nyaman. Memberi seluruh dunia untukku. Mommy ahlinya.

Tapi kehidupan Mommy terlalu indah. Punya uang melimpah. Punya suami impian, pernikahan harmonis. Teman-teman royal.

Sejak kecil, aku selalu seperti punya jaminan 'hidup mudah yang menyenangkan'. Aku sosok ideal semua orang. Keluarga kaya, teman-teman asyik, perusahaan besar yang menunggu untuk kupimpin. Lalu kenapa jatuh cinta pada saudara angkatku menjadi masalah besar? Aku tak mengerti.

Mommy mengunjungiku sore ini, dia muncul di pintu rumahku dengan pakaian serba mahal. Menawan seperti biasa, orang bilang Mommy menua dengan anggun. Dia langsung memelukku, mengusap punggungku, usapan yang hangat, dan air mataku jatuh begitu saja.

"Kau baik-baik saja, sayang?"

Aku tak menjawab.

"Jackson sayang, semua akan baik-baik saja. Mommy ada di sini."

Aku mengeratkan pelukanku, meredam isakanku di bahunya.

"Tak apa, sayang. Mommy ada di sini. Mark akan baik-baik saja, percayalah."

Mommy mengkhawatirkanku, bukan Mark. Dia hanya peduli tentangku.

Aku ingat, saat aku berulang tahun yang ke-15, entah kenapa aku dapat kado skateboard mahal dengan tanda tangan Ryan Scheckler dan wajah sumringah Mommy.

Mommy mungkin berharap aku akan melompat-lompat sangking senangnya, tapi saat itu aku malah kebingungan. Rupanya Mommy pikir aku suka skateboard. Tapi bukan aku. Melainkan Mark.

Mungkin aku memang kelihatan suka skateboard, aku selalu berusaha menyukai apa yang Mark suka.

______________

______________

Ruang kerjaku di kantor adalah tempat paling membosankan. Pekerjaan kantor tak kusentuh. Samasekali. Aku yakin sekretarisku sudah geleng-geleng kepala sejak tadi. Kutinggalkan kantor sekitar pukul 4 sore, yang samasekali tak terlihat seperti diriku. Jackson sang pekerja keras, si pria penuh ambisi. CEO professional pengejar kesempurnaan. Itu imageku beberapa tahun terakhir ini. 

Tak bisa kubayangkan reaksi orang-orang saat tahu aku pernah jadi Jackson yang lemah, si pengais cinta saudara angkatnya sendiri. Memalukan.

.

Aku tiba di rumah lebih awal dari seharusnya, atau lebih tepatnya di depan rumah Jaebum. Aku turun dari mobilku, berjalan ke pagar megahnya sambil memikirkan alasan saat nanti dia bertanya kenapa aku bertamu. Tak mungkin kan kubilang kalau aku salah masuk rumah. Simpati yang mendalam? Ha! Jaebum mungkin akan muntah.

Tanganku masih menjulur untuk menekan bel dan aku yakin betul jariku bahkan belum menyentuhnya. Anehnya, pagar rumah Jaebum tiba-tiba membuka. Aku mengerutkan kening, bingung, sampai kemudian Jinyoung muncul dari balik pagar Jaebum. Dia sama terkejutnya denganku.

"Seun-ah,"

"Jinyoung-ah? Kenapa kau ada di sini?"

Sedetik kemudian raut terkejut Jinyoung sudah berubah jadi senyuman lebar, cukup lebar untuk menampakkan deretan giginya. Dia langsung mencium pipiku, "Aku tentu saja memberi dukungan pada tetangga kita yang malang." katanya dengan wajah yang terlampau riang.

"Kupikir kita sudah memberinya dukungan terlalu sering."

"Seun-ah," Jinyoung menggandeng tanganku, mengajakku berbalik. "Sudah kubilang kan kau itu sangat menggemaskan saat sedang cemburu. Ngomong-ngomong kau sendiri sedang apa di sini?"

LET'S NOT FALL IN LOVE | MARKSON JJP GOT7  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang