Prolog

3.7K 302 58
                                    

“Maafkan aku.”

Pria itu bersimpuh di hadapan seorang wanita yang kini mulai terisak pelan. Ia tidak peduli lagi dengan harga dirinya, karena yang ia inginkan saat ini hanyalah memperbaiki semua kesalahan yang telah ia lakukan.  Pria itu merasa hatinya kini ditikam oleh beban berat, hingga menimbulkan rasa sesak yang sangat menyiksa. Di tatapnya lagi seorang wanita yang kini menutup wajah, menyembunyikan kesedihan yang tengah ia rasakan. Pria itu segera menunduk dengan mata yang mulai basah karena air mata. Mereka berdua sama-sama menangis dalam luka yang sangat menyakitkan.

I'm sorry for everything I've done,” lirih pria itu lagi.

Suasana ruangan yang bernuansa mewah itu terasa sangat menyesakkan. Karena suara isakan seorang wanita yang sangat menyayat hati siapa pun yang mendengarnya saat ini. Suara isakan itu seakan menegaskan bahwa dirinya tengah terluka dan tidak baik-baik saja. Wanita itu menurunkan tangannya, lalu menyeka air mata yang terus mendesak di pelupuk mata. Dunianya telah hancur, tidak ada lagi yang tersisa. Pria yang ia percaya tidak akan pernah menyakitinya, ternyata kini telah menyakitinya dengan kejam.

I really hate a traitor,” ucap wanita itu. Nada suaranya sangat dingin dan menusuk.

Pria itu segera mendongak lalu menggeleng pelan. “Tidak, sayang. Ini semua di luar kendaliku.”

Wanita itu segera menepis lengan pria di hadapannya. Rasa sesak dan sakit sudah memenuhi rongga dadanya, hingga ia tidak tahu lagi harus dengan cara apa ia  dapat menyembuhkannya. Wanita itu menutup mata, perasaannya kini sedang  berkecamuk hebat. Bahkan saat ini untuk menghela napas saja terasa sangat menyakitkan untuknya. Rasa sakit dan sesak itu akan membunuhnya secara perlahan jika dibiarkan begitu saja. Sekali lagi, ia menatap pria yang masih bersimpuh penuh penyesalan. Haruskah ia meninggalkan pria di hadapannya? Pria yang selama ini berhasil membuatnya jatuh berkali-kali.

“Sayang, maafkan—”

Plakk

Pria itu memalingkan wajah ketika sebuah tamparan keras menghentikan ucapannya. Detik itu juga ia dapat merasakan sakit yang menjalar pada pipinya. Tamparan itu tidak sebanding dengan rasa sakit yang menjalar di hatinya. Pria itu merasa hancur, ketika tangan yang selalu membelainya dengan lembut kini menamparnya dengan keras. Dan ia merasa lebih hancur lagi ketika mata indah yang selalu menatap penuh kehangatan itu kini berurai air mata dengan sorot yang tajam. Tidak ada yang mampu membuatnya merasa sehancur ini selain melihat wanita yang ia cintai terluka karena perbuatannya.

Wanita itu beranjak. Meninggalkan pria  yang kini terduduk di atas lantai dengan rasa penyesalan yang ia rasakan.

“Tidak ada yang perlu aku maafkan dari sebuah pengkhianatan.”











________










Gimana nihh????

Ini pemanasan dulu aja yakkk
Kalo respon bagus aku bakalan cepet update ❤

Seee you!

Jangan lupa vote and comment!

Growing Pains Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang