12. Our Destiny

846 139 106
                                    

You often blame a destiny, but you forget that life will not always be fair.

_____

"Jisoo," lirih Chanyeol.

Pria tinggi itu beranjak dari kursi, berniat menghampiri istrinya yang sudah menangis di ambang pintu. Jisoo terlihat lemah dengan wajah pucat penuh air mata. Isakan dari wanita itu sangat menyayat hati siapa pun yang mendengarnya. Hal tersebut membuat Dokter Kim dan Jaehyun terdiam karena turut merasakan kesedihan yang tersampaikan lewat isakan wanita itu.

Tubuh tegap Chanyeol ikut bersimpuh di hadapan Jisoo. Pria itu menatap lekat wajah sang istri yang sangat ia rindukan. Betapa terlukanya hati Chanyeol ketika melihat mata indah yang selalu hangat itu kini menatapnya dengan sorot menyakitkan. Jisoo tidak mengatakan apa-apa, tetapi sorot mata itu sudah cukup untuk menjelaskan semuanya. Jisoo meremas tangan dengan kuat, menahan segala sesak yang ia rasakan.

"K—Kau sudah mendengar semuanya?"

Jisoo hanya terdiam, tidak ingin lagi membuka mulut selain untuk menangisi takdir hidupnya yang kejam. Chanyeol semakin terluka dengan tatapan yang Jisoo berikan, tatapan itu seolah menyiksanya dalam diam. Tak lama kemudian, Jisoo bangkit dan mulai meninggalkan ruangan Dokter Kim dengan langkah tertatih.

"Jisoo, tunggu!" panggil Chanyeol.

Tubuh tegap Chanyeol akhirnya beranjak untuk mengikuti langkah kaki Kim Jisoo. Wanita itu masih terlihat berjalan dengan kekuatan yang ia punya, hingga akhirnya membuka pintu ruang rawat dengan tubuh lemah. Jisoo duduk di atas ranjang lalu mencabut selang infus dengan kasar. Darah mengalir dari tangannya karena perbuatan itu.

Jisoo hanya terdiam, merasa jika semua ini adalah mimpi buruk untuknya. Perkataan Dokter Kim tadi terus berputar di otakknya hingga menimbulkan perasaan yang sangat menyiksa. Jisoo sudah mendengar semuanya. Tanpa ada satu kata pun yang terlewatkan.

"Jisoo," lirih Chanyeol.

Jisoo mengalihkan pandangan, menatap sosok Park Chanyeol yang mulai berjalan ke arahnya. Sakit. Wanita itu merasa sakit ketika pandangan merrka bertemu. Tatapan Chanyeol sangat menyakiti hatinya. Jisoo sungguh terluka, bukan hanya karena kehilangan calon buah hatinya. Tetapi karena mengetahui fakta bahwa ia akan sulit memberikan keturunan lagi untuk Chanyeol. Jisoo mulai menangis. Wanita itu merasa gagal menjadi seorang istri untuk Park Chanyeol.

Jisoo terluka karena ia tidak bisa lagi memberikan kebahagiaan untuk pria itu.

"Sayang," panggil Chanyeol. Pria tinggi itu telah berdiri di samping ranjang, sementara Jisoo masih menatap kosong ke depan.

"A—Aku telah gagal," suara Jisoo bergetar karena merasakan napas yang tercekat. "Aku telah gagal menjadi seorang istri untukmu."

"Apa yang kau katakan?"

Jisoo mulai menatap lekat ke arah suaminya.

"Aku gagal, Chanyeol. Aku telah hancur, semua ini telah hancur. Aku telah melukai perasaanmu dan juga melukai perasaan keluargamu. Aku wanita tidak berguna, Chanyeol. Kau bisa meninggalkan aku, karena aku tidak bisa menjadi istri yang baik untukmu."

Chanyeol menggeleng tegas. "Tidak, Jisoo. Apa yang kau pikirkan?"

"Aku telah menghancurkan semuanya," lirih Jisoo.

Jisoo mengedarkan pandangan, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya. Tatapan Jisoo sangat kosong hingga tak lama kemudian suara tawa yang hambar terdengar jelas dari bibir wanita itu. Tawa Jisoo semakin kencang, tetapi itu semua membuat Chanyeol mencengkram sisi ranjang dengan kuat.

Growing Pains Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang