Hai semuanya! bagaimana kabar kalian? baik-baik saja?
Update again!
Jangan lupa VOTE dan KOMEN ya sebelum mulai baca!
happy reading!
~~~
Chapter 3 - flash light
~~~
"Mulutmu seperti biasa manis sekali. Penolakan yang mulus."
Charlotte terdiam mengingat perkataan Rian. Perkataan yang tidak henti-hentinya mengitari isi benaknya, berdengung di sana, dan mengulang kembali setiap kata laksana radio rusak. Apa yang spesial dari perkataan itu? Charlotte bahkan tidak tahu. Itu hanya sebuah pujian, yang bahkan disebut pujian pun tidak terlalu membahagiakan.
Namun walau begitu, Charlotte mendapatkan benaknya terus memutar perkataan Rian yang tidak bermakna itu. Charlotte menghela nafasnya panjang-panjang, merasa bodoh jauh di dalam hatinya.
Tentu saja aku mengingat kata-katanya.
Perempuan itu terdiam sesaat. Semua perkataan terakhir Rian akan selalu kuingat, lekat-lekat hingga nanti kita bertemu lagi dan digantikan oleh kalimat yang lain. Selalu saja seperti itu.
Tidak akan pernah berubah rupanya. Tatapannya sekali lagi naik untuk merunut angkasa di atas sana, memperhatikan bintang-bintang yang mulai meredup. Sepeduli itu aku padanya, huh?
Malam itu yang terasa lama sekali akhirnya berakhir. Jam di dinding kian mempercepat. Setiap Charlotte menoleh, sudah menuliskan angka yang berbeda. Tinggal menghitung mundur 2 jam lagi. 2 jam sebelum hari berganti menjadi hari esok.
Beberapa orang telah meninggalkan tempat acara. Bahkan kebanyakan sudah pergi. Membuat tempat acara dipenuhi suasana kosong melompong.
Begitu juga Rian. Setelah berpamitan dengan pemilik acara, dia langsung berangkat ke lobby depan. Ditemani seluruh anggota keluarga. Disoroti kamera yang tidak terhitung banyaknya. Paling banyak dari siapa pun. Paling diberi perhatian. Paling diistimewakan.
Seulas senyum, namun bukan senyum bahagia, terulas di wajah Charlotte. Tubuh pendeknya menyandar di balkon lantai 3. Matanya menatap ke arah lobby luar. Sinar kamera tidak berhenti bergemerlapan di sana. Mencipta sinar. Banyak kali, beratus-ratus kali lebih cepat dari biasanya.
Kamera tidak pernah dinyalakan secepat ini sebelumnya. Tidak sepanjang acara. Sebelum satu sosok itu keluar dari gedung dan paparazi akhirnya mendapatkan kesempatan emas mereka. Kedatangan Rian Andira keluar gedung disambut oleh mata publik.
Tak terhitung. Hingga terlihat menyesakkan.
Sebegitu terkenalnya laki-laki itu. Laki-laki yang akhir ini menempatkan diri hampir di semua halaman depan berita. Meletakkan nama perusahaannya di bagian tertinggi dalam daftar perusahaan digital terbesar di dunia. Dan menaruh wajahnya di hampir semua majalah hingga menambahkan pengidolanya. Setiap hari, setiap detik.
Tampan, kaya, sukses, terkenal baik hati, dan supel. Apalagi yang kurang darinya? Charlotte sampai kerap bertanya-tanya.
Semua orang di dunia kini sudah mengenal nama Rian Andira. Hidup laki-laki itu tidak privat lagi. Semua mata melihatnya, mengaguminya, menghakimi setiap langkahnya, merunut setiap keseharian laksana buku yang perlu mereka reka dalam-dalam.
Rian Andira adalah sosok publik yang paling terkenal sekarang. Charlotte bahkan sering merasa tidak pantas berada bersamanya lagi. Karena aku adalah wanita biasa dan dia adalah laki-laki yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Does(n't) Matter
RomanceBagi Rian Andira, hubungan percintaan adalah yang tersulit. Kekayaan, Harta, gelar, perusahaan maha besar, bahkan penggemar yang menggilainya semua begitu mudah dia dapatkan. Namun percintaan, dia selalu gagal dalam hal itu. Diawali dengan cinta per...