Hi Semuanya! bagaimana kabarnya?
Update again!
Jangan lupa vote dan komennya sebelum mulai ya! makin banyak makin semangat update nihh!
Thank you and happy reading!
~~~
Chapter 10 – Rossana
~~~
Pemandangan pagi ini, tak terkira cantik. Tak terkira menawan. Tak terkira... panas.
Seteguk air liur pahit, Rian telan dalam-dalam. Kerongkongannya kering tandus. Kelembapan memutuskan untuk meninggalkannya serta-merta. Dahaga maha besar menyerang, menyiksanya semakin dan semakin dalam. Matanya tak terkendali jelalatan. Wanita ini tidak memiliki otak... Rian membatin dalam hati.
Charlotte tertidur semalam penuh, berdua bersampingan dengan Rian. Hanya mengenakan tank top mini, dan celana yang terlampau pendek. Terlampau ketat. Bahkan dengan sekali sibakan, kedua bokong indahnya dapat terlihat jelas. Membentuk dua buah bola yang padat dan besar. Seksi dan menggairahkan tak terkira.
Apakah dia sadar kalau dia tidur dengan laki-laki normal? Bukan yang gay? Pertanyaan konyol terbesit di benak Rian.
Rian menggeleng kepalanya. Bersusah payah mengenyakkan pikiran bodoh dari benaknya. Namun tak kuasa. Dia pun masih laki-laki normal. Pecinta wanita dengan segala aspeknya. Dan dibiarkan menatap Charlotte sepagi ini, dalam keadaan tubuh sendiri tanpa busana, adalah malapetaka.
Malapetaka yang Rian sukai diam-diam.
Charlotte akan membunuhku kalau dia bisa membaca pikiran. Sebuah kekehan berhasil kabur dari bibir Rian. Aku pastikan dia tidak tahu.
Rian tidak akan munafik. Dia tidak akan berdalih. Dia menyukai pemandangan ini. Ini bukan pertama kali dia bangun dengan wanita di sampingnya. Ini bukan pertama kali dia membuka mata, mendapatkan tubuh seorang wanita menemaninya. Bahkan berkali-kali banyaknya terjadi, dia sampai hilang hitung. Namun kalau dengan wanita yang dicintai, sepertinya memang sedikit berbeda, bukan?
Rian tidak pernah menatap wanita lebih cantik ketimbang Charlotte dalam tidurnya. Wajahnya yang terlampau awet muda, laksana mentari pagi. Bersinar, memantulkan cahaya. Pori-porinya bahkan tak kasat mata. Entah perawatan semacam apa yang digunakannya, Rian tidak tahu. Namun dia menawan. Melebihi apa pun dan siapa pun, dia begitu menawan.
Pantas saja banyak sekali laki-laki yang menginginkannya. Terbesit sebuah pikiran singkat. Ingatan tentang wajah dua laki-laki yang ingin membawa Charlotte ke hotel kemarin malam. Rahang Rian menggertak. Rasa kesal menjalar sekonyong-konyong.
Orang-orang mesum tak beradab itu.
Tidak akan kubiarkan mereka menyentuh wanita ini. tidak sampai kapanpun.
Tangan kekarnya bergerak sendiri. Berakhir menyentuh pinggul Charlotte, naik perlahan merunut perutnya. Jemarinya telaten membenarkan pakaian yang Charlotte gunakan. Menutup bagian perutnya yang tidak sengaja terbuka dalam tidurnya.
Kulitnya selembut sutra. Rian membatin. Jemarinya naik, menyentuh wajah Charlotte dengan jemari-jemari kekarnya. Seulas senyum mekar di sana. Merembet lambat laun sebuah pikiran menggiurkan, sekaligus usil.
Rian mendekatkan wajahnya pada milik Charlotte. tangannya menyentuh, membelai lembut leher Charlotte. Erangan perempuan itu berderu. Terlalu cantik disebut manusiawi. Laksana bidadari yang bersenandung merdu. Dan Rian tak kuasa menahan diri.
Dia mencium bidadari tertidur ini. Dalam ciuman singkat, namun tak terkira lembut.
"Aku hanya membalas apa yang kau lakukan semalam. Jangan sekali-kali kau protes, Charlotte." Rian tersenyum pada diri sendiri. Mulutnya berbicara walau Charlotte tertidur sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Does(n't) Matter
RomanceBagi Rian Andira, hubungan percintaan adalah yang tersulit. Kekayaan, Harta, gelar, perusahaan maha besar, bahkan penggemar yang menggilainya semua begitu mudah dia dapatkan. Namun percintaan, dia selalu gagal dalam hal itu. Diawali dengan cinta per...