Charlotte mengerutkan keningnya, menatap ponselnya, satu-satunya barang yang menyala di kamar gelapnya itu, dengan mata yang memicing tajam.
Sudah 11 jam. Sudah 11 jam lamanya Rian tidak membalas pesanku.
Charlotte terdiam, menatap ponselnya sembari meringkuk di atas kasur, memeluk lututnya sendiri. Apa pernah dia menghilang seperti ini? Charlotte membatin dalam hati.
Ini adalah hari terakhir. Hari paling akhir di mana Charlotte harus menahan rindu mati-matian, menahan rasa ingin bertemu nan besar, karena berpisah dengan Rian sedikit terlalu lama. Ini hari ke 7 Charlotte tinggal di Paris, dan esok hari Rian akan datang menghadiri ulang tahun Jasmine di sini.
Kini jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, artinya di Indonesia, tepat jam 3 pagi. Jamnya Rian berangkat kemari, entah dia sudah lepas landas, atau masih berada di bandara.
Namun sejak 10 pagi tadi, waktu Paris, Rian belum juga membalas pesannya.
Aneh. Charlotte menenggelamkan wajahnya di dengkulnya.
Padahal aku sangat merindukannya.
---
"Kau baik-baik saja, Nona?" Suara cekikik seorang pria tiba-tiba mengejutkannya. Charlotte spontan menoleh, dan di sana dia menemukan kalau pria yang memanggil namanya adalah tidak lain dari Ryan Lee, teman lamanya.
"Kau melihatku tadi?" tanya Charlotte, mengerutkan keningnya.
"Aku hendak mengunjungimu untuk melihat apakah kau sudah siap atau belum, dan bertepatan aku menemukanmu keluar dari ruang rias dengan nafas tersengal-sengal," balas Ryan Lee, menjulurkan senyum ramahnya.
"Apa yang para stylist lakukan kepadamu sampai seperti itu?"
Charlotte menarik nafasnya, bersusah payah meraih oksigen sebanyak mungkin memenuhi rongga dadanya. "Aku merasa bagai habis menerima siksaan," ucapnya menghela nafas panjang. "Pertama kali sepanjang hidupku aku merasa semual ini dengan bau parfum dan bedak."
Ryan tertawa. "Tapi hasilnya tidak mengkhianati. Kau cantik sekali sore ini."
Wajah Charlotte merona semerah rona senja. "Kau berlebihan," ucapnya, menahan sipu malu yang merekah. "Kau juga, jasmu sangat cocok padamu. Kau.. tampan."
Ryan kian mengembangkan senyumnya. "Rupanya aku pria yang beruntung bisa mendapatkan pujian dari wanita secantik dirimu."
Charlotte menaikkan alisnya ketika Ryan sekonyong-konyong menjulurkan tangan kepadanya, seakan menawarkan tuntunan bak gentleman kelas darah biru kepada Lotte. "Kemarilah. Ada balkon di depan, bukankah kau mau menarik nafas sebanyak mungkin?"
Charlotte bergeming sesaat.
Aku tidak akan menolak tawaran itu.
Sesaat dia melangkah ke luar ruangan, sesaat wajahnya diterpa udara lembut sore hari, sesaat dersik angin harum nan jernih berhasil diraih indra penciumannya, Charlotte merasa seperti mengecap surga. Mengecap kenikmatan laksana anugerah bidadari walau sebenarnya hanya kenikmatan duniawi belaka.
Oke, itu berlebihan.
Namun sungguh, Charlotte rasanya dilahirkan kembali, merasakan angin sejuk kembali bisa dihirupnya. Bukan lagi bau parfum serta bedak yang mengintainya di udara.
"A-apa semua mobil itu?"
Charlotte membelalak ketika dia menoleh ke bawah balkon, menatap jajaran mobil yang menjuntai dari pagar mansion Francois, sampai berkilo-kilo meter panjangnya, nan jauh tanpa bisa dilihat di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Does(n't) Matter
RomanceBagi Rian Andira, hubungan percintaan adalah yang tersulit. Kekayaan, Harta, gelar, perusahaan maha besar, bahkan penggemar yang menggilainya semua begitu mudah dia dapatkan. Namun percintaan, dia selalu gagal dalam hal itu. Diawali dengan cinta per...