T H I R T Y - Video

2.3K 304 55
                                    

Rumah keluarga Francois, mewah nan megah.

Seluruh bangunan diselimuti nuansa putih cantik, seakan menyiratkan kepolosan dan kemurnian. Lantai dibuat dari ubin-ubin marmer yang mengilat setiap dilewati, bak kaca, yang memantulkan cahaya cantik pada setiap pantulannya. Langit-langitnya pun tidak kalah menawannya. Digantungkan chandelier dengan jumlah banyak, dengan kualitas terbaik, di setiap sudut atap yang ada.

Patung-patung cantik para malaikat, piala-piala kebanggaan serta kesuksesan, figura-figura foto keluarga, terpatri dengan sempurna, sejajar di dinding lorong, menambah estetika keindahan bak istana kerajaan.

Ini sungguh menawan, seluruh sudut bangunan ini sungguh menawan dan cantik serta-merta.

Namun entah mengapa, Charlotte tidak bisa menyukainya.

Sebuah nafas berat sekali lagi Charlotte tarik, lalu dia helakan berat-berat. Gelisah di hatinya sekali lagi mengabut, Charlotte harus mengingatkan diri berkali-kali gambar wajah Rian di bennya untuk menenangkan rasa di hatinya ini. Karena pria itu seorang yang bisa menenangkannya, bahkan ketika dirinya sendiri tidak bisa sekalipun.

"Selamat datang, Nona Jadelia. Saya berharap Anda menikmati perjalanan Anda kemari," France berucap, langsung menyambut kedatangan Charlotte dengan senyum berseri lebar.

Bahkan jabatan tangan pria ini saja terasa dingin tidak terkira.

"Terima kasih, Tuan France. Saya menikmati perjalanan saya kemari," Charlotte membalas, memaksakan sebuah senyum formal sopan santun mekar di wajahnya, walau rasanya sukar tak terkira.

"Puji Tuhan. Kemarilah, dan silahkan duduk, Nona," ujar France, menunjukkan tangan kepada sofa megah nan indah yang terletak tepat di depan meja kerjanya.

Tidak banyak berbeda dari sisa bangunan yang lain, ruang kerja Tuan France pun hampir seluruhnya dihiasi oleh perabotan-perabotan bak istana Kerajaan. Sungguh pria pecinta nuansa klasik. Sensenya memang indah.

Tidak seperti Rian yang melukis monyet di pesawatnya kesukaannya.

Charlotte tersenyum kecil. Namun tetap saja walau bodoh, Rian terasa lebih hangat. Jauh, berjuta-juta kali lipat.

"Saya ingin banyak berbicara dengan Anda, sebenarnya. Anda wanita yang dikenal banyak orang, nama Anda meluas di mana-mana, saya ingin banyak berbasa-basi dan bertukar pengalaman-pengalaman dengan Anda sejak awal," ucap France, mengambil duduknya di hadapan sofa milik Charlotte.

"Tapi Anda tentu saja ingin langsung masuk ke topik bukan, Nona Charlotte?" France mengulas senyumnya. "Saya mendengar Anda wanita yang to the point dalam setiap pembicaraan Anda."

Charlotte mengangguk. "Terima kasih kalau Anda mau mengerti."

France kian melebarkan senyumnya. "Tentu saja, saya akan. Tidak ada basa-basi, mari langsung memulai saja urusan kita di sini," ujar France. Pria itu menepuk tangannya, dalam sekali tepukan kencang. "Rossana."

Seorang wanita masuk dari luar pintu, wanita yang Charlotte pernah temui sekali dalam hidupnya dalam situasi yang tidak sama sekali mengenakan. Charlotte menoleh, melihat wanita itu yang persis seperti apa yang dia ingat dalam benaknya.

Kaku dan tidak banyak berekspresi.

"Matikan lampu dan nyalakan layarnya." France berucap, dengan perintah tegas, berlandasan suara baritonnya.

Wanita itu walau auranya tidak Charlotte sukai, namun pekerjaannya terpaksa wanita itu akui, sangatlah gesit. Charlotte setelahnya bertukar satu dua kalimat dengan Tuan France, membicarakan basa-basi tentang perjalanannya kemari, tentang pelayanan yang didapatkannya semenjak menginjak kaki kemari.

Age Does(n't) MatterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang