Judul chapternya pribahasa Indonesia tapi aku jadiin bahasa inggris ya bund ;)
---
Charlotte terpaku, tubuhnya terdiam. Pikiran bagai ombak yang mengalir deras memenuhi benaknya, memenuhi pikirannya dengan seribu seratus pertimbangan yang mengalir bertubi-tubi.
Mengapa kasusnya dibuka kembali? Batinnya bertanya. Bagaimana kalau polisi berhasil menemukan sesuatu tentang mama dan papa?
Apakah mama akan baik-baik saja? Apa dia akan di bawa ke penjara sesaat itu juga mereka menemukan bukti?
Lalu dengan tubuh letihnya, apakah mamah akan harus menghabiskan sisa hidupnya, terperangkap di balik jeruji? Charlotte menggigit bibirnya kencang. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.
Mama sudah cukup tersiksa, bahkan bangkit atau berucap pun dirinya sudah tidak berdaya. Aku tidak ingin membiarkannya tersiksa lebih banyak lagi.
"Mohon maaf, Pa. Ada kemungkinan besar Anda melakukan kesalahpahaman di sini," Charlotte berucap, dengan tegas, walau lidahnya terasa begitu berat bak beton baja ketika dia gerakkan. "Mungkin Anda salah menemui orang. Ayah saya meninggal dalam kecelakaan, bukan seperti yang Anda duga pembunuhan tidak jelas."
Berlagak bodoh, berlagaklah bodoh.
"Saya sebagai anaknya akan menjadi saksi mata untuk Anda. Ayah dan ibu saya keduanya harmonis, keduanya berkeluarga dengan baik. Bahkan Ibu saya masih menangisi kepergian suaminya hingga kini."
Astaga dustaku manjur sekali.
"Apakah Anda bisa menuduh istri yang mencintai suaminya sendiri dengan sepenuh hati sebagai pembunuh?" Charlotte tertawa hambar. "Anda rupanya tidak memiliki hati, ya."
Raut wajah polisi di hadapannya menggelap, berubah muram seketika. "Mohon maaf, tetapi ketimbang cerita Anda mengenai keluarga harmonis Anda, kami menemukan bukti lebih kuat kalau sebenarnya itu bukan kenyataannya."
Charlotte menggigit lidahnya semakin kencang.
"Saya tidaklah menawarkan Anda untuk mengikuti saya ke kantor. Ajakan saya ini berupa sebuah pemaksaan, penting bagi penelitian kami," tukasnya.
"Saya memiliki pekerjaan. Saya sibuk dan saya tidak bisa mengikuti Anda," ujar Charlotte tegas.
"Kalau begitu kami akan menunggu dalam waktu satu pekan ini di mana Anda bisa datang ke kantor polisi," ujarnya, tidak kalah tegas.
"Dan jika walau begitu Anda masih mengaku tidak memiliki waktu, maka terpaksa kami harus memperkuat prasangka kalau memang pembunuhan Ibu Anda kepada suaminya adalah kenyataan, dan Anda mencoba menyembunyikannya dengan mengelabui kami."
Rasa panik semakin merambat. Polisi ini tidak bodoh.
"Bagaimana, Nona Charlotte? Kami telah menunggu Anda berbulan-bulan lamanya. Selagi Anda kembali ke Singapura, walau terpaksa kami harus berbicara dengan Anda," ujar polisi itu, mencekam.
"Pilihan Ada di tangan Anda."
Satu tetes keringat mengalir dari pelipisnya, merunut wajah Charlotte dan berakhir habis di lehernya. Apa yang harus kulakukan?
Charlotte yang biasanya mudah untuk berkata-kata, biasanya mahir dalam berdebat, kali ini bahkan mulutnya berhenti, mengkaku, sebab dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya agar bisa mengelak lebih lanjut tanpa memperkeruh kecurigaan pihak polisi.
Tangannya dia remas, begitu kuat, pergelangannya sampai memerah.
Bibirnya yang merah dipoles lipstik, Charlotte gigit. Aku harus berkata apa!?
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Does(n't) Matter
RomanceBagi Rian Andira, hubungan percintaan adalah yang tersulit. Kekayaan, Harta, gelar, perusahaan maha besar, bahkan penggemar yang menggilainya semua begitu mudah dia dapatkan. Namun percintaan, dia selalu gagal dalam hal itu. Diawali dengan cinta per...