"Apa yang kau lihat di dalam sana?"
Langkah Ryan Lee berhenti di tengah lorong yang sepi tanpa penghuni. Sebuah senyum yang sejak semula bersinggah di paras tampannya, semakin mengembang kala suara seorang pria yang sangat dikenalinya, memanggil dari dalam bayang-bayang. Ryan menoleh, mencari titik asal-muasal suara itu digemakan.
Senyumnya kian melebar, seorang sosok pria dibalut jas hitam muncul dari kegelapan, dari bagian lorong yang tidak bersimbah cahaya. Pria yang sudah sejak lama dikenalinya.
Bosnya sendiri, France Francois.
"Apakah Anda tidak perlu berada bersama nona Jasmine, Sir?" tanya Ryan sembari membungkuk hormat. "Apa yang Anda lakukan di sini?"
"Jasmine sedang bersama teman-temannya. Dia memang telah membuat kekacauan, tapi biarlah. Aku sudah cukup menegurnya," France berucap, sembari menegakkan tubuhnya yang semula dia sandarkan di dinding. "Jangan kabur dari pertanyaanku, aku lebih tertarik dengan apa yang kau lihat di dalam.
"Apa yang membuatmu keluar secepat itu dari kamar Charlotte Jadelia? Apakah kau menemukan dia setengah telanjang kau sampai tidak berani melihat, atau apa?"
Senyum di bibir Ryan kian mengembang. Kepalanya dia gelengkan perlahan. "Tidak. Yang kulihat di dalam lebih baik lagi dari itu," ucapnya, dengan suara bariton, yang begitu serak. "Tebakan kita rupanya benar, Sir. Saya meragukan ada wanita lain selain Charlotte Jadelia yang merupakan wanita yang Rian Andira cintai."
"Bocah brengsek itu berada di kamar Jadelia lagi?" tanya France, dengan sebelah alisnya mengangkat tinggi.
"Lebih mengejutkannya, bahkan ketika Charlotte hanya mengenakan dalaman belaka sekalipun," ucap Ryan, mengeluarkan kekehan pelannya. "Mereka terlihat bahagia bersama. Terlalu bahagia, sampai dusta hanya teman mereka terdengar begitu bodoh di telinga saya, Sir."
"Jadi mereka kekasih?" France bertanya.
"Tidak yakin. Namun mungkin iya, atau paling tidak, saling memendam rasa, saya tebak." Ryan memasukkan tangannya ke dalam kantung celananya, merogoh sebatang rokok dan menyalakannya. Abu keluar dari mulutnya, membentuk awan kecil di langit kosong, dan melayang ke udara nan jauh di sana.
"Kau tahu di sini tidak diperbolehkan merokok, bukan?" tanya France sembari berkacak pinggang.
"Bukankah tak apa kalau diam-diam, Tuan?" Kekeh Ryan sekali lagi.
"Kembalilah kepada Nona Jasmine, Sir France. Nona pasti sedang menangis kencang bagai bayi manja sekarang, bukan?" France tidak mengelak. "Urusan Rian dan kekasih kecilnya akan saya atasi. Biarlah anak malang itu tertawa sedikit lebih lama lagi, mungkin itu akan menjadi terakhir kalinya dia mengulur senyum terlalu tampannya itu."
France mengernyitkan keningnya. "Kau punya rencana?"
"Entahlah, untuk sekarang belum," ucap Ryan, hampir membisik. "Tapi aku yakin akan satu hal. Aku tidak suka melihat mereka tersenyum bersama seperti itu.
"Karena itu aku tidak akan biarkan mereka mengulur senyum serempakkan terlalu lama."
Senyum di wajah France, mengembang lebar. "Aku tahu aku bisa mempercayaimu," ucap pria paruh baya itu, serak.
Ryan tertawa. "Akan kupegang kepercayaanmu erat-erat, Sir. Aku berjanji."
~~~
Pemandangan ini menggemaskan.
Senyum Rian tanpa henti mengembang di wajahnya, begitu lebar, terlalu lebar, bahkan wajah serta rahangnya sampai sakit karena ini. Matanya yang besar bahkan sampai menyipit. Pemandangan di hadapannya begitu menggemaskan, begitu lucu, Rian bahkan sampai harus menahan diri mati-matian untuk tidak mengabadikan di ponselnya, dan menyimpannya di galerinya selama-lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Age Does(n't) Matter
RomanceBagi Rian Andira, hubungan percintaan adalah yang tersulit. Kekayaan, Harta, gelar, perusahaan maha besar, bahkan penggemar yang menggilainya semua begitu mudah dia dapatkan. Namun percintaan, dia selalu gagal dalam hal itu. Diawali dengan cinta per...