Pernahkah kamu melihat bayi kesusahan untuk tengkurap?sampai keluar banyak keringat, menangis, kesal. Lalu akhirnya bisa dan terbiasa.
Atau melihat bayi belajar berdiri lalu berjalan. Terjatuh berkali-kali. Kadang diselingi dengan senyum, tawa, tangis hingga amarah.
Lalu akhirnya mereka bisa dan biasa. Tengkurap lalu dengan mudah telentang lagi. Berjalan, berhenti hingga akhirnya berlari.
Kurang lebih begitulah juga kita saat mengatasi permasalahan yang ada. Kadang disertai tangisan, amarah, jatuh, bangun, terkendali hingga lepas kendali (berulang-ulang).
Tidak apa-apa. Ikuti saja dulu alurnya. Hingga kita bisa lalu terbiasa. Bisa mengatasi masalah dan saat masalah (pemicu) itu datang lagi, kita juga akan biasa saja.
Bayi belajar tengkurap, merangkak, berjalan. Tetapi karena mereka tidak tau caranya maka mereka akan mudah emosional (marah, sedih, kesal -tantrum-). Mereka masih berusaha beradaptasi hingga menemukan caranya.
Bagi orang dewasa itu lucu, menggemaskan dan mudah dilakukan. Tetapi tidak bagi mereka. Itu berat karena mereka tidak mengetahui caranya, rumit. Namun saat mereka mengetahuinya karena hasil dari beradaptasi dan proses panjang tadi, mereka bisa melakukannya. Tidak lagi mudah emosional.
Sama seperti kita saat mengalami masalah, berat bagi kita, karena kita belum paham caranya. Akan melalui emosional seperti itu juga. Namun proses yang dilewati tersebut jadikan ajang adaptasi mental untuk semakin kuat (bukan menjadi sombong).
Bangunlah kesadaran akan tanggung jawab diri sendiri (pikiran, perasaan, respon). Fokuslah pada daerah kendali kita. Jatuh, bangun, menangis, tertawa adalah proses yang bisa dialami siapa aja. Tidak apa-apa.
Orang lain adalah faktor eksternal untuk memicu apakah kita akan memanfaatkan kehadiran mereka sebagai motivasi menuju kepada kebaikan pada akhirnya, atau hanya fokus kepada masalah yang mereka picu (penghambat/penghalang).
Sama seperti orang tua, pengasuh, kakak dan siapapun yang menemani, memegang tangan dan badan bayi, mengarahkan bayi tengkurap, merangkak dan berdiri. Mereka memacu semangat, menjelaskan kepada si bayi bahwa "Tidak apa-apa belum bisa, nanti coba lagi ya sayang". Atau"Tidak apa-apa kok kalau kamu menangis ".
Selama berusaha apakah bayi berhenti selamanya karena lelah melakukan usaha yang berulang-ulang? Tidak. Mungkin mereka memang mengamuk, tapi tidak selamanya, karena mereka akan kembali berusaha. Terkadang mereka marah seperti menyalahkan sekitarnya (orang tua, keluarga, pengasuh atau siapapun tadi yang menemaninya berusaha) tetapi akhirnya mereka tersenyum kembali, saling berpegangan dan menguatkan. Bayi tersenyum dan gembira kepada mereka ketika bisa. Dan akhirnya mandiri.
Begitulah orang lain disekitar kita, jika perannya telah selesai dan kita bisa mandiri, kita hanya bisa mendoakan dan berterima kasih atas kehadirannya. Baik yang memberi pengalaman manis ataupun pahit. Awalnya memang tampak seperti pemicu kepada hal-hal tidak baik, karena kita menjadi marah, sering menangis dll, itu karena kita belum mengetahui dan sadar akan peran mereka.
Setelah menyadari nya maka kita akan bersyukur, karena mereka lah pemicu kita menjadi lebih baik, lebih kaya informasi, lebih besar keinginan mengolah emosi (bukan menjadi penghalang, tergantung bagaimana kita menyikapinya) dll nya. Yaah..begitulah..
Selamat pagi
#dirumahaja untuk yang bisa #dirumahaja
Yang terpaksa keluar, selalu jaga diri.
Semoga Allah selalu melindungi kita dan covid-19 segera lah pergi ya. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUKAN CERITA
RandomKetika terasa berat dan penat oleh kehidupan, tidak ada salahnya untuk berbagi namun tetap dekatkan diri dengan Tuhan. Jangan takut akan pendapat orang lain yang tidak membangun karena hidup kita adalah tanggung jawab kita. Jika diperlukan memang le...