Tertium

1.9K 259 123
                                    


}÷{

Sejenak sunyi menyelimuti, dua pasang rubi itu masih betah bertukar pandang meski berada dalam persepsi berbeda. Di luar hujan masih mengguyur deras, dinginnya sampai menusuk tulang. Biasanya ketika musim dingin turun hujan, badai pun turut datang. Namun di penghujung musim dingin, hal itu jarang terjadi.

Padahal, setidaknya itu bisa dijadikan sebuah alasan untuk menghabiskan waktu bersama sedikit lebih lama.

Namun ini bukan kisah jatuh cinta pandangan pertama di bawah hujan. Bukan, sepenuhnya bukan.

"Kamu anak kecil, tau apasih soal kehidupan," paparnya memecah keheningan antara mereka berdua.

Kepala di alihkan, kembali memandang bulir hujan yang mengalir di jendela. Disaat hati tengah melankolis begini, tiap butir air yang jatuh dan mengalir di ibaratkan potongan hatinya yang pun runtuh.

"Ck, emangnya orang tua aja yang paham soal kehidupan." Remaja di sampingnya mencibir. Kemudian menyedot ingusnya yang mengalir ringan.

"Orang bisa dengan gamblang bilang buat melupakan setelah kehilangan, tapi kenyataannya gak ada yang benar-benar bisa berhasil dengan cara itu. Kamu nggak bakalan tahu gimana rasanya kehilangan, kalo ngerasain pun gak pernah."

Changbin menoleh, mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibir pria dewasa di sampingnya. Kemudian mengembus napas pelan.

"Nggak perlu kehilangan supaya tau rasanya gimana. Semua orang sadar dan ngerti, kalo itu bukan sesuatu yang bisa di terima dengan mudah. Tapi sekali lagi, kita bersedih pun yang pergi nggak akan kembali."

Suho tak menyanggah ataupun mengelak, sebagian dari dirimu menyetujui pola pikir remaja yang mengaku bernama Changbin itu. Fokusnya di taruh kembali ke lawan bicara, saling beradu netra untuk detik lainnya.

"Kamu ngomong gini, tau darimana?"

Changbin tersenyum lembut, mata sipitnya membentuk garis lengkung. "Hehehe, drama."

Suho tergelak atas jawaban singkat itu, yang ditularkan oleh cengiran lebar Changbin.

"Saya sedikit nggak terima sama kepergian istri saya yang gak terduga. Rasanya semuanya terlalu tiba-tiba, dan nggak masuk akal. Dia baru meninggal, tapi semua orang udah siap sama rencana mereka. Ngadain rapat soal pewaris, dan pemindahan tangan kekuasaan. Semuanya kayak udah di rangkai sedemikian rupa."

Suho melengos, mengingat kembali keadaan perusahaan yang ia pimpin tampak tenang namun menghanyutkan. Tidak ada ungkapan bela sungkawa yang tulus, malahan seringaian serius yang ia jumpai.

Changbin yang mendengar itu segera membulatkan mata, mulutnya pun tak kalah bulat.

"Jangan-jangan istri paman dibunuh, sengaja di bikin skenario kecelakaan biar motif nya gak ketahuan. Mereka pasti mau ngincar harta istrinya paman, kayak yang di drama-drama."

Remaja itu berujar antusias, netranya pun turut berbicara melalui binar menyala itu.

"Oops, maaf." Tuturnya kala sadar bahwa apa yang baru saja ia ucapkan itu sangat tidak pantas, dan segera memberikan Suho cengiran kikuk yang di ikuti garukan tengkuk.

"Kamu kebanyakan nonton drama tau nggak, mending belajar sana yang bener."

Lagi remaja itu mendengkus mendengar kata 'belajar' yang selalu mengundang sungutan. "Kenapa sih orang tua selalu nyuruh belajar. Kayak nggak ada kerjaan lain."

"Emang itu tugasnya pelajar. Kalo bukan belajar, ngapain lagi?"

"Banyak! Bisa main game, tidur, atau menyelamatkan dunia!"

[23]Sagum ( 커튼) | K. Suho x S. Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang