Quintus

1.5K 251 98
                                    


}÷{

Jalanan menanjak itu ditapaki dengan keluhan kecil, namun tak menyinggung apapun selain mengeratkan gendongan di punggungnya. Entah karena selimut yang membungkus, atau memang remaja aneh itu yang berat, berjalan sepuluh menit telah menguras begitu banyak keringat di tubuh Suho.

Suho tidak mengerti mengapa ia harus melakukan hal ini, pada orang asing pula.

"Sekalian olahraga paman, biar sehat."

Remaja itu berkata seolah dapat membaca apa yang ada di dalam kepalanya. Suho mendengkus, meski begitu lengan Changbin yang melingkar di lehernya di eratkan agar tidak jatuh.

"Rumah kamu masih jauh nggak?"

Suho merasakan gerakan kecil di punggungnya, Changbin menggeleng lantas meletakkan keningnya yang panas di bahu si pria dewasa. Kini rasanya seperti bumi tengah berputar, pening bukan main.

"Bentar lagi sampai kok. Rumah paling pertama di ujung jalan, itu tempatnya." Suho hanya mengangguk sebagai tanggapan mengerti. Pandangan fokus pada jalan setapak yang di kelilingi pohon pinus lebat. Bernapas lega kala melihat sebuah bangunan rumah sederhana yang berada di ujung jalan.

"Paman tau nggak, tadi bibi ngomong sesuatu ke saya."

Changbin kembali bersuara, meskipun Suho tampak tak tertarik akan bahasan itu telinganya tetap terpasang tajam. Siap mendengarkan ucapan si remaja yang mungkin hanya akan berakhir ia anggap sebagai omong kosong belaka.

Dan ia tahu siapa yang dimaksud 'bibi' disini, sedari tadi Changbin menyebut mantan istrinya sebagai bibi.

"Katanya paman nggak boleh sedih lama-lama. Selain itu bikin bibi gak tenang, paman juga akan terus-terusan sakit hati. Nggak bakalan ada habisnya. Bibi juga bilang mungkin prosesnya susah, tapi bibi tau paman bisa kok. Iya kan?"

"Gak tau. Gak semudah ketika ngomong doang."

"Ya kalo mudah, Taj Mahal buatan Kaisar Shah Jahan gak bakalan habisin waktu selama dua puluh dua tahun. Satu malam juga jadi kalo memang gampang."

Suho melengos, celetukan remaja itu memang benar adanya dan ia tak punya kemampuan untuk meneruskan argumen.

"Oke, saya coba."

Changbin yang mendengar itu mengangkat kepalanya, membawa tubuhnya naik agar bisa memandang wajah Suho dari samping. Remaja itu tersenyum lebar.

"Saya bantuin, gimana?"

Suho hanya berharap bahwa itu bukan ide yang buruk ataupun baik sekalipun.

}÷{

Remaja berusia delapan belas tahun menuju sembilan belas ketika lulus sekolah menengah akhirnya itu melangkah antusias ke dalam lingkungan sekolahnya yang telah beberapa hari kebelakang tidak ia singgahi.

Meskipun enggan bersekolah dan belajar, setidaknya ia masih bisa melihat senyum teman-temannya yang sama menderita seperti dirinya.

"Bro, kamu udah sehatan?"

Itu adalah Wooyoung yang segera merangkul pundak Changbin, membuat sang teman mengangguk atas pertanyaan yang terlontar.

"Udah dong. Bukan Changbin namanya kalo sama demam aja kalah."

Wooyoung mencibir, namun tetap tertawa kala keduanya berjalan di koridor menuju kelas. Sejak kenal dari bangku menengah pertama, kedua remaja ini selalu di temukan pada satu ruang kelas yang sama. Entah sebuah keberuntungan atau malah kutukan.

[23]Sagum ( 커튼) | K. Suho x S. Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang