Denique

2.1K 190 82
                                    

}÷{

Wanita yang memiliki rambut panjang lurus sepinggang, kaki jenjang, serta kulit tan yang bersinar itu tersenyum tipis setelah mendengar perkataan Suho. Mengagumi kejujuran pria itu meskipun sedikit sakit hati karena ia ditolak. Rasanya seperti harga dirinya sedang diinjak-injak.

"Baiklah, jadi saya ditolak?"

Suho mengembus napas tenang, memandang gadis cantik nan anggun dihadapannya dengan sorot kagum pula. atas kebesaran hatinya mengutarakan pertanyaan yang kedua-duanya sudah tahu betul apa jawabannya.

"Maafkan saya."

Bora terkekeh pelan, meletakkan kedua tangannya diatas paha sembari menggenggam tas kecilnya, bersiap untuk pergi.

"Nggak minta maaf, lagian saya juga kurang suka perjodohan. Ngomong-ngomong, bahu anda udah baikan?"

Bora mengedipkan sebelah matanya, "saya yang harusnya minta maaf karena bikin bahu anda luka. Lain kali akan saya traktir kopi sebagai ganti. Senang bertemu dan kenal dengan anda, Pak Kim."

Wanita itu bangkit dari duduknya setelah mengatakan hal tersebut, kemudian menundukkan kepalanya ke arah Suho sebelum beranjak pergi. Suho membalas dengan tindakan yang sama, dan memandang siluet wanita itu hingga menghilang dari netranya.

Lalu kembali menaruh pandang pada sosok remaja yang masih betah membisu dengan wajah tersipu. Ia menyungging senyum penuh percaya diri.

"Berhenti senyum, kamu jelek!"

Chanyeol merusak segalanya. Ia muak dengan drama picisan yang baru saja terjadi.

}÷{

Mobil mewah yang membelah keramaian kota metropolitan itu diselimuti sunyi, dikarenakan oleh dua penumpangnya sibuk dengan pikiran masing-masing. Yang satu sibuk dengan jalanan di depan, sekaligus seseorang yang duduk di sebelahnya, sedangkan yang lainnya sibuk untuk menyembunyikan gugup yang makin menjadi.

Hingga akhirnya mobil tersebut memasuki jalanan perbukitan yang kecil dan sepi, berhenti tepat di depan sebuah rumah sederhana yang terlihat begitu apik dan nyaman. Mesinnya berhenti. Dan rasanya Changbin bisa tercekik karena sunyi yang masih membelenggu.

"M-makasih, Paman."

Changbin harus secepatnya berada di kamarnya agar dapat berteriak sepuas hati melepas segala sesak yang ia tahan sedari tadi. Namun kala tangannya hendak membuka pintu mobil milik Suho, pergelangan ditahan agar gak beranjak kemana-mana.

"Cuma makasih gitu aja? Gak mau jawab tawaran saya tempo hari?"

Pertanyaan yang Suho lontarkan menampar wajahnya, membuat Changbin menelan teguk susah payah. Ia melirik Suho sedikit dengan takut-takut, kemudian kembali memandang kakinya yang masih berbalut sepatu ketika mendapati tatapan Suho tertuju lurus padanya.

"Tapi kalo kamu masih butuh waktu, saya masih bisa nunggu," sambungnya lagi.

Changbin makin dibuat dilema, ia mengigit bibir sebelum merespon pernyataan pria itu.

"Paman tau kan kalau lusa saya ngisi acara amal buat yayasan. Habis itu saya bakalan kasih jawabannya." Changbin mengutarakannya sembari memilin jemarinya di atas paha. Masih belum punya nyali untuk balas memandang netra yang teduh itu.

Mendengar itu membuat  sorot yang semula pasrah itu berbinar penuh harap. Segaris senyum tercetak di wajahnya, Suho mengangguk setuju tanpa sanggahan. Lagipula ia yakin harapannya tak akan pupus kali ini.

"Iya, saya tau. Saya tunggu jawabannya lusa. Apapun pilihan kamu, saya terima."

Mendapatkan respon begitu membuat Changbin makin tak bisa menahan gejolak di dadanya. Sukmanya memberontak meminta untuk segera berteriak keras.

[23]Sagum ( 커튼) | K. Suho x S. Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang