Septima

1.4K 219 100
                                    


}÷{

Menanggapi Changbin memang tak seharusnya Suho lakukan. Namun melihat gerak gerik Sehun yang mencurigakan membuat pria berusia tiga puluhan itu membawa Changbin menjauh dari mantan adik ipar tirinya. Sejujurnya ia tak perlu melakukan itu, toh remaja aneh tersebut bukan tanggung jawabnya.

Tetapi, berbeda dengan apa yang ia argumenkan di kepala, Suho kini malah duduk dihadapan remaja yang tengah menyuap nasi dengan lahap. Dengan mulut penuh terus mengunyah tak jauh beda seperti seekor kelinci.

"Makan pelan-pelan, gak ada yang bakalan nyuri kok."

Changbin memandang Suho dengan tersipu, "hehehe." Cengirannya mengembang dengan pipi penuh.

"Tadi kenapa paman kedua nggak diajak? Padahal seru tau kalo rame-rame," ujar Changbin ketika telah berhasil menelan kunyahannya.

Suho menggeleng kepala kecil, lantas menarik napas pelan. Kedua tangannya bersidekap di dada dengan fokus hanya tertuju pada satu objek di hadapannya. Changbin.

"Kamu bisa nggak ikut campur urusan saya? Saya rasa kamu makin kelewat batas."

Remaja yang tengah mengambil lauk di piring lain itu menghentikan kegiatannya. Kepalanya segara mendongak memandang Suho yang kini menatap penuh pada dirinya. Ia tertegun ketika bertemu netra dingin milik si pria dewasa.

"Saya tau nggak mungkin remaja seusia kamu punya maksud lain. Tapi saya ingatkan, dunia nggak semudah yang kamu bayangkan. Enggak semua ranah harus kamu jamah, termasuk kehidupan pribadi saya," sambungnya tanpa ekspresi yang berarti.

"Tapi paman, saya nggak bermaksud gitu."

Suho bangkit dari duduknya, melirik ke arah Changbin yang terus menaruh fokus padanya dengan kening berkerut menandakan bahwa remaja itu sama sekali tak memprediksi sikap yang ia tunjukkan ini.

"Saya pikir lebih baik kamu nggak usah dekat-dekat lagi. Anggap aja kita gak pernah kenal, seperti sebelum kamu dan saya ketemu. Lagian, kamu juga orang asing buat saya."

Detik selanjutnya ketika Changbin hendak berucap, si pria yang ia panggil paman itu beranjak begitu saja. Berlalu dari hadapan remaja yang kini menghentikan acara makannya. Changbin terdiam.

Kepalanya ia miringkan, sedang kening mencetak kerut yang tampak begitu jelas.

"Paman itu kenapa sih?"

}÷{

Dua remaja seumuran namun berbeda ukuran tinggi itu kini melangkah bersandingan di koridor sekolah. Bel istirahat telah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu, kini adalah saat yang tepat untuk dua pemuda itu mengisi perut mereka yang kosong.

"Kamu yakin Tuan Park bakal lulusin kamu cuma karena ikut acara amal?"

Wooyoung, salah satu dari remaja itu membuka bicara ketika keduanya telah menemukan meja untuk makan. Meletakkan nampan mereka, lantas membuka obrolan santai seperti biasa.

"Iya, dia bilang gitu kok. Habis ini aku bakalan latihan di ruang kesenian. Hehehe, gak ikut belajar fisika yey."

Changbin berujar riang, mengetahui fakta bahwa ia tidak akan ikut menghadapi minggu persiapan ujian membuat senyumannya mengembang lebar.

Sedangkan sang sahabat mendengkus iri, "andai aja aku juga di ajak. Tapi siapa juga yang mau nonton orang keringetan main voli di acara amal."

Ketika ia merasa tinggi, Changbin akan dengan otomatis mengembang kempiskan lubang hidungnya. Ia begitu suka menyombongkan diri di hadapan Wooyoung.

[23]Sagum ( 커튼) | K. Suho x S. Changbin [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang