Extra Part

5.2K 130 10
                                    

Aku linglung, mencoba mengingat kejadian tadi malam. Rasanya begitu indah, dia mengecup kening dan mengusap perutku. Mungkin itu hanya mimpi, mana mungkin dia akan semanis itu.

Lalu mata kami bertemu, dia sudah siap dengan pakaian kantornya dan menatap datar ke arahku seperti bisanya. Sebongkah daging dalam dada berdenyut nyeri, ternyata yang tadi malam hanya mimpi.

Aku bersila di tempat tidur dengan hati nelangsa, mengasihani diri sendiri. Entah bagaimana keadaanku saat ini, mungkin bukan seperti pengemis yang minta uang tapi minta dicintai. Menyedihkan sekali.

Dengan gontai aku masuk kamar mandi, mencoba memompa semangat mengingat apa yang akan kulakukan seharian ini, dan selanjutnya.

Dia masih menyiapkan berkas ketika aku sudah selesai dari kamar mandi. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benakku untuk mengusir pedihnya karena tidak akan melihat psikopat ini lagi. Ketika aku hendak mendekat ponselnya berdering mengacaukan semuanya.

"Ya, Maira. Aku akan segera ke sana." Dan dia langsung bergerak cepat, hatiku patah.

"Tunggu." Aku meremas ujung baju melihat punggungnya berhenti dan menoleh ke arahku dengan satu alis terangkat.

"Ada apa?" Dia melangkah mendekat dan mataku mengembun.

"Peluk aku." Aku menatapnya dengan mata basah.

Dia diam reaksinya tak terbaca.

"Peluk aku, hanya pelukan tanpa menyakiti." Aku terisak mengusap wajah dengan kedua telapak tangan.

Ya, Tuhan. Ada apa denganku?

Dia masih membeku sedangkan aku mulai putus asa. Perlahan mengontrol tangis dan menatapnya dengan perasaan yang tak terlukiskan.

"Maaf, maaf, lupakan saja." Aku berbalik dan memijit kening perlahan, mendadak pusing. Kenapa hidupku seperti ini Tuhan? Aku tidak suka merindukannya dan aku tidak suka jatuh cinta padanya. Hapuskan saja perasaan ini, Tuhan. Aku mohon.

Tiba-tiba dia menyentakkan tanganku, sehingga tubuh ini langsung menabrak dadanya. Mata itu menatap tajam dan dadaku berdebar waspada.

Entah bagaimana terjadinya, bibir kami bertaut dengan deru napas yang tak teratur. Tangannya memeluk erat dan tak disangka tanganku terangkat meremas rambutnya. Rasanya sungguh menyenangkan, aku begitu terhanyut, dia begitu lembut ini bukan lagi dirinya yang dulu, yang tidak kusukai.

Lalu dia melepaskan tapi tetap menahanku di dadanya. Ya, aku perlu ini, rasanya dia menyedot seluruh tenaga. Aku menghirup aroma tubuh ini kuat, akan kukenang selamanya di relung paling dalam.

Dia memeluk erat, berkali membenamkan wajahnya di rambutku. Aku sungguh penasaran tentang apa yang berkecamuk di dalam hatinya saat ini. Fakta bahwa dia tak menyakiti membuat hatiku terasa melompat kegirangan.

Ponsel di sakunya kembali berdering dan dia langsung mengurai pelukan, perasaan kehilangan langsung menyergapku tanpa ampun.

"Iya, Maira. Ini mau berangkat." Matanya mengawasiku yang masih berdiri di depannya. Aku memijit kening, menundukkan kepala berusaha menyembunyikan lagi mata yang mulai berkaca-kaca.

Dia menutup ponsel, lalu kembali menatapku. Helaan napasnya yang keras membuatku menatapnya, dia nampak sedikit goyah, entah karena apa. Acakan ringan di rambut, kuanggap sebagai ucapan selamat tinggal dan dia pergi. Pergi pada Maira.

Aku menghela napas, lebih sedih dari biasanya. Menyadari ada harapan baru yang tumbuh tapi aku harus pergi. Semoga dia berubah. Dia menciumku dengan lembut, itu akan menjadi kenangan termanis selama menikah dengannya.

Kuraih ponsel dan menekan nomor Rio.

"Kau harus membantuku."

***
Lengkapnya ada di novel ya.

Air Mata Pernikahan masih PO sampai tgl 03 Mei, itu artinya tinggal dua hari lagi bagi yang belum tapi ingin novel ini silahkan hubungi Marketer Denta Publisher atau wa.me/081266168504

#Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang