Bagian 3

6.3K 210 2
                                    


Air mata menganak sungai di bantal. Aku meremas seprei dengan kuat. Bahkan ketika sudah selesai ikat pinggangnya masih melayang di bahu.

Ya, Tuhan. Lindungi calon bayiku.

Inilah bentuk hukuman yang menakutkan, karena aku berlama-lama di luar kamar. Sekilas  aku melihat bayangannya mendekat lalu semuanya gelap.

***

Awalnya tubuh ini seakan mengambang, mati rasa. Tidak lama nyeri di punggung meraih kembali kesadaran. Tadinya aku berharap takkan lagi bertemu pagi, nyatanya hidup tak sebaik itu.

Terkapar dalam posisi telungkup, dan tak berubah sampai pagi.

Ah, memangnya apa yang kuharapkan? Dia akan memperbaiki posisi tidurku. Tidak akan terjadi. Dia takkan menyentuh tanpa menyakiti.

Kutelentangkan tubuh, rasanya benar-benar remuk. Hari sudah siang, karena matahari sudah menerobos melaui balkon kamar, tidurku benar-benar lelap, bukan lelap. Mungkin aku pingsan.

Dia sudah berangkat kerja. Sejenak terdiam, tanganku mengusap perut perlahan. Belum terasa ada sesuatu, memang masih satu bulan.

Semua akan baik-baik saja, Nak. Mama akan menemukan jalan aman untuk kita.

Aku berjalan ke kamar mandi dengan meringis. Semuanya sakit, terlebih pangkal paha, dia benar-benar memperkosaku.

Selesai membersihkan diri aku sarapan nasi goreng yang dibuat sendiri. Di rumah besar ini aku sendirian, betapa mudahnya kalau seandainya ada tempat untuk melarikan diri.

Awalnya aku ingin menanyakan kenapa dia tak memiliki asisten rumah tangga, tapi kubatalkan. Karena jawabannya adalah dia suka menyiksaku.

Benar-benar piskopat.

Lama termenung di meja makan, memikirkan langkah apa yang harus kuambil. Bertahan, dengan sex yang tidak normal, atau melarikan diri dengan keadaan hamil. Itu sama buruknya.

Bertahan, itu artinya aku harus siap fisik dan mental ketika dia memuaskan diri dan bisa juga berbahaya untuk calon bayiku. Hidup dalam ketegangan setiap dia ada di rumah.

Melarikan diri, ini lebih buruk. Aku hamil, dan parahnya aku tak punya tabungan. Nasib anakku akan lebih buruk.

Ukh, ayolah, Yura. Berpikir!

Nyatanya hanya ada jalan buntu dan aku kembali terseok menuju kamar. Meraih ponsel dan membuka WA. Iseng-iseng bertanya novel yang jadi inspirasi film Fifty sades of grey.

Seorang teman menyarankan untuk download melalui pdf, ada novel terjemahan karya El James di sana. Tak berapa lama setelahnya aku hanyut dalam ceritanya.

Kudapati aku menangis sampai terisak. Bukan karena isi novelnya tapi karena kenyataan yang menampar tanpa belas kasih.

Di novel ini jelas berbeda, mereka saling cinta dan tentang kekerasan itu ada kompromi dan persetujuan kedua belah pihak. Sementara aku, aku tidak sekalipun merasa puas saat bicara masalah hubungan ranjang.

Dia hanya akan memuaskan dirinya sendiri. Memancing gairahnya dengan menyakitiku. Lalu, bagaimana aku bisa merasa puas?

Oh, Tuhan. Pernikahan seperti apa ini?

Kemudian kutelusuri google dan menemukan beberapa kenyataan yang mengejutkan. Tentang nama kemungkinan penyakit yang diderita suamiku, ya, apa lagi namanya kalau bukan penyakit.

Sadomasokisme. Dan dia adalah  dominan. Sayang sekali aku bukanlah pasangan yang cocok dengannya. Aku tidak bisa menikmati setiap sakit yang dia berikan.

#Air Mata PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang