Chapter 3

4K 469 20
                                    

"Menikah.. ayo menikah.. aku bersedia."

Kongpop menatap heran pada pemuda dihadapannya.

"Kau bilang apa? Aku tak mendengar dengan jelas." Kongpop berkata sombong membuat Arthit geram. Jika bukan demi papa, ia akan mengali tanah dalam-dalam dan mengubur pemuda sombong yang ada dihadapannya.

Arthit mengigit bibir bawahnya erat, baru sore tadi ia menolak Kongpop dengan kejam dan sekarang ia memohon agar Kongpop mau menikahinya. 4 jam belum berlalu. Ini sangat melukai harga dirinya.

Bukankah hal ini terlalu lucu.

Arthit mengatur nafas, menahan kemarahannya. Jelas Kongpop sedang mengejeknya.

"K-k.. kumohon.. aku bersedia menikah denganmu." Arthit terbata-bata mengucapkanya. Harga dirinya terasa tercabik-cabik oleh cakar yang tak terlihat.

Kongpop menyeringai sombong. Pemuda ini terlalu meremehkannya. Bagaimanapun dia seorang anak Jendral. Bukan pemuda kaleng-kaleng yang dibuang saat tak diinginkan dan dipungut saat dibutuhkan.

Kongpop tak menerima itu. Kongpop memutuskan untuk memberi Arthit pelajaran berharga.

"Tidak!"

"A-Apa?" Arthit terkejut tak percaya. Bagaimana bisa Kongpop menolaknya? Dia selalu berisik tugas negara ini tugas negara itu.

"Aku tidak mau!"

"K-kenapa? Bu-bukankah tingkat kecocokan kita tinggi? Lalu i-ini sudah diputuskan oleh negara, bukan."

Kongpop tersenyum mengejek "lalu?"

"A-aku tahu aku salah... tapi.. tapi.. kumohon tolong papa.."

Sebuah suara mengejutkan mereka berdua. "Siapa yang datang Kong?"

"A.. orang salah alamat pa."

Arthit membulatkan matanya, dipikirannya Kongpop sudah ia cekik hidup-hidup.

"Masuk kalau begitu, diluar dingin."

"Pa-pfttt" Kongpop membekap mulut Arthit yang ingin memanggil papanya. Tak semudah itu Arthit.

"Pa.. aku keluar sebentar. Kopiku habis."

Kongpop menarik tangan Arthit paksa pergi menjauh dari rumahnya. Ia membawa Arthit ke taman dekat dari rumah.

"Apa maumu?" Kongpop bertanya dengan nada dingin. Menatap Arthit acuh tak acuh sambil menyalakan sebatang rokok.

"Aku.. bersedia menikah denganmu."

"Sayangnya, aku tidak bersedia." Kongpkp menghembuskan asap rokoknya membuat Arthit terbatuk-batuk. Ayolah, Arthit itu anti rokok.

"Kenapa? Kenapa kau tak bersedia?"

Kongpop tertawa sinis. "Bukankah kau yang menolak?"

Arthit merasa bersalah. Memang benar, ia menolak Kongpop dengan kejam, didepan paman Jin, didepan papa dan didepan saudara kembarnya. Bohong jika harga diri Kongpop tidak terluka.

"Negara sudah memutuskan kita bersama. Kau sendiri yang bilang, demi melindungi negara kita, kekuatan elemen kayumu harus diturunkan dan diperbanyak. Apa kau ingin membuang apa yang kau ucapkan?"

"Lalu, apa kau pernah memikirkan berkorban demi negara?"

Arthit terdiam. Ia hanya tahu ingin hidup bebas.

"Dengat Arthit, kau yang menolakku, bukan. Baru..." Kongpop melirik jam tangan hitam yang melingkar sempurna di tangan kanannya. "3 jam 26 menit, kau sudah menarik keputusanmu. Hahaha.. hanya segini tekadmu untuk hidup penuh kebebasan."

Arthit mencoba bersabar dan bersabar. Ini semua demi papa.

"Lagipula, papa dan aku sudah membicarakan ini. Papa akan mencarikan aku seorang mowu lain sesuai keinginanmu. Mowu yang menerimaku, yang akan merawatku dan melahirkan anak-anakku."

Arthit membuka mulutnya ingin membantah.

"Tentu saja dengan tingkat kecocokan yang tinggi." Kongpop memotongnya sebelum Arthit sempat berkata.

"TIDAK! TIDAK!" Arthit melemparkan dirinya memeluk Kongpop. "Aku sudah bilang aku bersedia.. aku bersedia menikah denganmu.. aku akan melahirkan anak untukmu sebanyak yang kau mau... aku.." Arthit mengigit bibir bawahnya sekali lagi hingga ada sedikit cairan merah disana. "Aku.. aku juga akan merawatmu. Aku akan merawat paman Jin, menjadi menantu yang baik. Menjadi istrimu yang baik. Kumohon, tolong nikahi aku.. tolong papaku..."

Arthit menangis, ia tak peduli air matanya membasahi baju Kongpop. Terganggu oleh asap rokok, ia mengambil batang rokok ditangan Kongpop dan membuangnya jauh-jauh.

"Kumohon na.. na.. Kong..."

"Aku..."

***

Jendral Jin terkejut saat anaknya Kongpop pulang membawa Arthit kerumahnya. Arthit terlihat lesu dan pucat, matanya merah.

Arthit yang pemberontak menjadi penurut berjalan dibelakang Kongpop.

"Selamat malam Paman Jin." Ucap Arthit lemah.

"Maafkan aku paman." Arthit membungkuk 90 derajat.

"Kong.. ini.."

Kongpop mengerti kebingungan papanya. "Arthit akan menginap malam ini, diluar hujan."

Kongpop menarik Arthit keatas, membawanya ke kamarnya. Kongpop membuka lemari, menyerahkan satu setel piyama dan handuk putih ke tangan Arthit.

"Disana kamar mandinya." Kongpop menunjuk pada pintu disamping lemari.

Arthit mengangguk menurut, mengambil handuk dan pakaian, ia pergi menuju ke kamar mandi.

Jendral Jin yang penasaran, mengikuti anaknya ke kamar.

"Sebenarnya ada apa?" Tanya Jendral Jin. Bagaimanapun Arthit itu anak sahabatnya, ia harus tahu apa yang terjadi.

"Tidak ada pa."

"Tidak ada? Lalu kenapa Arthit lesu? Bagaimana dia datang kemari kalau tidak ada apa-apa?" Cecar Jendral Jin.

"Tidak ada. Hanya saja kami akan menikah."

Jendral Jin terkejut namun ia juga senang, dengan begini sahabatnya dapat diselamatkan dari hukuman negara.

"Kalian.. akan menikah?" Kongpop mengangguk.

"Dia setuju?" Kongpop menganguk sekali lagi.

"Lalu kau menerima?" Sebagai seorang ayah, ia tahu sifat anaknya yang juga keras kepala dalam artian yang berbeda.

Kongpop memgangkat bahu menanggapi pertanyaan ayahnya.

"Sudah malam pa, lebih baik papa beristirahat."

Melihat anaknya tak ingin memberikan jawaban lebih, Jendral Jin terpaksa mundur.

"Baiklah, kau juga beristirahat. Jangan tidur malam-malam."

"Baik pa."

Jendral Jin turun dari lantai dua dan menuju ke kamarnya untuk beristirahat. Ia tahu ada sesuatu yang tak beres antara anaknya dan Arthit. Ia akan menyelidikinya nanti.

Arthit sudah selesai mandi ketika Kongpop dan Jendral Jin selesai bicara. Dengan ragu, ia masih memegang handuk putih ditangannya.

"Taruh aja di keranjang."

"H-hah? Apa?"

Kongpop menunjuk pada handuk putih yang ditangan Arthit. Arthit segera tersadar dan menaruh handuk putih itu dikeranjang.

"Kong..."

"Kau tidur duluan, aku mau mandi." Kongpop pergi tanpa mendengarkan perkataan Arthit.

Arthit yang menjadi penurut, segera pergi ke tempat tidur Kongpop, menarik selimut, menutupi hingga kepala dan menangis sedih.







Semua demi papa...

03 Mei 2020

17. THE MOWU'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang