Bab 8

250 44 5
                                    


ASSALAAMUALAIKUM
Habibati
.
.
Sebelumnya...

Sedangkan Danu malah tersenyum lebar setelah punggung gadis itu perlahan menjauh dari pandangan. Pipi putih itu, Danu bisa melihat semburat kemerahan yang muncul dari sana.

'Uh! Chaca... keknya gue mulai suka sama loe. Loe tau?? Loe itu baik, sholeha, pinter ngaji, perhatian.. yah, walaupun kadang ngeselin pas lagi jutek. Dimata gue, loe itu beda.'

'Habibati?? Gue tau koq itu artinya apa, cuma gue gak mau kasih tau aja. Karena gue yakin loe gak mungkin gak tau..'

[[[[☆]]]]

Malamnya...

Chaca dibuat sulit tidur karena kalimat Danu siang tadi. Kalimat itu begitu jelas terngiang diingatan Chaca. Bahkan ketika cowok itu melempar senyum yang begitu manis terhadapnya. Juga usaha2 Danu selama ini untuk bisa mendapat maaf dari Chaca. Semua itu membuat hati Chaca perlahan terketuk dan mampu melunturkan rasa bencinya untuk Danu.

Apalagi sekarang, Danu mulai terlihat bersungguh2 dalam mempelajari materi agama yang disampaikan oleh guru sewaktu pengajian. Chaca dan para santri disana juga menyaksikan kalau sejauh ini, bacaan Danu dalam membaca ayat suci AlQur'an semakin hari semakin baik.

'Padahal baru satu minggu, tapi kesungguhan dia bener2 keliatan tulus dan dari hati.'

Ditengah lamunannya memikirkan tentang Danu, tiba2 saja Chaca mendengar suara gaduh didekat jendela kamar asrama yang ia tempati saat ini. Semua santriwati sudah terlelap dan menyusuri alam mimpi mereka.

Kini Chaca yang terjaga seorang diri hanya bisa terpaku, sembari mempertajam pendengarannya. Segera ia turun dari tempat tidur, lalu berderap menuju jendela kamar yang terbuat dari kaca gelap. Sehingga dari arah luar tidak akan bisa menembus atau melihat apapun yang ada dalam ruangan itu. Perlahan, Chaca membuka gorden yang menjadi penutup kaca jendela itu.

Samar2 Chaca melihat adanya dua sosok lelaki yang entah itu tengah berlatih adu kekuatan, atau berkelahi. Tapi semakin lama Chaca mengamati, jelas bahwa yang ia lihat adalah sebuah perkelahian antara dua sosok lelaki itu.

"Aku harus minta temenin Mely, buat laporin ini ke Pak kyai (pemilik pesantren)." Gumam Chaca pada dirinya sendiri.

Cepat2 ia mengambil hijab yang sudah ia lepas tadi, lalu mengenakannya. Setelah membangunkan Mely, keduanya pun bergegas keluar kamar dan berjalan menuju sebuah rumah yang beliau tempati. Jarak antara rumah sang pemilik pesantren dengan asrama putri memudahkan Chaca dan sahabatnya untuk pergi kesana tanpa diketahui oleh dua orang yang berkelahi itu.

[[[[☆]]]]

Bugh!

Satu dari mereka jatuh tersungkur akibat pukulan keras dibagian perutnya. Sementera si pemukul tersenyum puas melihat hal itu.

"Dasar lemah loe! Ini nih, akibatnya kalo loe berani nglawan gue. Bahkan ngancem bakal nglaporin gue segala ke Pak Kyai.. Gak bakalan bisa deh loe. Karna sebelum itu terjadi, gue pastiin loe gak akan lepas dari serangan gue."

"Jadi anak baru aja belagu sih loe.. Heuh!"

Dugh!

"Argh!" Erangnya menahan sakit.

Tubuh yang sudah lemah karena terkena pukulan itu hanya bisa pasrah, ketika kaki sang lawan menendang bagian punggungnya.

"ASSALAAMUALAIKUM Habibati" _END_Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang