Bab 22

18 2 1
                                    

Mereka bertatapan cukup lama, jantung Azalea berdebar tak karuan seperti saat dia menatap Revan dulu. Wajah tampan Fero menghipnotis dirinya hingga tak mau berkedip meski Fero mencoba memanggilnya berulang.

Puk...

Fero menepuk pundak Azalea beberapa kali,  mencoba membuat gadis di sampingnya tersadar dari lamunan yang menyerang akal sehat gadis itu.

“Hah?” lola Azalea mengedipkan mata beberapa kali dan mulai salah tingkah.
Apa yang aku lakukan? Kenapa aku malu-maluin diri sendiri di depannya, tapi— dia begitu tampan. Akh,  sangat tampan. Batin gadis itu.

Fero tersenyum geli melihat tingkah Azalea yang sangat lucu,  gadis itu terus menggaruk kepalanya bak seorang kera yang banyak kutunya. Dan jangan lupakan bahwa Fero juga dapat mendengar suara batin Azalea yang menggerutu terus-menerus karna malu.

“Besok dari pagi sampai sore aku tidak akan kembali,  tunggu aku datang dan masakan sesuatu untukku.” Azalea mendongak menatap seseorang yang bicara kepadanya panjang kali lebar,  dia merasa kehilangan saat laki-laki itu mengatakan bahwa dia akan datang di malam hari. Lalu apa yang akan gadis itu lakukan di sini,  dia saja tidak tahu tempat yang dia tinggali saat ini.

“Sebenarnya aku di mana ini?” akhirnya gadis itu bersuara,  bertanya pertanyaan yang sejak tadi terbesit di pikirannya.

Fero tersenyum lalu mengusap lembut surai hitam milik Azalea, “Kamu berada di rumahku yang sudah lama tidak terpakai. Aku tahu kamu tidak punya tempat tinggalkan saat ini?” Azalea hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Fero.

“Mangkanya tinggal di sini sekalian bersih in rumah ini ya,” Fero tersenyum jahil kepada Azalea,  membuat gadis itu tersenyum malu dan memukul pelan dada Fero. Ya,  gadis itu begitu manja sekarang terhadapnya.

Azalea mengangguk dan dia menatap Fero,  jantungnya sejak tadi tak berhenti berdebar.  Dia sangat bahagia melihat ada seseorang yang menemaninya kembali.

“Sudah malam ayo tidur,” Ajak Fero kepada gadis yang sejak tadi tersipu malu di depannya.
Azalea menatap penuh tanda tanya,  apa mereka tidur berdua di satu ranjang?  Pikirnya.  Kemudia dia memekik merasakan sakit di jidatnya seperti ada yang menyentilnya. 

“Jangan berpikir macam-macam,” ucapan Fero membuatnya semakin malu dan langsung membungkus dirinya kedalam selimut.

Fero menahan tawa dan ikut berbaring kembali ke asalnya.

Pagipun tiba,  sinar kuning cerah menembus kaca bening yang terdapat satu gadis yang masih tertidur pulas,  perlahan mata indah dengan bulu mata lentik terbuka dengan perlahan, mencoba menyesuaikan sinar mata hari yang menembus netra coklatnya.

Dia meraba sisi kirinya mencari seseorang yang tadi malam memeluknya saat tidur. Namun,  dia hanya meraba kosong tempat itu,  membuatnya langsung bangun karna terkejut.

“Secepat itukah dia pergi?  Bahkan ini masih sangat pagi.” Gadis itu langsung turun dari ranjang ingin membersihkan diri,  tapi dia terkejut saat melihat lantai begitu banyak debu.  Sedikit menghela napas dia lalu berjalan kekamar mandi dan menemukan tempat itu tak kalah kotor dari kamarnya.  Bagaimana bisa dia mandi dengan air seperti itu? Pikirnya dan langsung menutup pintu kamar mandi yang berdecit begitu nyaring.

“Akh,  aku bersihkan saja dulu semua,  sayang sekali rumah sebesar ini kotornya minta ampun.” Gadis itu lalu turun dan mencari sapu serta kain pel karna yang dia temukan hanya alat itu saja dengan ember kecil. Dia mulai menyapu dari kamar yang dia tempati serta kamar mandi yang berada di dalam kamar,  semua sarang laba-laba yang dapat dia jangkau dengan sapu dia bersihkan.  Dan lemari coklat dari kayu terlihat bagus dia bersihkan dan mencoba membukanya.  Ternyata pakaian serta ada beberapa seprai yang masih bagus dia ambil untuk mengganti seprai kasurnya.

Ternyata semua tempat yang dia bersihkan dan semua barang-barang di sana masih layak untuk di pakai. Walau keadaan rumah yang menurutnya cukup aneh serta tua tidak di sangka bahwa banya barang yang masih baru.

“Akh, aku lapar makan apa ya?” gadis itu begitu lapar setelah menyelesaikan tugasnya membersihkan rumah yang hampir setengah hari dia kerjakan sendirian.

Dia lalu berjalan di bagian yang menurutnya adalah dapur,  beberapa ada tabung gas yang belum terpakai sama sekali. Dia coba pasang selang kompor dan menghidupinya. Cukup lama dalam mencoba hal ini,  karna kompor gas itu tampak sudah lama tak terpakai.

Setelah sudah bisa menghidupkan api dari kompor itu dia berjalan ke arah kulkas yang telah lama tidak terpakai,  tak ada makanan di sana hanya daun kering dan buah yang telah busuk menimbulkan bau menyengat yang tidak enak di pernapasan.

“Uh,  tidak ada makanan.” Lalu sorot matanya menatap kebun belakang rumah ini. Terdapat beberapa pohon buah serta sayur yang berserakan daun kering.  Dengan semangat dia lalu keluar melewati pintu belakang.

Namun,  dia tidak menyadari bahwa ada sosok mata merah penuh dendam menatapnya di kegelapan.

Gadis itu sedikit kesulitan saat ingin mengambil buah mangga yang begitu tinggi, “Is,  gimana cara mengambilnya,  apa iya aku harus memanjat pohon ini?” gerutunya sendiri.

Gadis itu mengamati buah mangga muda serta buah yang telah masak bergantian. Dia ingin sekali memakan buah-buahan itu.  Lalu ekor matanya melihat ada galah, untung mengambil buah dari besi kecil yang tidak terlalu berat.  Dengan senang hati dia berjalan riang dan mulai mengambil galah itu untuk buah mangga yang sejak tadi dia perhatikan.
Satu

Dua

Tiga

Empat

Buah mangga muda serta matang berjatuhan di depannya,  membuatnya tersenyum senang dan segera memungutnya. Tak terbayang gadis manja dengan segala kemewahan sekarang hanya memakan buah saja.

“Akh,  akhirnya aku bisa memakan buah tanpa bahan pengawet seperti di mall,” ucapnya bangga dan mulai memakan satu persatu hingga buah itu habis.  Setelah di rasa cukup kenyang gadis itu berjalan untuk segera mandi,  karna sore sudah datang dan senjapun sudah bertakhta dia lalu pergi membersihkan diri.

Keran air di kamar mandi masih berjalan tapi tidak lancar,  dan sakelar lampu dia hanya bisa menghidupkan kamarnya saja,  di lantai bawah semua mati total dan hanya cahaya sang bulan yang menyinari membuatnya takut jika harus turun ke lantai bawah rumah itu.

Azalea mencoba mencari pakaian yang bisa dia gunakan,  karna pakaiannya sudah tiga hari dia pakai dan rasanya sangat tidak nyaman. Gadis itu hanya menemukan satu rok cewek dan juga kemeja yang lumayan cukup kecil tapi jika dia yang memakainya malah kebesaran.

“Huff,  tak apalah ini lebih baik.”

Gadis itu lalu berjalan ke arah cermin dan merapikan tataan rambutnya,  dan bersiap menunggu Fero. Ya, meski tidak memakai bedak ataupun pelembab Azalea tetap terlihat cantik dan imut dengan rambut pendek selehernya.

Malampun tiba,  gadis itu menunggu dengan perasaan gelisah,  dia takut.  Dia merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya dari balik jendela kamar,  tapi untuk memastikan gadis itu sangat takut.

“Fero kami kemana? Kenapa begitu lama.”

ODOC30# DAY 22

Cinta Khayalan ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang