Bagian 8 [Luka Untuknya]

21.7K 1.9K 276
                                    

"Alur hidupku seperti berjalan diatas laut yang membeku, sekali saja salah melangkah maka aku akan tenggelam dan menghilang dari bumi"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Alur hidupku seperti berjalan diatas laut yang membeku, sekali saja salah melangkah maka aku akan tenggelam dan menghilang dari bumi"

_Muhammad Fadlan Al-Ghifari_

_Muhammad Fadlan Al-Ghifari_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~MUN 2~

Fadlan POV

Rindu. Apakah aku pantas merindukan mereka? Apa aku pantas ingin bertemu dengan Najwa dan Azzam lagi? Entah apakah aku pantas atau tidak, aku hanya tahu satu hal. Aku sangat merindukan kehadiran mereka. Aku sangat merindukan puteraku. Sudah cukup aku terpisah dengannya selama ini. Aku ingin melihat Azzam, memeluknya dan mendengarnya memanggilku abi. Bukankah itu yang diinginkan setiap ayah di dunia ini? Walaupun aku bukanlah ayah yang baik, setidaknya aku punya kesempatan untuk bertemu dengan puteraku lagi.

Foto berukuran 2R itu masih kusimpan. Begitupula dengan foto yang Najwa buang saat aku mengejarnya. Foto yang memperlihatkan kedekatan sepasang ibu dan anak. Najwa dan Azzam seperti kado terindah yang pernah kudapatkan. Aku tidak ingin melepaskan mereka. Aku tidak perduli jika Najwa memintaku pergi puluhan kali, aku akan tetap pada posisi yang sama. Aku akan mengejarnya. Aku terlalu takut kehilangan Najwa untuk ketiga kalinya.

Apa aku egois? Tentu saja aku egois. Aku menginginkan dua sujud makmum di belakangku. Aku menginginkan Najwa dan Shanum sekaligus. Aku tidak bisa memilih diantara keduanya. Benar-benar tidak bisa.

“Mas belum pakai peci.”

Suara Shanum membuatku sadar. Aku terdiam sembari menatap wajahnya. Ia perlahan mendekat dan memasangkan peci hitam itu di kepalaku. Setiap kali kami akan melaksanakan shalat berjamaah seperti sekarang, fikiranku selalu terbawa pada sosok Najwa. Hal itu membuatku lupa akan dunia yang nyata.

Shanum kerap kali memperingatkanku dengan hal-hal kecil seperti memakai peci. Apa yang ia lakukan perlahan menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihapus. Aku tahu hatiku hanya milik Najwa. Shanum hanyalah pelengkap yang berusaha untuk memasuki celah hatiku.

“Sudah.” Shanum tersenyum. Ia mundur beberapa langkah. Aku emnarik nafas dalam-dalam. Bisa-bisa shalatku tidak khusyuk karena memikirkan masalah wanita.

Tasbih Hati (MUN 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang