DEVANDRA 26 - Rencana

884 91 4
                                    

Nggak sampe dua minggu nggak update, tangan Mint gatel buat update, hehe. Terima kasih sudah menunggu cerita Devandra update🙏
Ohh iya, maaf yang part sebelumnya. Mint terlalu banyak omong. Mint emang bawel, wkwk

Thank you,
I'm Mint A🌿

Happy Reading!

🌼🌼🌼

Gue menatap pintu kamar Devano yang tertutup rapat. Udah tiga jam Devano nggak keluar dari dalam kamarnya.

Setelah Ayah pulang dari rumah sakit, Ayah kasih kabar yang baik. Devano udah dapet pendonor mata. Harusnya Devano seneng kan? Tapi kenapa Devano malah terlihat murung?

"Devandra."

Gue menoleh. "Kenapa Bun?"

"Kamu anterin makanan ini ke Devano." Bunda menyodorkan nampan berisi sepiring nasi lengkap lauk pauknya dan segelas air putih. Gue mengangguk.

Lengan kanan menopang nampan yang gue bawa lalu tangan kiri gue terangkat mengetuk pintu kamar Devano. "Van, makan dulu."

Devano berteriak, "biarin gue sendiri dulu, Ndra!"

"Tapi, Van-"

"Gue mohon, Ndra!" Devano emang nggak mau diganggu.

"Oh oke."

Gue berjalan menuju dapur. Menaruh nampan tadi di atas meja makan. "Devano nggak mau makan, Bun."

Bunda mengusap wajahnya. "Dia dari pagi belum makan, lho," cemas Bunda.

Ayah mengusap bahu Bunda. "Ya udah, nggak papa. Biarin dia sendiri dulu."

Lo kenapa sih, Van?

Ting, tung!

"Biar Devandra yang buka." Gue berjalan membukakan pintu.

"Hai, Pandra!" Ternyata Vania sama Dimas.

Gue tersenyum tipis. "Hai."

Dimas menyipitkan matanya melihat gue, "napa lo lemes gitu?"

"Devano nggak mau makan. Jadi, gue ikutan lemes gini." Ya, gue jadi ikutan lemes karena Devano nggak mau makan. "Padahal gue udah makan dua piring nasi lho."

"Pano kenapa nggak mau makan?" Vania sedikit terkejut. Gue liat raut khawatir di wajahnya.

Ehh, iya sampe lupa. "Masuk dulu lah."

"Bunda, kenapa Pano nggak mau makan?" tanya Vania langsung setelah mencium punggung tangan Bunda sama Ayah.

Bunda menjawab, "tadi dokter ngabarin kalau Devano udah dapet pendonor mata."

"Alhamdulillah," Dimas mengusap wajah menggunakan kedua telapak tangan. Sedangkan Vania, cewek itu diem aja. Seperti mengkhawatirkan sesuatu.

---

Vania membantu menuntun Devano berjalan mendekat ke arah panti asuhan. Entah kenapa Vania tiba-tiba minta gue mengantarkan mereka ke panti.

Gue menyenderkan punggung ke pintu mobil yang tertutup. Melipat kedua tangan di depan dada sambil melihat Devano dan Vania berdiri di depan panti.

Devano menggenggam erat tangan Vania. Erat banget. Seolah kalau dia melepaskan genggamannya, Vania menghilang.

Gue berjalan mendekat ketika Bunda Sinta keluar. Tersenyum melihat anak-anak berlari ke arah Devano.

"Kak Devano!"

Gue menahan punggung Devano karena anak-anak langsung menubruk dan memeluknya erat. "Mereka udah kangen banget sama lo, Van."

Bunda Sinta mendekat. Gue menoleh ke arah Vania yang udah nggak bisa nahan air matanya. Dia perlahan menjauh.

Menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tak lama, tangannya turun untuk membekap mulut. Meredamkan suara isak tangisnya.

Bahunya bergetar. Dia berulang kali menenangkan diri agar tidak menangis tapi gagal. Air matanya nggak mau berhenti keluar dari kedua matanya. Seolah sesak yang Devano rasakan juga dirasakannya.

Gue tersenyum. Meskipun baru kenal Vania beberapa hari, tapi gue tahu. Vania cewek yang baik.

Dia cewek yang baik buat Devano.

---

Tiga hari yang lalu, Devano menjalani operasi. Gue, Bunda, Ayah, Dimas, sama Vania menunggu dokter melepaskan perban yang mengelilingi kedua mata Devano.

Dokter melepas perban yang menutupi kedua mata Devano. Devano mulai membuka matanya perlahan. Ia menoleh ke arah Bunda dan langsung memeluknya.

Kedua mata Devano terbuka, dia melihat Ayah. "Ayah..."

Sekarang Ayah, Bunda, sama Devano berpelukan seperti keluarga yang bahagia dan melupakan gue yang berdiri di belakang mereka.

Gue berasa salah keluarga kalo gini.

"Ekhem." Gue sengaja berdehem keras. "Kalian lupa anggota keluarga kalian satu lagi."

­---

Gue membuka kedua mata. Merentangkan kedua tangan lalu menguap lebar. Badan gue pegel banget tidur di sofa.

Setelah kedua mata terbuka lebar, gue melihat pemandangan yang menyesakkan bagi kaum jomblo kayak gue.

Gue melihat Devano yang mengusap rambut Vania yang tertidur di kursi samping ranjang Devano. Vania kayaknya ketiduran pas jagain Devano.

Devano emang menutup kedua matanya, tapi gue yakin dia nggak tidur. Kedua sudut bibirnya terangkat. Menandakan Devano menikmati momen bersama Vania.

Bisa nggak sih mereka menghargai gue di sini yang udah lama banget sendiri?

Hati gue panas, woi.

---

Gue berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar Devano. Gue punya rencana ngerjain Devano. Bikin Devano marah pas tau gue suka sama Vania.

Ehh, jangan berpikir gue suka beneran sama Vania. Emang suka sih, tapi hanya sebagai seorang teman.

Hati gue masih dengan jelas tertulis nama seseorang. Gue menghembuskan napas sebelum mengetuk pintu kamar Devano.

Semoga rencana gue berhasil.











🌼🌼🌼

Mint mau cerita sedikit yaa
Kemarin Jumat Mint nggak tahu kalau laptop Mint ke tumpahan air minum dari pagi sampe sore. Mint soalnya nggak di rumah karena ngurus persyaratan buat registrasi kuliah. Cerita-cerita yang Mint tulis ada di laptop dan Alhamdulillah file cerita-cerita yang Mint tulis nggak ilang😅

Ohh ya, Mint mau ucapin terima kasih banyak buat kalian yang udah baca sampai bab ini🙏

Jangan bosen ya baca cerita adeknya Devano😂

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devandra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang