DEVANDRA 39 - Gawat!

856 82 6
                                    

Gue dan Melody mengedarkan pandangan. Devano sama Vania nggak ada di dalam butik tempat mereka fitting baju.

Gue berjalan menghampiri pegawai butik lalu bertanya, "Mbak, saudara kembar saya mana ya?"

Yahh, bego banget gue. Pegawai butiknya kan nggak tau kalo gue sodara kembarnya Devano.

"Ohh, Mas Devandra?" Loh, kok tahu?

"Iya, Mbak."

"Tadi Mas Devano nitip surat. Ini suratnya," Pegawai itu menyerahkan selembar kertas kecil.

Gue mengambilnya. Membuka kertas itu lalu membacanya.

Lo lama! Gue tinggal!

Singkat. Padat. Jelas. Nyesek. 

Sabar gue punya sodara kayak Devano.

"Kak?" panggil Melody.

Gue tersenyum terpaksa. "Kita ditinggal Mel."

"Haa?" Melody terkejut. Dia merebut surat yang gue pegang lalu membacanya. "Yahhh, ditinggal."

Gue menonjok telapak tangan gue berulang kali. "Baik banget kan sodara gue itu? Bersyukur banget punya sodara kembar kek gitu. Pengen banget gue nendang dia sampe planet Mars!"

---

Jam menunjukkan pukul empat sore. Taksi berhenti di depan rumah Melody. Gue sama Melody turun setelah membayar tarif taksinya.

Gue berdiri di depan Melody. Tangan gue terulur menangkup wajahnya. "Istirahat ya. Muka lo pucet."

Melody mengangguk. Gue melihat dia meringis. "Kenapa?"

Gue memiringkan kepala. Melihat rahang bagian kanan Melody yang memerah. "Merah gara-gara jatuh itu Mel."

"Mungkin."

"Salah siapa tadi jalannya cepet-cepet, hm? Udah tau jalannya licin."

Melody mendengus. "Hm, ketawain aja nggak papa."

Gue tertawa melihat wajah kesal Melody. "Lucu deh. Pengen bawa ke KUA."

"Haa?"

Gue tertawa kecil. Setelah itu tangan gue menekan pelan rahang Melody. "Aw!" ringisnya.

Gue menegakkan badan dan menatap Melody. "Sakit?"

Melody menganggukkan kepalanya. "Ya iyalah."

"Mau tau caranya biar cepet sembuh nggak?"

"Ya diobatin lah!"

"Yee ngegas," gue ketawa. "Ada lho cara biar cepet sembuh."

"Apa?"

Gue membungkukkan badan. Mendekatkan wajah gue dan wajah Melody. Tertawa dalam hati melihat wajah memerah Melody. Gue memiringkan kepala. Semakin mendekatkan wajah ke wajah Melody.

Dikit lagi. Yaa, dikit lagi bibir gue menempel ke permukaan kulit Melody dan...

"SORE YA—whoaa!"

Gue menahan napas. Masih memejamkan mata erat dengan posisi yang sama seperti tadi.

"Semuanya keluar!" teriak orang itu.

Ingatkan gue untuk menceburkan orang itu ke kolam renang yaaaa.

"Semuanya cepat keluar!"

"Apaa Dimas?" Ya, orang itu Dimas.

"Itu Bun, anak Bunda mau nyium Melody!"

Haa, ada Bunda?

"DEVANDRA!"

Gawat!

---

Telinga gue panas banget. Beneran deh. Selama perjalanan pulang dari rumah Melody, Bunda ngomel-ngomel.

Gue denger omelannya Bunda udah satu jam. Belum lagi ini telinga ditarik sampe denyutnya masih kerasa.

Astaga, gue belum sempet nyium lho tadi. Apalagi kalo udah nyium. Bisa bener-bener dihapus nama gue dari Kartu Keluarga.

"Bun, Devandra belum sempet nyium Melody."

"Ngeles aja kamu!"

Gue menunduk lagi. Astaga, Bunda serem banget. Ayah sama Devano dari tadi cuma diem aja. Malah ya, mereka ngeliatin gue sambil makan pop corn.

Tega. Bener-bener tega.

Dikira lagi nonton film apa? Kalo iya, judulnya apa?

'Ibu yang menjewer anaknya karena ketahuan mau mencium seorang cewek?'

Huh!

"Kan Devandra nggak cium pas bibir Bun."

"Jadi bener tadi udah sempet nyium?!"

Haa?

"Ehh, nggak Bun. Astaga, Devandra belum sempet nyium. Bener deh!"

Bunda ngomel lagi. Udah nggak tau gue omelannya apa. Nggak fokus denger omelannya Bunda.

"Yah," gue melirik Devano. Dia memanggil Ayah dengan suara pelan.

"Hm, apa?" balas Ayah juga dengan suara pelan.

"Yang menang nanti siapa?" Lo pikir lagi pertandingan, haa?!

Pengen banget gue nendang tu anak sampe ke planet Mars.

"Bunda lah," Ayah tertawa pelan.

"Kalo Bunda kalah?"

"Liat aja tuh si Devandra," mereka melirik gue yang gue balas dengan pelototan. "Udah kicep gitu, haha."

Astaga, gue punya bapak sama abang napa gini yak? 















🌼🌼🌼

Kasihan si Devandra😂

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devandra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang