DEVANDRA 17 - Renata Selingkuh?

1.1K 88 0
                                    

Tiga bulan kemudian....

Ujian Nasional sudah dilaksanakan dua hari yang lalu. Devandra dan Devano memutuskan refreshing dengan jalan-jalan ke mall. Mereka baru saja keluar dari bioskop.

DEVANDRA POV

Gue malu banget sumpah. Masa gue nonton film kartun nangis. Gue melirik Devano yang tertawa terbahak-bahak.

"Apa kata orang satu sekolah kalo badboy ketua gerombolan tukang rusuh nangis liat film kartun?" ucap Devano dramatis.

"Gue nggak nangis," elak gue lalu memalingkan wajah.

Deg

Itu kan Renata sama Rian. Kenapa mereka bisa berduaan? Mesra lagi.

"Van?"

"Paan?"

Gue menunjuk dua orang itu. "Renata kok jalan sama Rian?"

Gue melirik Devano yang terdiam. "Renata selingkuh sama Rian?"

Devano tersenyum lalu menggeleng. "Nggak lah, mereka tu temenan. Wajar dong jalan bareng?"

Wajar?!

"Ya nggak lah!"

Woi, kalo udah punya pacar, ya yang diajak jalan pacarnya lah!

Gue memperhatikan mereka. "Liat tuh, mereka gandengan, rangkulan--"

What?!

Gue liat Renata cium pipinya Rian. Fix, Renata selingkuh.

"Wahh, parah. Pake cium pipi juga!"

Rian, lo jahat banget sama Devano. Bisa-bisanya rebut pacar sepupu lo sendiri.

"Harus gue kasih pelajaran nih!"

Devano menarik gue keluar dari bioskop padahal gue mau kasih pelajaran buat mereka. "Van, gue harus kasih pelajaran ke Rian!"

"Udahlah, biarin aja." Dengan entengnya Devano bilang gitu?

"Gue nggak mau tangan lo kotor buat kasih pelajaran ke Rian."

"Biarin?" Gue mendelik. "Sepupu lo ngrebut pacar lo, Van. Gimana bisa dibiarin?"

"Yang salah mungkin gue, Ndra. Gue nggak perhatian sama Renata sampe dia bisa berpaling ke Rian."

Woi, lama-lama gue emosi. Kalo dasarnya emang setia, nggak mungkin berpaling!

Devano bilang dia nggak perhatian? Astaga!

Devano itu perhatian banget sama Renata. Devano kadang masakin bekal buat Renata biar mereka berdua bisa makan bareng.

Devano pernah kena hukuman gara-gara dia pake kaos kaki di bawah mata kaki. Sebagai ketua OSIS bukan panutan yang baik kan?

Padahal sebenernya pas sebelum razia, Devano tukeran kaos kaki sama Renata. Supaya yang kena hukuman Devano, bukan Renata.

Gue tahu. Gue tahu Devano sayang banget sama Renata. Tapi, kenapa Renata tega selingkuh? Dan dia selingkuh sama sepupu pacarnya?

Emosi gue!

---

Siang hari gini enaknya minum es teh. Gue mengangkat segelas es teh yang udah gue bikin dan membawanya ke meja makan.

Gue meminum es teh bikinan gue sendiri. Seger.

"Devandra!"

Uhuk

Gue tersedak denger Devano yang teriak manggil nama gue. Gue tersenyum ke arah Devano yang berjalan cepat ke arah gue. "Lo nggak ker--"

Bugh!

Tiba-tiba aja Devano mukul gue. "Lo kenapa pulang langsung ngehajar gue?"

Devano mencengkram kuat kaos yang gue pake. "Udah gue bilang, jangan kotorin tangan lo buat kasih pelajaran ke Rian. Kenapa lo lakuin, haa?!"

Jadi itu masalahnya.

Bugh!

Devano mukul gue lagi. Gue nggak mau melawan Devano. Ini memang salah gue karena nggak nuruti perintahnya.

Gue nggak bisa tahan emosi buat nggak kasih pelajaran Rian. Lagian siapa sih yang enggak emosi tahu saudara kembarnya ditikung sama sepupunya sendiri?

"Devano!"

Teriakan itu membuat Devano menghentikan pukulannya. Gue sedikit membuka mata.

Gawat, Ayah udah pulang dari luar kota!

Plak!

Gue kaget liat Ayah menampar Devano. Ayah mencengkram kuat krah kemeja yang Devano pakai.

"Kenapa kamu menghajar anak saya?!"

"Devano juga anak ayah," lirih Devano.

Bugh!

Satu pukulan mendarat di rahang kanan Devano. "Kamu bukan anak saya lagi!"

Hah, Ayah nggak nganggep Devano anaknya?

Bugh!

Bugh!

Ayah terus memukul Devano. Gue berusaha berdiri. "Ayah, jangan pukul Devano!"

"Minggir Devandra!"

"Ayah!" Gue mendorong Ayah menjauh dari Devano. Gue melihat Ayah yang menatap tajam ke arah Devano.

Ini sebenernya ada apa?

Kenapa Ayah bisa marah banget sama Devano?

Kenapa Ayah tega mukul Devano sampe babak belur?

Dan kenapa Ayah nggak nganggep Devano anaknya lagi?

---

Malam harinya, gue nggak bisa berbuat apa-apa. Gue nggak bisa mencegah Devano pergi dari rumah. Gue nggak bisa bujuk Ayah buat larang Devano pergi.

Gue merasa nggak berguna.

Gue nggak sadar sejak kapan nangis. Gue masuk ke dalam rumah. Pintu kamar Ayah tertutup rapat sejak Devano memutuskan untuk pergi.

Gue berjalan menaiki tangga. Setelah sampai kamar, gue menutup pintu.

Gue bersandar di pintu. Air mata gue nggak bisa berhenti. Kalian boleh bilang gue cengeng. Emang bener gue cengeng.

Gue masih Devandra yang dulu. Yang gampang nangis. Yang selalu minta perlindungan dari Devano. Yang selalu minta bantuan Devano.

Dan sekarang, Devano pergi dari rumah. Gue nggak bisa mencegahnya pergi. Gue nggak bisa bantu dia.

Gue mendongak sambil memejamkan matanya.

Bunda...Devandra harus gimana?















🌼🌼🌼

Aku ingetin, ini alurnya cepet dan nyambung sama part cerita Devano
Kalo ada yang bingung, tanya aja yaa

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

Devandra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang