DEVANDRA 30 - Persiapan

918 96 3
                                    

"Lo yakin kalau cewek tadi Melody?"

Gue menoleh ke arah Devano. Dia mengembalikan ponsel gue yang sebelumnya dia pinjam untuk melihat wajah Melody. Devano emang belum pernah ketemu Melody.

"Lo jelas tau gue punya ingatan fotografis. Gue nggak mungkin lupa bagaimana wajah Melody."

Hening. Kita sama-sama diam sambil mendongak melihat bintang yang bertaburan di langit dari balkon kamar gue.

Setelah cukup lama diam, gue menoleh ke arah Devano yang berdiri di samping gue. Dia senyum-senyum sendiri. Udah gila apa ya?

"Lo kenapa senyum-senyum sendiri? Gila lo?"

Devano noleh. Dia menahan senyumnya. "Gue inget wajah Vania yang merah pas gue ngelamar dia tadi. Mukanya lucu banget kan?"

Kresek. Gue butuh kresek. Gue mau muntah.

"Lucu dari mana? Malu-maluin gitu. Masa ke bandara pake baju tidur."

Devano menatap tajam gue. "Salah lo juga. Dia baru bangun tidur main lo tarik-tarik aja!" Gue nyengir lebar.

"Lo kenapa mau cepet-cepet nikah sama Vania? Masa baru tadi pagi ngelamar, dua bulan lagi nikah."

Gue memicingkan mata menatap Devano. "Apa Vania udah--"

Bugh!

Belum juga selesai ngomong, sebuah tendangan mendarat di pantat gue. "Jaga omongan lo!" teriak Devano marah.

"Ayah sama Bunda ngajarin kita buat menghormati perempuan. Jadi nggak mungkin gue melakukan hal yang lo pikir itu sebelum menikah!"

Devano yang kesel langsung berjalan cepat keluar kamar. Gue mendengar dia menggerutu. "Cium dia aja nggak berani masa mau bikin dia hamil."

"Haa?"

Gue jadi bingung sendiri. Padahal gue tadi cuma mau tanya apa Vania udah siap nikah apa belum. Ehh, gue malah di tendang sama Devano.

Apa salah gue coba?

---

"Ndra!"

Seseorang mengguncang tubuh gue. "Devandra!"

Gue masih ngantuk banget. Buka mata buat liat orang yang sekarang lagi menepuk-nepuk bahu gue aja rasanya berat banget.

Plak!

"Aw!"

Kedua mata gue terbuka lebar setelah mendapat sebuah tamparan di pipi. Gue melotot tajam. "Bunda! Devano nakal!"

Gue beranjak bangun dan lari keluar kamar. Menuruni tangga cepat menuju dapur. Melihat Bunda yang lagi menyiapkan makanan untuk sarapan.

"Bunda! Vano nampar Devan!"

Gue mengadu kayak anak kecil. Bunda menoleh ke arah gue. Lah, Bunda malah ketawa. "Devano udah capek bangunin kamu dari tadi."

Ayah menyeruput kopi sebelum berkata, "kamu mau pamer kalo punya roti sobek?"

Haa?

Gue menunduk lalu nyengir lebar. Kebiasaan kalo tidur nggak pake atasan. "Iya. Pasti ayah nggak punya kan? Haha. Kan perut Ayah buncit."

Ayah menatap sebal gue lalu menoleh ke arah Bunda. Merengek seperti anak kecil. "Bunda, Ayah diledekin."

Bunda tertawa geli. "Ya makanya olahraga. Jangan makan terus." Gue menahan tawa melihat Ayah mendengus kesal.

"Cepet siap-siap!"

Gue menoleh ke arah Devano. Menangkap kaos putih polos yang dilempar Devano lalu memakainya. "Mau kemana?"

Devandra✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang