( BAGIAN 12 ) ACARA

131 36 9
                                    

3september 2017

"Karena ditakdirkan bertemu denganmu
adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan untukku"

-Muhammad Ridho Azzan Abdullah-

Azzan POV-

19.30 WIB

Malam ini adalah acara khitan anak dari ketua pembina Irma Baiturrahim.

Irma bertugas membantu dan mengabdi kepada ketua pembina sekaligus penasihat.
Beliau adalah Kyai terhormat di desa kami, meski beliau bukan asli orang desa ini tetapi kami para warga sangat menghormati beliau.
Beliau adalah orang berpengaruh dan sangat empati kepada masyarakat.

Sederhananya acara ini adalah acara pengajian yang terselenggara tepat di halaman masjid Baiturrahim.
Terjejer panggung untuk menyampaikan ceramah, dan kursi-kursi yang tertata dengan rapi untuk para tamu undangan dan para pengunjung.
Sebelum acara dimulai, kami panitia berkumpul untuk berdoa dan memberi arahan untuk berjalannya acara.

"Semoga acara berjalan dengan lancar, minta tolong kerja sama nya, dan mari lakukan yang terbaik."
Ucapku memberi arahan kepada mereka.

Aku menyadari ada seseorang yang sedari tadi tak ku lihat.

Dimana dia ? Gumamku dalam hati.

Ketika doa selesai, aku mencarinya. Memastikan apakah dia ikut atau tidak ? Karena aku pun bertanggung jawab sepenuhnya atas anggota ku.

"Ra, lihat Risa?"
Aku bertanya kepada Rara.

"Oh Risa, sejak tadi dia di dapur memasak, membantu menyiapkan untuk para tamu undangan.
Dia paling sibuk untuk memastikan semuanya berjalan dengan lancar." Jelasnya.

"Oh begitu, thanks Ra." Aku lekas pergi.

Ku lihat jari-jari manisnya memotong sayur dengan anggunnya, wajah putih dan senyum nya melegakan hatiku.
Setetes keringat ingin sekali ku mengelapnya namun apa daya, dia belum halal untukku.

Syukurlah, batin ku.

Selebat mata nya bertemu dengan mataku, bibir tipisnya tersenyum padaku.

Aku hanya mematung menikmati ciptaan Tuhan yang satu ini, jantungku mulai berdetak lebih kencang dari biasanya, aku merasakan bidadari yang turun dari surga dengan semerbak aromanya. Asli ini gak bohong.

Karena aku salah tingkah, aku menyengir dan lantas langsung kembali ke panggung.

Menatap nya lebih lama tak baik untuk kondisi jantungku.

Sepanjang acara, mataku terfokus pada dirinya tak sedetik pun aku sanggup untuk berpaling.
Selalu ku cari saat dia tak di depan mataku, aku terlalu khawatir melihatnya kelelahan, namun aku pun terlalu takut untuk mendekatinya.

Cantiknya bidadari yang tuhan utus dari surga, bergamis biru tua dengan balutan jilbab nya.
Wajah cantik, murni berseri, dengan senyum yang mengiris hati. Tidakkah aku sangat bersyukur bisa melihatnya. Ku rasa ini pertama kali ku merasakan nya. Dan aku bersyukur bertemu denganmu. Risa.

Semoga kamu selalu dalam lindungan Nya.

Risa POV-

22.00 WIB

Acara ini selesai, kali ini aku benar-benar sibuk, mengurus acara ini dan memastikan bahwa semuanya berjalan lancar.

Karena ini bentuk pengabdian ku kepada beliau, acara ini belum sepenuhnya selesai, karena kami para panitia tentunya tidak bisa pergi begitu saja, kamu harus membereskan kembali segalanya.

Tak ku sadari ternyata ada seseorang yang memperhatikan ku.

"Risa, tau gak ? Dari tadi kayaknya Azzan merhatiin kamu, dia selalu tanya kamu, nyari kamu, kaya ibu yang kehilangan anaknya, Haha"
Rara cengengesan karena melihat tingkah Azzan yang mencariku seperti anak ayam.

"Ah, itu mah perasaan mu saja."
Jawabku asal karena tak mau Rara semakin menggoda ku.

“Ih kamu mah gak percaya." Jawabnya lagi.

"Haha udah yuk, bantu yang lain."

Bagianku adalah membereskan sampah-sampah yang tersisa di halaman masjid.

Aku kualahan karena banyaknya sampah dan minimnya orang, karena yang lain sibuk dengan perkakas lainnya. Tak kusadari handphone ku terjatuh dan..

"Ini."

Seseorang mengambil dan memberikan ponselku.

“Eh makasih Ridho, eh kang ustadz."
Ucapku tak tau harus memanggil siapa.

"Haha santai aja sa, kalau diluar ngaji jangan panggil kang ustadz ya, panggil aja nama." Jelasnya.

"Hm, anu tapi kata ibu aku gak boleh manggil kamu hanya nama."

"Baiklah panggil aja mas, biar gak terlalu formal."
Jelasnya membuatku setengah terkejut.

M..ma..mas? Tanyaku dengan ragu-ragu.
Lucu aja dengan sebutan itu.

"Haha iya itu kalo kamu mau, kalo gak mau juga gak apa-apa, senyamannya kamu aja." Jelasnya lagi.

"Eh gak kok. Kang, eh mas."
Aku menyengir.

"Aku bantuin ya, jangan memaksakan diri buat mengurus semuanya sendiri, kamu juga perlu bantuan orang lain untuk bisa menyelesaikan nya." Ucapnya.

"Ah iya, emm. Mas. Boleh nitip ponselku dulu ? Saku ku tak muat, aku takut nanti jatuh lagi. Bisa?" Pintaku.

"Tentu, Aku kantong in ya." Jawabnya seraya mengantongi ponselku.

"Iya, Terimakasih."

Aku dan ia memungut sampah-sampah itu ke dalam kardus, sayangnya karena muatan banyak jadi kita harus bekerja sama untuk mengangkatnya.

Karena banyaknya sampah, di tengah perjalanan untuk membuangnya ke tong sampah besar tiba-tiba kardus terbuka dan menghamburkan semua isinya, lantas kami saling tatap kemudian tertawa.

"Haha kok bisa ?" Ucap kami bersamaan.

"Haha iya karena muatannya lebih banyak dari pada kardusnya, ayo kita bereskan." Ucapnya.

Ternyata tak sedikit yang memperhatikan kita, dan..

"Apa-apaan si kamu Ris, kesempatan aja sama Azzan, kecentilan banget."
Ya suara Gita menyenging di telinga ku.

"Ah gadis ini lagi," ucapku malas.

"Kenapa ? Apa masalah kamu? Kami hanya sedang membereskan sampah."

Ucap Azzan seraya kembali memberikan sampah-sampah itu begitu pula denganku.

"ih kamu kenapa sama Risa si."
Gita terdengar kesal.

"Kenapa kalau aku sama Risa ? Kamu gak ada kerjaan lain?" Jawab Azzan.

"ih nyebelin banget si, awas ya kamu Risa."
Ia menunjukku lalu pergi.

Dan ya, aku tak berkomentar apa-apa. Aku hanya diam untuk tidak membalas apa pun perkataan nya. Astaghfirullah

"Ga usah diambil hati ya, memang seperti itu." Dia mencoba menenangkan ku.

"Iya gak apa-apa." Aku tersenyum padanya.

Mata kita bertemu kembali, ah ini tak baik untuk detak ku.
Kuputuskan segera mengemasi dan melanjutkan pekerjaan.

Selesai mencuci tangan, aku mengobrol dengan anak-anak lain.
Rupanya ada satu acara sebelum penutupan yaitu closing dari para panitia yang lain adalah sholawat dari grub hadroh kami.

Ridho dan anak-anak lainnya menaiki panggung, meski hanya tersisa beberapa pengunjung dan tentunya para panitia yang masih stay.

Aku, Rara, Karin dan yang lainnya duduk di belakang para pengunjung yang masih tersisa. Tak ku sangka memang dia yang mengambil alih.

Kelopak mata kami bertemu, dia tersenyum kecil kepadaku. Aku merasakan sesuatu yang aneh ketika aku di dekatnya, ketika aku bersamanya, rasa yang tak pernah ku dapatkan dari seseorang mana pun. Perhatiannya, ketegasannya, kelembutan nya.

Bagaimana bisa virus itu datang lagi setelah sekian lama aku kunci dengan rapi, kenapa kamu bisa membuat hatiku menjadi berantakan kembali? Dan kamu, membuka kembali gerbang yang selama ini aku tutup dan tak seorang pun bisa membukanya.

Dan,

Aku menyadari bahwa detik ini, aku mencintaimu.

Ketika dia mulai melantunkan nya.
Suara itu, deg.

Aku terkejut dengan suara yang tak asing dari seseorang di masa lalu ku.
Aku menutup mata, seberkas kenangan manis dan pahit kembali dalam ingatanku.

Ketika aku membuka mata,
Deave

Aku terpengangah melihat nya tepat di depan mataku.

"Bisa ikut aku sebentar ?" Sepatah kata muncul dari nya.

Aku segera mengikuti arahnya, sejenak aku melihat Ridho memperhatikan ku.

Dia berhenti tanpa menoleh ke arahku.
Setetes air matanya turun, lalu menghapusnya.

"Akhirnya aku menemukan mu."
Ucapnya.

Membuat seluruh badanku menggigil.
Aku pun tak menyangka, seseorang yang telah lama menghilangkan dari hadapanku sekarang ada disini, bersamaku.

"Apa yang kamu lakukan disini ?" Aku berusaha untuk tidak terjadi apa-apa.

"Aku mencarimu, tak cukupkah kamu menghindariku selama ini?" Jawabnya.

"Pergilah." ucapku.

"Aku mencintaimu Risa, tidakkah kamu mengerti?"

Dia menoleh ke arahku dengan sudut mata yang terlinang.
Aku tak tau harus apa, air mataku turun dengan sangat cepat.

"Maaf aku harus pergi." Aku menghapus air mata dan bergegas meninggalkan nya.

Namun tanganku di tahan olehnya.
Aku terkejut, dia seberani itu menyentuh ku. Aku langsung melepaskan. Namun dia lebih kuat dariku.

"Lepas Deave, lepas."
Aku memberontak, tapi tangannya semakin kuat mencekal ku.

Tiba-tiba tanganku terlepas karena ada tangan lain yang melepaskanku.

"Lepas, Anda bisa kami teriak sebagai pemaksaan. Apalagi memegang tangan seorang perempuan dengan kasar."
Ternyata Ridho.

"Siapa kamu?"
Tanya Deave dengan rahang mengeras.

"Saya penanggung jawab dalam acara ini, dan dia anggota saya yang harus saya lindungi, lagi pula acara kami belum selesai. Tolong gunakan sopan santun Anda di desa kami." Jelasnya.

"Lihat Risa, aku akan datang lagi menemuimu."
Ucapnya seraya pergi.

Aku masih terdiam dan air mataku turun dengan menerus. Hati ku goyah, retak, hancur.
Ridho langsung membawaku ke tempat yang lebih baik. Dia menenangkan ku.

"Kita cerita, saat kamu sudah tenang ya.
Jangan dipikirkan. Semua pasti baik-baik saja?" Ujarnya.

Aku menghapus air mataku, dan berpamit kepadanya.

Acara belum selesai, usai makan kami berfoto bersama.
Anehnya sedari tadi aku tidak melihat Ridho. Acara foto pun di mulai, aku gelagapan karena tak melihatnya.

"Si Azzan ke mana ? Harusnya ada disini, dia ketua nya. Mana mungkin kita berfoto tanpanya."
Ujar Afif sembari celingak celinguk mencarinya.

Kami pun kebingungan, entah dimana dirinya. Namun tak biasanya meninggalkan acara tanpa alasan yang jelas.
Karena hari sudah mulai larut malam, akhirnya kita memutuskan berfoto tanpa nya. 

Aku mulai khawatir, karena dia pergi dan menghilang begitu saja tanpa sepatah kata.
Ponselku pun masih bersamanya.

Tak kusangka, dirinya ada di depan gang rumahku.

"Apa yang kamu lakukan disini ?" Tanyaku.

Ku sadari ada bekas lebam di sudut bibirnya.

"Mas kamu kenapa ? Kenapa ada bekas lebam di bibir kamu?"

Bagaimana tidak khawatir, pasalnya dia menghilang dan tiba-tiba muncul dengan luka seperti itu.

"Ah tidak apa-apa. Mari ku antar pulang."
Dia langsung bergegas. Aku mengikuti di belakangnya.

"Mas" panggilku.

Dia tak menyahut,

Aku terdiam sepanjang dia mengantarku, begitu pun ia tanpa suaranya.
Ada apa? Batin ku.

Setelah tiba di depan rumahku.

"Nih, ponselmu. Istirahat yang cukup, kamu pasti kelelahan." Ucapnya sembari memberikan ponsel ku.

"iya mas, terimakasih sudah mengantarku."

Sebenarnya ingin sekali ku tanyakan, namun ku rasa dia tak akan menjawab.

"Aku pamit dulu, assalamualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Selesai membersihkan tubuhku.

Aku masih memikirkannya, Aku tak bisa tenang, sepertinya dia menutupi yang sebenarnya.
Aku mengambil ponsel dan berniat menghubungi nya. Tetapi aku terlalu takut, jika ia tak ingin di ganggu terlebih dahulu.

Kuputuskan untuk mengurungkan niatku.
Aku tertidur dengan terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi

To be continued.

Jangan lupa vote, dan komen ya!
Caranya gampang, tinggal klik bintang di kiri bawah ya.!
Semoga kalian suka!!🙆❤️

Author
Instagram : @risa_ryss

ARCLUNARISSA ( SUDAH TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang