"Lo serius, gak bercandakan?" tanya Rea tak percaya.
Hyelza menghela nafas pelan, "Pengennya sih bercanda," matanya memandang kedua sahabatnya bersalah.
"Terus kenapa lo bilang sekarang? Kenapa gak dari awal," kesal Lisa memandang Hyelza tajam.
"Seenggaknya kita bisa buat kenangan, sebelum lo pergi Za," Rea menymbung ucapan Lisa.
"Gue dikasih taunya cuma kemarin, dadakan. Bokap gue bilang nenek parah, kalo gue gak cepet berangkat," matanya berkaca antara tak rela dan harus, "Gue gak akan pernah, liat nenek lagi."
Keduanya memandang Hyelza iba, Rea mengusap punggung sahabatnya itu, "Berarti lo harus pergi, jangan jadiin kita penghalang."
Mau tak mau Lisa mengangguk, setuju dengan ucapan Rea, "Jujur, gue berat. Karena lo dadakan kayak gini, tapi gue gak bisa nahankan? Gue cuma bisa dukung lo."
"Kita bakal tetep jadi sahabat?" Hyelza berkaca, merentangkan kedua tangannya.
Ketiganya berpelukan haru, menahan tangis yang siap jatuh. Tapi mereka tau ini bukan perpisahan yang sesungguhnya, ini adalah awal yang entah akan seperti apa kedepannya.
"Lo berangkat jam berapa?" Rea melihat jam tangannya, melingalihkan pandangannya pada Hyelza, "Gue bisa, nganter lo kebandara."
"Gue juga," setuju Lisa.
Dibalas gelengan sedih oleh Hyelza, "Gue berangkat jam 8 malem ini," ucapnya sedih.
"Kita bisa, gue bisa anter Bang Dro," yakin Rea, mengingat hanya Andro yang jomblo. Kalo Azka, kasihan daerah perumahannya dengan kekasihnya itu cukup jauh.
"Gue juga bisa mintar anter Justis," Lisa ikut meyakinkan, "Kenapa gak Bang An?" tanya Rea.
"Gue gak mau kaku dijalan, lo tau sendirilah. Abang lo yang satu itu iritnya kek gimana," alasannya.
Rea mengangguk paham, "Terserah kalian," pasrah Hyelza tak ingin berdebat.
Mereka mengobrol menghabiskan waktu dikafe, setidaknya ada yang bisa Hyelza ingat ketika menetap di Negeri sakura.
Drrrt drrt
"Bentar ya, gue angkat dulu." ucap Rea beranjak agak menjauh, tak ingin mengganggu kegitan mengobrol kedua sahabatnya.
"Hallo, Ayah tumben telepon?"
"Maaf, pemilik Hp ini mengalami kecelakaan. Bisa tolong datang kerumah sakit Harapan Bunda, korban dilarikan kesana. Secepatnya karena korban terluka sangat parah."
Deg
"Hallo?"
"Anda masih disana?"
Tut
Tubuh Rea membeku, jantungnya terasa berhenti wajah syok terlihat jelas diwajahnya.
Ayah, batinya sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
REKA [TAMAT] Revisi
Non-Fiction(Romance+Fiction) Sebuah liontin pemberian sang bunda, mampu membuat kehidupan Vinnerea berubah membingungkan. . . Dari kandasnya hubungan dengan kekasih? Sampai teror sebuah pesan rahasia? Menjadikan sebuah pertanyaan tanpa jawaban. Akankah pertany...