Kelopak mata itu terbuka, menampakan netra ungu muda bening. Mengerjap beberapa kali, menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya yang masuk.
Aku dimana?
Bau obat menyeruk memasuki indra penciumannya, seakan menjadi jawaban. sebelah tangannya terasa berat, ternyata ada tangan lain yang menahannya, melihat sang pemilik tangan membuat Rea tersenyum.
Tak ingin mengusik Azka yang tampak tetidur lelah, Rea mengedarkan pandangannya. Terlihat Andro dan Andrick yang tertidur, Andro tertidur dengan menyandarkan tubuhnya pada sopa. Sedangkan Andrick terlentang diatas sopa, dengan tangan menutupi bagian mata.
Ini VIP? Batinya heran.
Rea tersenyum lucu, melihat gaya tidur Andro yang sedikit tidak elit, dengan mulut setengah terbuka.
Rea mengingat apa yang membuatnya bisa seperti ini, wajah Rea berubah panik. Saat menggerakan sebelah kakinya, lututnya terasa sakit dan linu tanpa sadar membuanya meringis.
Azka terbangun mengerjapakan matanya, dan terbelak melihat Rea bangun. Dia memencet tombol yanga ada disamping Rea.
"Kamu jangan garak dulu, tubuh kamu masih sakit," tegurnya membuat Andrick dan Andro terbangun.
Pintu terbuka Dokte datang untuk memeriksa Rea, menyuruh Rea untuk tak banyak bergerak.
"Lutut kamu ngilu?"
"Iya Dok, kaki saya kenapa?" tanya Rea khawatir.
Sebelum dokter menjawab, pintu ruangan kamar inap Rea kembali terbuka. Menampakan Fedrick dengan raut wajah khawatir yang ketara, membuat kening Rea mengerut dalam. Disusul Alice dibelakangnya dengan raut wajah sama membawa banyak paperbag.
Dokter tersenyum, "Kamu jangan banyak gerak untuk sementara waktu. Untuk pertanyaan tadi, tanyakan pada Ayahmu," kening Rea mengerut tak mengerti.
"Saya permisi."
"Terimakasih Dok," ucap Azka dan Ayah Rea bersamaan. Membuat Rea dan yang lainnya terkekeh.
"Ayah kenapa dengan kaki Rea?" Tanya Rea khawatir.
Fedrick mengalihkan pandangannya pada Alice, seakan mengerti Alice mangangguk.
"Kalian, Ayo keluar. Mama bawa pakaian ganti dan makanan," ajak Alice kepada kedua anaknya, kemudian mengalihkan pandangannya pada Azka, "Kamu ikut tante sama mereka Az," dibalas anggukan oleh Azka.
Setelah mereka keluar Fedrick membantu Rea bersandar, dan duduk dikursi tempat Azka tadi.
"Kaki Rea sakit?"
Rea mengangguk, "Rea mau ya, pake kursi roda," ucap Fedrick pelan.
"Kaki Rea kenapa Ayah?" Mata Rea berkaca, pikiran negatif memenuhi otaknya, "Rea lumpuh?" tebaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REKA [TAMAT] Revisi
Non-Fiction(Romance+Fiction) Sebuah liontin pemberian sang bunda, mampu membuat kehidupan Vinnerea berubah membingungkan. . . Dari kandasnya hubungan dengan kekasih? Sampai teror sebuah pesan rahasia? Menjadikan sebuah pertanyaan tanpa jawaban. Akankah pertany...