Papa Sakit...

132 21 1
                                    

Bibirku terus merengut dari pagi. Sesekali membuka pintu kamar orangtuaku, mengintip sedikit. Lalu menutupnya kembali.

Begitu saja terus, padahal sekarang sudah jam makan siang.

"Hyunmi tidak makan?" Mama menyodorkan semangkuk bibimbap, "Ayo makan."

"Papa enggak makan?" aku menatap Mama, "Kok enggak sembuh?"

"Papa sedang demam," Mama menarikku duduk di pangkuannya.

Ngomong-ngomong usiaku saat itu sekitar 5 atau 6 tahun. "Terus enggak makan? Kata Mama, kalo Papa makan nanti sembuh."

"Demam tidak akan sembuh dalam hitungan jam, Sweetheart." Mama mencoba memberi pengertian waktu itu. "Tapi kalau Hyunmi makan, jadi anak manis dan baik, Papa pasti sembuh."

"Ada apa in---Hyunmi? Kenapa?" Papa tiba-tiba saja muncul di ruang makan dengan rambut berantakan dan wajah merah.

"Hyung, jangan keluar kamar dulu. Ada Hyunmi di sini, dia bisa tertular." Mama menurunkanku, lalu membalik tubuh Papa dan membantunya kembali ke kamar. Menyisakan diriku di ruang makan.

Setengah mati berusaha untuk naik kursi, lalu menyantap bibimbap sendiri. Tak mau merepotkan Mama---yang kini sudah kembali untuk mengisi baskom ukuran kecil dengan air hangat. Mama tampak kelelahan, membuatku bertanya-tanya separah apa penyakit Papa.

Aku pernah sakit juga sebelumnya. Terus-terusan muntah dan tak bisa di tinggal sama sekali.

Apa Papa juga begitu? Rasanya pasti sakit sekali.

"Hyunmi anak baik, tidak boleh merepotkan Mama." Aku bermonolog. Mencoba turun dan mengangkat sendiri mangkukku, meletakkannya di bak cucian piring. Menyikat gigiku dan pergi ke kamar.

Tuhan... Papa kapan sembuh? Nanti malam aja boleh enggak?

Aku tak berani meminta apapun pada hari itu. Bahkan nyaris tak bersuara, kecuali derap langkah ketika aku berlari. Tak juga bermanja-manja pada Mama seperti biasa.

Di sini, Im Hyunmi yang berusia 18 tahun sedang bertanya-tanya... bagaimana cara Mama mendidikku, memanjakanku, namun juga membuatku mandiri di saat yang bersamaan---suatu hal yang nyaris mustahil di kerjakan pria. Apalagi Mama pernah bilang, bahwa ia tak pernah merawat bayi sebelumnya.

"Sweetheart?"

Kepalaku terangkat, "Mau lihat Papa... boleh enggak?"

Mama sempat mengintip ke dalam kamar, lalu mengangguk sembari menempelkan telunjuknya ke bibir. "Tapi jangan ribut ya, Papa tidur."

"Iya," suaraku spontan mengecil. Mama sempat mengacak rambutku, lalu pergi sembari membawa mangkuk bekas bubur Papa. Sementara aku memasuki kamar dan melangkah mendekati kasur.

Aku nyaris membentur nakas saat mendapati Papa membuka mata. "Hei Sweetheart," sapanya dengan suara serak. Nafasnya tidak beraturan dan aku bisa melihatnya bernafas menggunakan mulut.

Tanganku terulur, lalu meringis saat mendapati betapa panasnya tubuh Papa.

Kan jadi gak bisa meluk Papa :(

"Hei... yang sakit Papa, yang nangis Hyunmi," Papa agak sulit tertawa, bibirku semakin maju---bersamaan dengan airmataku yang mulai turun.

Iya, aku juga mengaku kalau aku cengeng. "Papa enggak sembuh?" suaraku nyaris hilang saat mengatakannya. "Sudah makan?"

"Sudah...," Papa berdesis, aku buru-buru mengusap rambut Papa --menahan panas yang menyapa kulit tanganku, "eh...,"

"Jangan gerak-gerak," kuhapus airmataku, "nanti tambah panas."

Salah, harusnya aku bilang 'nanti pusing', tapi sudahlah.

"Iya iya," Papa tersenyum, tangannya terulur. Menyentuh pipiku, "terima kasih, sayang."

"Cepet sembuh," aku tak peduli lagi kalau tangan Papa yang panas itu sudah mendarat di kepalaku---turun perlahan ke pipi, "Hyunmi sayang Papa."

Kukecup pipinya---sumpah bibirku langsung panas setelah itu. "Tidur, enggak boleh main game."


~Pine Tree~


Aku menyeret boneka cinnamoroll pemberian Mama, masih setengah mengantuk. Sekarang hari sabtu dan Papa belum juga sem---

"Good morning baby girl!"

---buh...??

Mataku spontan terbuka. "Hah?"

"Eiy, mana ciuman selamat paginya? Cukup Mama saja yang pelit ciuman, Hyunmi jangan."

Pletak! "Hyung!"

Aku masih berusaha mencerna keadaan. Mama melotot kesal sementara Papa mengusap kepalanya yang kena pukul menggunakan sendok. "Jangan dengarkan Papa."

"Oh...," aku mengangguk pelan. Sebenarnya tak mengerti mereka sedang bicara apa, "Iya... enggak denger kok."

"Dongdongie, dia sudah bangun belum sih?"

Mama tertawa, "Dia selalu begitu kalau bangun karena terkejut. Tadi hyung menjatuhkan panci, kalau ingat."

"Hng...," aku menyadari bahwa tubuhku sudah terangkat. Entah yang mana yang menggendongku. Karena berikutnya...

Aku tertidur :)

Aku tertidur :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pine Tree || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang