Berhenti!!

117 17 8
                                    

Aku punya mimpi buruk. Dan yang ini adalah salah satunya.

Usiaku 11 tahun waktu itu, sudah cukup besar.

Aku baru saja selesai mandi---tadinya hendak menonton Mama memasak makan malam sampai aku menyadari ada suara bentakan di ruang tengah. Awalnya hanya seruan, tapi lama-lama makin membuatku gelisah. Memutuskan untuk mengintip dari celah pintu kamar yang kebetulan terbuka.

Mataku membola begitu melihat kedua orangtuaku sedang adu argumen dengan suara yang benar-benar keras. Awalnya Papa mengatakan sesuatu yang tak bisa kupahami, dan Mama masih bersuara pelan ketika membalasnya.

Lama-lama, situasi semakin panas dan saat itu juga mimpi burukku dimulai.

Semuanya terlalu cepat, aku bahkan tak tahu harus berbuat apa. Mau membela tapi juga tak mengerti siapa yang salah, mau menghentikan tapi semuanya sudah begitu runyam untuk kuhadapi. Jadi aku hanya menekan mulutku dan mataku tak lepas dari mereka.

Yang kini sudah baku hantam di ruang tengah.

Ketika aku bilang baku hantam, mereka sungguhan baku hantam. Mereka saling memukul dan meneriaki, seolah tak menganggapku yang waktu itu hanya bisa menonton sembari menangis dalam diam.

"BERHENTI MEMBAHASNYA!!" teriakan Mama membuatku ketakutan. Sempat melintas di otakku tentang berbagai macam situasi negatif yang akan terjadi.

"KIM DONGHYUN!!"

Mereka kembali berkelahi. Saling pukul, makian terucap dengan begitu ringan---sesuatu yang begitu buruk untuk kudengar di usiaku. Dan aku bisa melihat Mama sempat mencengkram kerah Papa dan meninju rahangnya dua kali.

Aku ingin membanting pintu kamarku, atau menguncinya, atau apapun agar tidak melihat perkelahian itu. Tapi aku terlalu takut untuk bergerak. Memejamkan mata bukan hal yang terlintas meski itu adalah cara terbaik yang ada.

Situasi semakin parah, dan mereka tampaknya lupa bahwa ada aku yang menonton perkelahian mereka. Airmata membanjiri wajahku, tapi aku tetap mencoba untuk tak bersuara.

Ketika keduanya saling mencengkram kerah, saat itu juga aku menjerit.

"BERHENTI! BERHENTI!!"


~Pine Tree~


Selain pemecah hening, jeritanku juga ternyata ampuh untuk situasi semacam ini.

Kini, mereka terduduk di sofa dengan jarak ujung ke ujung. Aku tak tahu alasan mereka bertengkar, dan lebih baik aku tidak tahu. Terduduk, beruntung Mama selalu meletakkan kotak obat ditempat yang terjangkau olehku.

"Akh!" Papa meringis ketika aku mengobati tangannya. Wajahnya lebam dan aku hanya bisa meringis, tak menyangka bahwa pukulan Mama bisa sekeras itu.

Pasalnya, ujung bibir Papa berdarah. Aku harus naik kepangkuan Papa agar bisa mengobati wajahnya. "Hyunmi enggak tahu kenapa, tapi lain kali jangan pukul-pukulan."

Padahal setahun lalu, aku yang menghabisi anak orang dengan sepatu.

"Sweetheart... pelan-pelan...," lengan bawah Mama lebam karena sempat menangkis beberapa pukulan Papa. "aduh...,"

"Makanya jangan berantem." Omelku, "Eh enggak papa sih berantem, tapi jangan pukul-pukulan. Enggak hebat, tahu!"

Hening. Hanya suara omelanku yang mengudara, juga peralatan di kotak obat yang beradu ketika aku merapikannya. Keduanya belum saling pandang dan aku juga tak tahu harus apa untuk mendamaikan mereka. Kakiku melangkah menjauh, kepalaku sempat menoleh ke belakang dan mendapati mereka masih saling membuang muka.

Kalau aku lebih tua, mungkin aku gemas. Tapi karena aku jauh-jauh-jauh-sangat lebih muda daripada mereka, reaksiku tentu saja berbeda. Ini bukan hal yang menyenangkan untuk di lihat.

Tentu saja, anak mana yang suka melihat pertengkaran orangtuanya? Saling membentak saja sudah membuat kalian ketakutan, kan? Atau setidaknya... kalian pasti ingin kabur dari situasi itu.


~Pine Tree~


1 AM

Rasa haus membangunkanku. Dengan sebelah tangan yang memeluk boneka alpaca pemberian Papa, aku berjalan ke dapur. Segelas air untuk kerongkongan yang kering tentu ide bagus,

"Hm?" alisku menukik sempurna. Memindai siluet yang berada di sofa ruang tengah. Mataku masih belum membuka sempurna, jadi siluet itu membuka mataku secara sempurna---tidak lucu kalau ada hantu tidur di ruang tengah.

Mendekat, siluet itu menggunakan lengan kirinya untuk menutupi mata. Mulutnya sedikit terbuka dan astaga lehernya...

"Pa...," aku mengguncang tubuhnya. "Papa... kenapa tidur di sini?"

"Hng?" suara Papa begitu serak, matanya menyipit ketika ia menyalakan handphone-nya yang ada di meja, "Jam satu, sayang... lapar?"

"Enggak kok," aku menariknya, "ke kamar Hyunmi ya? Lehernya pasti sakit."

Papa---yang belum sadar sempurna mengangguk dan membiarkanku menyeretnya ke kamar. Wajahnya tampak lega ketika akhirnya ia berada di atas tempat tidur. Tersenyum, aku mencium pipinya. "Tidur sama Hyunmi, ya?"

Mungkin karena memang mengantuk atau kelelahan usai bertengkar tadi, Papa langsung menutup matanya dan tertidur pulas di sisiku.


~Pine Tree~


"Hm? Hyunmi lapar?" Mama terbangun ketika aku mengecup keningnya. Aku bisa melihat matanya bengkak dan suaranya masih agak sengau. Mungkin ia habis menangis...

"Enggak, tadi haus aja kok." Kukecup sekali lagi keningnya, memperbaiki selimutnya yang berantakan. "Hyunmi sayang Mama,"

Sebelah tanganku memegang kaki dari boneka cinnamoroll pemberian Mama dan boneka alpaca dari Papa. Sebuah kertas terselip di kantung dada piyamaku. Pintu kamar Mama kututup pelan-pelan.

Sendirian, aku melangkah. Lalu tertidur setelah menjadikan boneka alpacaku sebagai bantalan. Tertidur di atas sofa ruang tengah.

 Tertidur di atas sofa ruang tengah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pine Tree || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang