Rumah Pohon

126 23 10
                                    

Rumah pohon itu berada di halaman rumah Guanlin. Dibangun oleh Ayah Felix, Papa dan ayah si kembar. Lalu di desain sedemikian rupa oleh Ayah Jaemin untuk tempat kami bermain dan menginap. Bahkan mereka menyediakan kamar kecil khusus di dekat rumah pohon agar kami tidak bolak-balik masuk rumah.

Dan hari ini, rumah pohon itu di resmikan. Bertepatan dengan ulang tahun Felix yang ke-9.

Jadi... tentu saja dia yang paling bahagia. Kami menunggu di belakang. Aku bergandengan dengan Yeji--–yang tak sabar untuk melihat desain interiornya.

"Anak-anak tampak tak sabar." Bunda Hae Ryung tertawa, "Goongmin oppa, sudah selesai?"

"Sudah." Ayah Goongmin menghela nafasnya, "Nah, anak-anak, kalian bisa masuk."

Felix memekik riang. Lalu menaiki tangga dan masuk lebih dulu. Setelahnya aku dan Yeji yang saling membantu untuk masuk.


~Pine Tree~


"Sudah puas bermainnya?" Mami Seulgi tersenyum, meletakkan senampan jus jeruk untuk kami. Suasana di rumah pohon tadi benar-benar riang dan aku yakin suara kami terdengar sampai luar.

"Rumah pohonnya bagus." Yeji bertepuk tangan, "Kalo nginep di sana boleh kan?"

"Boleh." Papa Junxi mengusap rambut Guanlin yang memeluknya erat, "Kapan aja, tapi jangan lupa izin."

"Hyunmi suka?" Papa menatapku penasaran, "Kayaknya diem aja. Jelek ya buatan Papa?"

"Bagus kok." Aku menggeleng--–tak setuju dengan argumen Papa. "Hyunmi suka."


~Pine Tree~


Rumah pohon itu adalah markas kami---sampai usia kami yang ke-16, kami masih menjadikannya sebagai markas. Merapikannya, membereskan. Bahkan masih menginap kalau sedang jenuh di rumah.

"Yakin mau nginep?" Hyunjin memainkan handphone, "Kalo iya, ntar sore balik ke sini."

Iya, sekarang kalian menyaksikan kami yang berusia 16 tahun. Kecuali Guanlin, dia berusia 15 tahun.

"Gimana nih?" Jaemin merapikan rambutnya, "Kalo iya, aku bawain snack."

"Enggak tahu." Felix menggaruk tengkuk, "Hyunmi sama Yeji gima—kalian enggak lagi dapet kan?"

Di antara keempat pemuda itu, hanya Felix yang berani blak-blakkan. Malah terkadang aku dan Yeji yang harus menahan malu karenanya.

"ENGGAK!" aku dan Yeji spontan berteriak. Membuat pemuda bermarga Lee itu sempat terkejut. Ia terkekeh,

"Jangan marah-marah, nanti cantiknya hilang." Ia mengacak rambut kami--–yang langsung dapat pelototan dari Yeji.

"Udah yuk, mau bawa apa aja nih?" Guanlin menatap kami, "Biar Mama masakin,"

"ih enggak usah." Felix tak setuju, "Hyunmi, uang kita masih ada kan? Beli pizza yuk!"

"Masih kok," aku mengangguk, "masih cukup."

"Aku bawain snack ya," Jaemin mencengkram tali tasnya. "Ada lagi?"

"Hyunmi beliin soda sekalian?" tawarku, "atau apa?"

"Hyunmi bawain proyektor mini aja," Hyunjin menatapku, "kita nonton malam ini, cariin film bagus sekalian ya? Mama Donghyun biasanya banyak rekomendasi."

"Mama Donghyun udah mirip museum film, semuanya pernah di tonton." Yeji menyahut, "Berarti Hyunmi bawa proyektor mini, Jaemin snack. Sodanya aku sama Hyunjin aja."

Pine Tree || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang