D-Day

88 15 0
                                    

September, 2018




Tampaknya aku harus mengakhiri kisah masa kecilku.

"Hyunmi, mau kemana?"

"Maaf, Hyunmi butuh waktu."

"Ada apa ini?"

Suara Papa. Aku mencengkram erat tali ransel, terburu menuju depan. Menepis suara Mama yang memintaku untuk kembali.

"Im Hyunmi!"


~Pine Tree~


Aku berkali-kali menoleh ke belakang, menyadari Papa sempat mengejarku dengan mobilnya.

"Di sini saja," aku menutupi wajah dengan hoodie, "terima kasih, Linlin."

"Hati-hati, tetap tundukkan kepalamu sampai stasiun." Guanlin juga khawatir, selain karena ia yang menjemputku, sudah pasti Papa akan menghafal plat nomornya. Beruntung ia melewati jalan tikus untuk menghindar.

"Kau juga tak ada surat izin, jangan sampai bertemu polisi." Aku meremas tangan. "Ini handphone-ku, berikan pada Jaemin secepatnya."

"Lalu Felix?" Guanlin menahanku, "Dia tahu?"

"Kita berempat bekerja sama, kalau kau ingat. Felix tahu apa yang harus dia lakukan."


~Pine Tree~


Seharusnya aku menaiki kereta menuju Daejeon---itu perjanjiannya, ibu kandungku ada di sana. Namun yang kulakukan adalah pergi ke Busan terlebih dahulu, berharap urusanku cepat selesai di sana. Berita ini tentu mengejutkan, dan juga memalukan. Aku tak tahu harus menarik masker atau tidak untuk kali ini.

Oh, lebih baik tidak. Aku tak segila itu. Bekerja sama dengan kawanmu untuk pelarian diri bisa berarti 2 hal :

A. Dia membocorkannya, dalam kata lain mengkhianati rencana awal

B. Dia bungkam sama sekali

Kuharap Guanlin, Jaemin dan Felix mau menjadi tipe B untuk kesejahteraan hidupku.

Gelisah, aku mulai merasa tak nyaman. Tubuhku tak baik-baik saja, pelarian ini berarti membunuh diriku secara tidak langsung. Menahan sakit yang teramat sangat, besar resiko untuk pingsan di dalam kereta.

Lalu menjadi zombie.

Tidak, tidak, terlalu banyak menonton drama.


~Pine Tree~


Antara harus lega atau tidak, aku menemukannya dengan mudah. Mungkin Tuhan juga ingin aku kembali ke rengkuhan Mama secepatnya.

Seringainya sempat membuatku ketakutan, apa yang dia lakukan terputar begitu saja.

Everything's will be alright, you're strong... okay?

"Masih?" tersenyum remeh. "Huh, kupikir kau akan bersembunyi."

"Aku tak punya waktu." Bicaraku terlalu cepat, membuatnya langsung mengapit rahangku. Meringis kesakitan, aku tak menangis kali itu.

Aku... hanya...

"Apa perlu kupanggilkan kekasih payahmu itu? Siapa namanya? Hyun---"

Pine Tree || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang