Night Talk

104 18 5
                                    

"Kak Hyunmi,"

Menoleh, bola mataku membulat. "Ya ampun Daehwi, sini deket kakak."

Daehwi mendekat, membiarkanku mengoleskan salep. Aku tak mengerti, kenapa anak ini menjadi target pemukulan teman-temannya. Lain waktu, ia mendapat luka gores---berbohong, tak sengaja teriris.

"Kenapa enggak ngelawan?" adalah pertanyaan terburuk, jadi aku menggunakan cara lain. Bohong kalau anak ini tidak mau melawan, tapi jumlah yang tak seimbang dan tenaganya... kemungkinannya tentu kecil. Apalagi ketidakadilan antara anak beasiswa-siswa kaya tentunya mengganggu.

"Kak Hyunmi hebat ya,"

"Bicara random nih?" aku mencairkan suasana. "Hebat apanya?"

"Kakak bilang... kakak juga dulu korban bully, pas SMP pernah juga, sebelum kakak kabur juga... tapi kakak masih bisa senyum." Daehwi meringis kecil saat aku menempelkan plester di pelipisnya yang terluka. "Padahal... serangan verbal itu efeknya lebih parah daripada fisik."

"Bukan berarti kamu bisa diem waktu fisikmu sakit kan?" Aku mengusap rambutnya. "Enggak mudah buat ngelawan, apalagi waktu mereka mulai kasar. Tapi... kenapa enggak cari cara?"

Daehwi menyandar di bahuku, "Fisikku lemah, Kak."


~Pine Tree~


Pemuda itu tertawa ringan. Matanya menghilang tatkala ia tersenyum. Imut dan tampan di saat yang bersamaan. Duduk berdua di sofa adalah hal manis yang terjadi ketika yang lain tertidur.

Orangtua Byounggon memberikan rumah ini pada kami untuk di tinggali---membuatku percaya di dunia ini masih ada orang-orang baik yang mau membantu, mengingat siapa saja yang tinggal di rumah ini.

Selain aku yang kabur dari rumah untuk menyelesaikan suatu urusan (dan menyembunyikan diri), kebanyakan penghuni rumah ini mengalami hal serupa atau lebih tidak beruntung lagi.

Rumah ini di huni oleh 12 orang dengan latar yang berbeda-beda. Total ada 8 laki-laki dan 4 perempuan yang saling bergandengan untuk menguatkan satu sama lain.

"Sekolahnya gimana?" pemuda itu melingkarkan lengannya dibahuku, "Enggak ada masalah?"

"Enggak dong, aku akan populer." Gurauku, "Kakak? Gak main ke Texas Club lagi, kan?"

Pemuda itu merengut. "Dulu, yang penting tuh bertahan hidup."

Aku tertawa. Menyandar ke dadanya. "Kangen Mama, sama Papa juga." Mengatupkan bibir. Sesaat, bertengkar dengan diriku sendiri. "Aku bukan anak manis mereka lagi."

"Hei...," aku merasakan usapan lembut di bahu, kami tetap di posisi itu selama beberapa saat. "itu bukan salah kamu,"

Bibirku sudah menukik, airmataku menggumpal di mata---meluncur bebas dengan sekali kedip. Berdeham pelan, mencoba tenang.

Sebuah tangan menyapu wajah, berikutnya sebuah kecupan di kening. Tanpa suara, hanya gumaman halus yang menggelitik telinga. Meyakinkanku semuanya akan baik-baik saja.

Persis Mama.

"Kelulusan besok, undang Mama kamu ya?" pintanya lagi, "Ayo dong, aku kan mau ketemu calon mertua."

Tertawa di sela tangis, "Apaan sih Kak Woong!"

Tertawa di sela tangis, "Apaan sih Kak Woong!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pine Tree || Pacadong/YoungdongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang