21

5K 447 119
                                    

"KAMU TEGA SAMA AKU LI!"

"Kenapa kamu nikah lagi Li? Apa salah aku sama kamu Li? Aku bisa kasih kamu anak berapapun kamu mau, tapi kenapa dengan teganya kamu memadu aku Li! Rasanya sakit Li, s----sakit hiks.."

Nadya memukul dada Ali, Ali hanya bisa bergeming tanpa melakukan apapun. Nadya terus menangis, tanpa mau diam. Ali mencekal tangan Nadya agar berhenti memukuli dadanya.

"Aku menikahinya karena sebuah alasan, tak didasari cinta!" Bentak Ali, Nadya diam.

Nadya melepaskan tangan Ali secara kasar, ia menyeka air matanya yang turun. Hati siapa yang tak sakit, mendengar suami sendiri menikah lagi dengan orang baru. Tubuh Nadya luruh ke lantai, bersamaan dengan tangisan yang kembali datang. Harusnya kembalinya ia pada Ali membawa kebahagiaan, bukan penderitaan baru untuknya.

"Mending kamu ceraikan aku Li, aku gak mau sakit hati Li. Lebih baik kita pisah, daripada semua orang tersakiti oleh kamu!" Nadya berkata tegas.

Ali menggelengkan kepalanya, ia berjongkok kemudian meraih wajah Nadya. Namun, Nadya menepis tangan Ali yang memegang wajahnya. Hatinya masih teriris mendengar Ali menikah tanpa sepengetahuan dirinya.

"I will defend you, you are my love. I will not just let you go, don't say that again. I don't like it!" Ujar Ali membuat Nadya terdiam. "You started it all, all because you remarried. Then what for this marriege is maintained!!" Balas Nadya.

"Don't leave, I can't live without you."

"Oke, aku akan bertahan dengan pernikahan ini. Hiks.. kita berjuang bersama-sama, tanpa menganggap wanita itu ada didalam pernikahan kita." Ujar Nadya.

"Terima kasih, aku mencintaimu!"

Dibalik pintu, Prilly mendengarkan percakapan mereka. Walau dirinya tidak tau apa yang mereka bicarakan, namun perkataan Nadya membuat hatinya terasa sangatlah teriris. Prilly mendekap mulutnya agar tidak mengeluarkan isakan, Prilly segera kembali kekamarnya daripada ia harus terlihat oleh mereka berdua.

Hiks.

Isakan itu lolos dari mulutnya, tubuhnya melorot ke lantai. Kenapa sesakit ini, mendengar Ali mencintai Nadya sedangkan cintanya bertepuk sebelah tangan. Apa dirinya harus mengakhiri semua ini, tapi Prilly tak ingin calon buah hatinya tak mendapatkan kasih sayang seorang ayah.

"Kenapa sesakit ini?"

Tangannya meraba perutnya, apa dirinya harus memberitahukan Ali jika dirinya hamil. Tapi, bagaimana mungkin. Prilly tak ingin mengganggu waktu Ali bersama Nadya, mungkin saja itu akan membuat Nadya akan membencinya.

"Ayah, kenapa sesakit ini mencintai orang yang mencintai orang lain? Ayah, hati Illy sakit yahh. Dia begitu jahat, walau tak melukai fisik Illy. Dia menyakiti hati Illy dengan beribu pisau Yahh.." Gumam Prilly.

Prilly menunduk menatap perutnya yang masih rata, sebenarnya Ali berhak tau. Namun sedikit ada keraguan membuat Prilly tak ingin memberitahukan ini semua, rasanya Prilly ingin melampiaskan semua ini dengan musik. Prilly berdiri kemudian berjalan keluar untuk ke lantai 3, disana mungkin Prilly akan tenang.

Prilly duduk dikursi depan piano, air matanya sudah berlinang. Hatinya bagai teriris pilu, kehidupannya berubah sejak bertemu dengan Ali yang menikahinya tanpa alasan. Pernikahan tanpa dilandasi oleh cinta Ali.

Mengapa ku terus memikirkanmu
Mengapa aku menangis untukmu
Mengapa ku slalu tersakiti
Mengapa aku berharap padamu

Jelas-jelas kau tak memikirkan aku
Jelas-jelas kau tak menginginkan aku
Jelas-jelas kau tak pernah mengganggap ku ada

Mungkinkah Ini sudah jalan takdir ku
Mungkinkah ini memang terbaik untukku

Namun tak kuasa aku
Bila terus-terus begini
Aku tak sanggup, sungguh aku tak sanggup..

"Aku yang tersakiti, kenapa kamu yang seperti tersakiti disini!"

Prilly menghentikan permainan pianonya, Prilly menoleh pada Nadya yang terlihat sangatlah kacau. Prilly juga sama halnya dengan Nadya, sangatlah kacau. Kenapa Ali begitu mudahnya menghancur dua wanita sekaligus, Prilly tak habis fikir pada pola fikir Ali.

Prilly diam tak berkutit, dirinya tak ingin menatap Nadya, karena itu akan menambah luka baru untuknya. Nadya menghampirinya, kemudian menatap teduh pada Prilly.

"Walau Ali mencintaiku bukan kamu. Aku tersakiti disini, pasti kamu juga tersakiti. Tapi maaf, aku tak akan bisa membagi suamiku padamu. Aku mencintainya, selamanya dia milikku!"

Prilly meremas jarinya, ingin rasanya berteriak pada Nadya. Jika dirinya juga sangatlah mencintai Ali, Prilly tak ingin kehilangan Ali. Ali lah yang membuatnya bertahan dengan posisi dirinya sebagai istri kedua.

"Bawa uang itu, dan pergi dari kehidupan kami!" Sentak Nadya. Nadya melemparkan sejumlah uang pada Prilly.

Prilly hanya diam, dirinya tak butuh uang. Karena uang bukan segalanya, Prilly hanya membutuhkan Ali, sebagai pelengkap hidupnya. Prilly memberanikan diri untuk menatap Nadya.

"Mohon maaf, aku enggak bisa! Ali yang memohon padaku untuk bertahan, bisa aku apa? Aku hanya bisa mengiyakan walau logika ku ingin pergi dari hidupnya, kita sama-sama tersakiti oleh satu orang." Balas Prilly.

Setelah berkata itu, Prilly pergi turun tangga dari pada semakin sakit hati dengan omongan Nadya. Tanpa menguncinya kembali, Prilly menutup pintu kamarnya. Prilly tidak menemukan Ali, mungkin Ali berada dikamarnya Nadya. Miris memang.

Prilly membaringkan tubuhnya diatas ranjang, air matanya kembali menetes. Takdir membawanya pada satu titik kesedihannya, kesedihan yang membuatnya merasa sangatlah terpukul.

Tangannya mengelus perutnya, mungkin ini belum waktunya untuk memberitahu Ali tentang kehamilannya. Rasanya Prilly belum siap menemui Ali, Prilly menyusut air matanya yang menetes. Entahlah akhir-akhir ini begitu banyak yang menyakitkan.

"Cinta enggak salah, waktu yang salah menetapkan cinta pada orang yang salah." Gumam Prilly.

Prilly terlelap dalam tidurnya, matanya sembab akibat terlalu banyak menangis. Melupakan brownies nya yang harus rela diberikan pada orang lain. Prilly memeluk bantal yang seringkali Ali pakai untuk tidur.

Harum nya sangat menenangkan untuknya, Prilly merasa aman berada didekat Ali. Walau hanya raganya yang tak ada.

Merasa ada yang memeluknya dari belakang, Prilly tau, dia adalah Ali. Prilly hanya mampu diam, merasakan pelukan Ali yang sangat hangat untuknya. Terlebih lagi Ali memasuki pakaiannya dan mengusap lembut perutnya.

"Maaf sudah menyakitimu."

"Aku sudah terbiasa Kak, tersakiti seperti ini. Mungkin aku hidup untuk disakiti." Balas Prilly.

"Ingat kata-kata ku, tetaplah bertahan apapun yang akan terjadi."

Ada yang nyesek?

A/N

Share cerita ini, biar semakin banyak orang yang sakit kepala gara-gara cerita ini

TAKDIR [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang