10

13 13 0
                                    

Muka Azka memerah. Dia berdiri cepat dan mencoba melayangkan pukulan ke Gibran. Tapi rupa nya cowok itu lupa kalau Gibran jago karate, jadi dengan mudah Gibran menghindar dan serangan itu pun hanya menghantam udara.

Saat Azka berniat meninju lagi, Gibran sudah memegang dan mengunci tangan nya erat-erat dan Azka sudah tidak mampu lagi bergerak karena dengan mudah Gibran memojokkan nya di badan mobil.

Cindy berteriak-teriak keluar dari dalam mobil dan setengah memohon agar Gibran mau melepaskan Azka. Anna pun ikut membujuk Gibran dan akhirnya Gibran dengan terpaksa menurutinya. Padahal tangan Gibran sudah gatal sekali ingin memukuli Azka habis-habisan.

Azka tertawa mengejek dan menepis kasar tangan Cindy yang ingin membantu nya. Mereka berdua cepat-cepat pergi keluar lingkungan sekolah diiringi pelototan puluhan puluhan pasang mata yang sejak tadi menjadi saksi kejadian itu dan akhir nya gosip pun berkembang.

Anna mengusap dada nya lega karena Gibran tidak jadi berkelahi. Kalau sampai hal itu terjadi Anna tidak bisa membayangkan bagaimana jadi nya wajah Azka nanti nya.

“ Pulang sekarang ya ” ajak Anna dan Gibran mengangguk setuju.

^^^

Hari ini adalah hari pembagian seragam bagi anak-anak kelas satu yang mengikuti ekskul karate. Dan rencana nya setelah itu akan di laksanakan acara penggojlokan. Mereka semua kumpul di halaman sekolah. Anna dan Gibran serta Della yang merupakan anggota karate sudah mendapatkan Q-4 atau sabuk hijau, ikut membagikan baju seragam baru pada junior-junior mereka.

“ Nah, keren kan? ” Anna mengomentari adik kelas nya yang lagi cengar-cengir pakai baju seragam karate baru nya. “ Kakak udah tau badan lo bakal keliatan lebih gede. Nah pas nggak? ”.

Di sekeliling mereka segerombolan anak juga sedang mematut-matut diri, bersenda gurau dan saling menggoda. Di tengah lapangan sekolah, pasukan karate siap di berangkatkan ke salah satu daerah camping ground. Mereka semua terlihat bersemangat ikut acara ini.

Sementara di pinggir lapangan yang lain pada menonton dengan perasaan iri karena anak-anak karate di beri dispensasi untuk tidak mengikuti pelajaran hari ini dan besok hanya untuk mengikuti ujian kenaikan tingkat.

Oliv, Rea, Sesil dan Winda juga ada diantara rombongan penonton di pinggir lapangan. Della sedang mengobrol dengan Winda, sementara yang lain mengamati tengah lapangan yang sekarang di penuhi anak-anak berseragam karate.

Nguuung....

Suara mikrofon berdengung nyaring menyita perhatian semua orang yang sedang asik dengan dunia nya sendiri-sendiri.

“ Perhatian...perhatian...kepada semua peserta karate, bagi peserta baru kelas sepuluh harap berbaris untuk diabsen terlebih dahulu. Ayoo cepat-cepat! Kalau telat sampai lokasi makan siang batal! ” Pak Atet memberi intruksi dan anak-anak langsung berbaris serapi mungkin.

Yang senior juga otomatis memberi perhatian kalau-kalau mereka dibutuhkan nantinya. Della yang sedang mengobrol dengan Winda langsung ngacir dan beralih duduk di samping Anna, di gazebo tepi lapangan bawah pohon. Gibran menyusul dan duduk di sisi Anna yang lain. Anna jadi terharu membayangkan dirinya adalah putri raja yang sedang diapit oleh pangeran dan dayang nya.

Pak Atet mengabsen nama peserta baru satu persatu.

“ Gibran, bisa ngomong sebentar? ” Winda tiba-tiba ada di dekat mereka. Gibran berdiri dan mengikuti Winda menjauh dari sana, lalu mereka ngobrol berdua.

Anna dan Della saling menatap.

“ Apasih yang mau mereka omongin sampe mesti mojok segala? ” tanya Anna pada Della tanpa bersuara. Della yang paham hanya mengendikan bahu, karena dia memang tidak tahu dan langsung mengajak Anna untuk kembali fokus melihat ke lapangan.

Akhir nya Pak Atet hampir selesai mengabsen. Anna bersama Della bersiap ke tengah lapangan, karena setelah ini pasti giliran para senior yang di absen. Anna menoleh ke arah Gibran dan Winda yang masih saja mengobrol.

Tak lama setelah itu matanya pun melotot kaget karena Gibran dan Winda foto bersama. Jujur Anna merasa panas melihatnya.

“ Winda kenapa? ” tanya Anna setelah Gibtan kembali dan Winda pergi. “ Foto tadi itu buat apa? ”.

Gibran menunjukan kamera yang tadi di pakai nya bersama Winda. “ Winda minta tolong diambilkan foto kegiatan anak-anak karate buat mading bulan depan. Dia nggak mungkin ngeliput sendiri ” tutur Gibran menjelaskan.

“  Tapi kok tadi pake foto berdua segala? ” Anna tidak bisa menyembunyikan rasa curiganya.

“ Sekalian nyobain kamera nya soalnya kan masih baru, takut nya kalo efek nya jelek. Emang kenapa sih? ” Gibran keheranan. Tapi Anna sama sekali tidak menjawab dan beralih melihat ke Pak Atet yang saat ini sedang mengabsen anak-anak kelas sebelas.

Pak kepala sekolah memberikan sambutan, anak-anak mulai bosan dan kepanasan. Bel berakhirnya istirahat kedua pun berbunyi dan akhirnya anak-anak yang tidak ikut ke camping ground harus masuk ke kelas masing-masing.

Sesaat Anna melihat Azka yang mengamati nya dari jauh. Mereka bahkan sempat saling beradu pandang dan Anna punya perasaan kalau Azka ingin bicara dengan nya. Tapi segera Anna menepis perasaan itu jauh-jauh.

Anak-anak karate diwajibkan berlari dari lapangan sekolah sampai ke camping ground. Anak-anak kelas sepuluh pada mengeluh tapi tidak lama karena Pak Atet mengatakan yang tidak kuat sampai lokasi boleh menaiki bis yang mengikuti mereka sepanjang jalan sampai tujuan.

Scroll—

THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang